BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Gagal
ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang
secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang
brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan
kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea
darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh
oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari). Criteria oliguria tidak mutlak tapi
berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet orang amerika mengandung sekitar
600 mOsm zat terlarut. Jika kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200
mOsm /L air, maka kehilangan air obligat dalam urine adalah 500 ml. oleh karna
itu ,bila keluaran urine menurun hingga kurang dari 400 ml/hari, penambahan jat
terlarut tidak bisa dibatasi dengan kadar BUN serta kreatinin meningkat. Namun
oliguria bukan merupakan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian terbaru
mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF,keluaran urine
melebihi 400 ml /hari.dan dapat mencapai hingga 2L/hari. Bentuk ARF ini disebut
ARF keluaran-tinggi atau disebut non-ologurik. ARF menyebabkan timbulnya gejala
dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik, yang mencerminkan
terjadinya kegagalan fungsi regulasi, eksresi, dan endokrin ginjal. Namun
demikian , osteodistrofi ginjal dan anemiabukan merupakan gambaran yang lazim
terdapat pada ARF karena awitanya akut.
1.2.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang
menjadi tujuan penulisan dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Tujuan
Umum
Dengan
adanya makalah asuhan keperawatan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami serta
mampu menjelaskan tentang konsep penyakit gagal ginjal akut serta asuhan
keperawatan gagal ginjal akut.
2. Tujuan
Khusus
a. Mampu mengetahui
definisi dari Gagal Ginjal Akut.
b. Mampu memahami anatomi dari ginjal.
c. Mampu mengetahui etiologi serta patofisiologi dari Gagal
Ginjal Akut.
d. Mampu mengidentifikasi manifestasi klinis dari Gagal
Ginjal Akut.
e. Mampu
menjelaskan tentang penatalaksanaan dari Gagal Ginjal Akut.
f. Mampu
menyebutkan komplikasi dari Gagal Ginjal Akut.
g. Mampu
memahami konsep asuhan keperawatan Gagal Ginjal Akut meliputi pengkajian,
analisa data, diagnose keperawatan, intervensi serta evaluasi.
1.3.
Manfaat
Penulisan
1.
Bagi Penulis
Setelah
menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
penyebab serta upaya pencegahan penyakit Gagal Ginjal Akut agar terciptanya kesehatan
masyarakat yang lebih baik.
2.
Bagi Pembaca
Diharapkan
agar pembaca dapat mengetahui tentang Gagal Ginjal Akut lebih dalam sehingga dapat mencegah
serta mengantisipasi diri dari penyakit Gagal Ginjal Akut.
3.
Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan
dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Gagal Ginjal
Akut sehingga
dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4.
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat
menambah informasi tentang Gagal Ginjal Akut serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap
penyakit ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.
Definisi
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik
dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration
rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan
eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis
akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Davidson
1984).
Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
secara tiba-tiba, sering kali dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan
kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan hiperkalemia. ( D. Thomson 1992 :
91 )
2.2.
Anatomi
Fisiologi
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa
yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansahenle, vasa
rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagianluar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang
berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid dinamakan kolumnarenalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bias membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.
2.3.
Etiologi
Tiga
kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut(Muttaqin,arif.2011).
2.3.1.
Kondisi
Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi
pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya
hipoperfusi renal adalah :
a) Penipisan volume
b) Hemoragi
c) Kehilangan cairan melalui ginjal
(diuretik, osmotik)
d) Kehilangan cairan melalui saluran GI
(muntah, diare, selang nasogastrik)
e) Gangguan efisiensi jantung
f) Infark miokard
g) Gagal jantung kongestif
h) Disritmia
i)
Syok
kardiogenik
j)
Vasodilatasi
k) Sepsis
l)
Anafilaksis
m) Medikasi antihipertensif atau medikasi
lain yang menyebabkan vasodilatasi
2.3.2.
Kondisi
Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab
intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a) Cedera akibat terbakar dan benturan
b) Reaksi transfusi yang parah
c) Agen nefrotoksik
d) Antibiotik aminoglikosida
e) Agen kontras radiopaque
f) Logam berat (timah, merkuri)
g) Obat NSAID
h) Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen
glikol, karbon tetraklorida)
i)
Pielonefritis
akut
j)
glumerulonefritis
2.3.3.
Kondisi
Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi
pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi
sebagai berikut :
a) Batu traktus urinarius
b) Tumor
c) BPH
d) Striktur
e) Bekuan darah.
2.4.
Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang
menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal
: hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif,
obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau
ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani
dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria
dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4
tahapan klinik dari gagal ginjal akut(Dongoes):
1.
Stadium awal
dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.
Stadium
Oliguria.
Volume urine 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit.
Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan kecuali bila
penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada
stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan)
mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan
makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu
memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang
menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa
kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang
hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang
terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya
lebih besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia
pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat
menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik,
terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
3.
Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita
masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana
mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan
berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar
BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang
tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis
Menurut
Price, (1995) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi gmnjal, yaitu
sebagai berikut :
a) Obstruksi tubulus.
b) Kebocoran cairan tubulus.
c) Penurunan permeabilitas glomerulus.
d) Disfungsi vasomotor.
e) Glomerolus feedback.
Teori obstruksi
glomerulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute) mengakibatkan
deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang
kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan
selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan
memperberat iskemia. Tekanan tubulus meningkat sehingga tekanan filtrasi
glomerulus menurun.
Hipotesis kebocoran
tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal, tetapi
cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam
sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada NTA yang
berat.
Pada ginjal normal, 90%
aliran darah didistribusi ke korteks (tempat di mana terdapat glomerulus) dan
10% pada medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan menjalankan
fungsinya. Sebaliknya pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan
medula menjadi terbalik sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal.
Konstriksi dan arteriol aferen merupakan dasar penurunan laju flitrasi
glomerulus (GFR). Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan
memperberat iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal.
Pada disfungsi
vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab terjadinya GGA, dimana dalam
keadaan normal, hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator sehingga
aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Ada
kemungkinan iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal
untuk menyintesis prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti aspirin
diketahui dapat menurunkan aliran darah renal pada orang normal dan menyebabkan
NTA.
Teori glomerulus
menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus proksimal. Tubulus
proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin atau iskemia gagal untuk
menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air.
Akibatnya makula densa
mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan merangsang
peningkatan produksi renin dan sel jukstaglomerulus, Terjadi aktivasi
angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen sehingga
mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran glomerulus.
Menurut Smeltzer (2002)
terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu periode awal,
periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1. Periode awal dengan awitan awal dan
diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Periode oliguria (volume urine kurang
dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dan substansi
yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta
kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan
untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini
gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa
seperti hiperkalemia terjadi.
3. Periode diuresis, pasien menunjukkan
peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi
renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
4. Periode penyembuhan merupakan tanda
perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium
akan kembali normal.
2.5.
Pathway
Iskemia atau nefrotoksin
|
Penurunan aliran darah
|
Kerusakan sel tubulus
|
Kerusakan glomerulus
|
Penurunan aliran darah
|
Pe Pelepasan NaCl ke makula densa
|
Obstruksi tubulus
|
Kebocoran filtrat
|
Penurunan ultrafiltrasi glomerulus
|
Penurunan GFR
|
Gagal ginjal akut
|
Penurunan produksi urine azotemia
|
Kecemasan pemenuhan informasi
|
Respons psikologsi
|
Diuresisi ginjal
|
Ekskresi kalium menurun
|
Peningkatan metabolit pada jaringan
otot
|
Peningkatan metabolit pada
gastrointestinal
|
Edema paru asidosis metabolik
|
Defisit volume cairan
|
Ketidakseimbangan elektrolit
|
Peningkatan kelelahan otot kram otot
|
Bau amonia pada mulut mual, muntah,
anoreksia
|
Pola napas tidak efektif
|
Hiperkalemi
|
Kelemahan fisik respon nyeri
|
Intake nutrisi tidak adekuat
|
Penurunan pefusi serebral
|
Kerusakan hantaran impuls saraf
|
Perubahan konduksi elektrikal jantung
|
Nyeri gangguan ADL
|
Pemenuhan nutrisi
|
Defisit neurologik risiko tinggi
kejang
|
Risiko aritmia
|
Curah jantung
|
Retensi cairan interstisial dan pH ¯
|
Penurunan pH pad aciaran serebro
spinal
|
Sumber
: Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan(Muttaqin,2011)
2.6.
Manifestasi
Klinis
a)
Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit,
mengandung darah dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya
adalah 1,015-1,025)
b)
Peningkatan
BUN, creatinin
c)
Kelebihan
volume cairan
d)
Hiperkalemia
e)
Serum
calsium menurun, phospat meningkat
f)
Asidosis
metabolik
g)
Anemia
h)
Letargi
i)
Mual
persisten, muntah dan diare
j)
Nafas
berbau urin
k)
Manifestasi
sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang
2.7.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Urine : Volume, Warna, Sedimen,
Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2.
Arteriogram ginjal
3.
Biopsi ginjal
4.
Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah
lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein,
Osmolaritas serum.
5.
KUB Foto : Menunjukkan ukuran
ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
6.
Pielografi retrograde
7.
Sistouretrogram berkemih
8.
Ultrasono ginjal
9.
Endoskopi ginjal nefroskopi
10. EKG
2.8.
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan secara umum adalah:
Kelainan
dan tatalaksana penyebab.
a.
Kelainan praginjal. Dilakukan klinis
meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian
diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik,
dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
b.
Kelainan pasca ginjal. Dilakukan
pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih penuh, ada pembesaan prostat,
gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk
mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan
mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
c.
Kelainan ginjal. Dilakukan
pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan pertimbangkan kemungkinan
biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
2.
Penatalaksanaan gagal ginjal
a. Mencapai
& mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi
hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari
sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam
sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
b. Memberikan
nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau hiperalimentaasi
intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium
intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
c. Mencegah
dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran napas dan
nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus
segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
d. Mencegah
dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya
perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan
rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis
histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
e. Dialisis
dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling
baik dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan
kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik yang tidak adekuat dengan
dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
2.9.
Komplikasi
1.
Jantung : edema paru, aritmia, efusi
pericardium
2.
Gangguan elektrolit : hyperkalemia,
hiponatremia, asidosis
3.
Neurlogi : iritabilitas neuromuskuler,
flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang
4.
Gastrointestinal : nausea, muntah,
gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan gastrointestinal
5.
Hematologi : anemia, diathesis
hemoragik
6.
Infeksi : pneumonia, septikemis,
infeksi nosocomial
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT
1.
Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian
anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung
jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta diagnosa
medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari
rentang usia manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka
serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria
disebabkan oleh hipertrofi prostat
sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih yang berulang,
serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk pengkajian
identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur,
pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2.
Riwayat Kesehatan
2.1. Keluhan Utama
Keluhan
utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2.2.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian
ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal
dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan
jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya
dnegna predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan,
diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah mengalami
episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian
antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat
trauma langsung pada ginjal.
2.3.Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap
jenis obat dan dokumentasikan.
2.4.Riwayat psikososialcultural
Adanya
kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat akan
memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
3.
Pemeriksaan Fisik
3.1.Keadaan umum dan TTV
Keadaan
umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan
adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
3.2.Pemeriksaan Pola Fungsi
3.2.1. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering
didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons
terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine
(fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons
uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan
kussmaul.
3.2.2. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat
perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan
tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem
hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal
akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan
produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah
jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada
pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
3.2.3. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa).
Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala,
penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase
oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
3.2.4. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode
oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400
ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan
peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi
glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap.
3.2.5. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah,
serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
3.2.6. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik
secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari
hipetensi.
3.3.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Urinalisis
didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan
myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00
menunjukkan ISK, NTA,d an GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan
BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi
renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit.
Pemeriksaan
elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak
mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium
seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan
disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan
pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti
substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu,
mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
4.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan
penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk
mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia,
perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia,
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar
kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium
polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium
polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di
saluran intenstinal.
3. Terapi cairan
4. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5. Koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat dan dialisis
5.
Analisa Data
symptom
|
Etiologi
|
Problem
|
DS:-
DO:-perubahan
pola kemih,warna urin pekat,penurunan urine output <400 ml/hari.
|
fase diuresis
dari gagal ginjal akut
|
Defisit volume cairan
|
DS:-
DO:pernapasan
kussmaul,fetor uremik,
|
penurunan
pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan,
|
Aktual/risiko tinggi pola napas
tidak efektif
|
DS:-
DO:klien
gelisah,Terdapat papiledema,deficit neurologis,kadar kalium serum meningkat.
|
gangguan
konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi
|
Aktual/risiko
tinggi aritmia.
|
DS:-
DO:peningkatan
suhu tubuh,penglihatan kabur,kram otot,azotemia.
|
kerusakan hantaran saraf
sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
|
Aktual/risiko
tinggi kejang
|
DS:-
DO:kehilangan
kemampuan konsentrasi,kehilangan memori,penurunan lapang pandang.
|
gangguan
transmisi sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi
|
Aktual/risiko
tinggi defisit neurologis
|
DS:-
DO:muntah,anoreksia,lemah.
|
intake nutrisi yang tidak
adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
DS:-
DO:lemah,ada
edema,terlihat sakit berat.
|
edema
ekstremitas, kelemahan fisik secara umum
|
Gangguan
ADL (Activity Daily Living)
|
DS:-
DO:bingung
dengan kondisinya,peningkatan TTV,ketidakmampuan berkonsentrasi,
|
prognosis penyakit, ancaman,
kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
|
cemas
|
6.
Diagnosa keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d. fase diuresis
dari gagal ginjal akut
2. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak
efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti
paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan
interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolik
3. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah
jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia
4. Aktual/risiko penurunan perfusi serebral
b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis
metabolik
5. Aktual/risiko tinggi aritmia b.d
gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi
6. Aktual/risiko tinggi kejang b.d
kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
7. Aktual/risiko tinggi defisit neurologis
b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi
8. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksi,
mual, muntah
9. Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik
secara umum
10. Kecemasan b.d prognosis penyakit,
ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
7.
Intervensi
Rencana
keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari
penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko komplikasi.
Diagnose
|
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Tujuan : defisit volume cairan dapat teratasi
Kriteria evaluasi :
-
Klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit
normal, TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari
Laboratorium :
nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/Kreatinin menurun
|
1.
Monitoring status
cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output)
2.
Auskultasi TD dan
timbang berat badan.
3.
Programkan untuk
dialysis.
4.
Kaji warna kulit,
suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
5.
Kolaborasi
Pertahankan pemberian cairan secara intravena
|
1. Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan
dari keadaan status cairan Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya
produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari
karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
2. Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik.
Perubahan berat badan sebagai parameter dasar terjadinya defisit cairan.
3. Program dialisis akan mengganti fugnsi ginjal
yang terganggu dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh.
4. Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan
tahanan perifer.
5. Jalur yang paten penting untuk pemberian
cairan secara cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan
output cairan
|
|
Tujuan:tidak terjadi perubahan pola napas
Kriteria evaluasi:
-
Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit.
-
Pemeriksaan gas arteri pH 7.40 ± 0,005, HCO, 24 ± 2 mEq/L, dan PaCO, 40
mmHg
|
1.
Kaji faktor
penyebab asidosis metabolic.
2.
Monitor ketat TTV.
3.
Istirahatkan klien
dengan posisi fowler.
4.
Ukur intake dan
output.
Manajemen lingkungan :
5.
lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Kolaborasi
6.
Berikan cairan
ringer laktat secara intravena.
7.
Berikan
bikarbonat.
8.
Pantau data
laboratorium analisis gas darah berkelanjutan
|
1.
Mengeidentifikasi
untuk mengatasi penyebab dasar dari asidosis metabolic.
2.
Perubahan TTV akan
memberikan dampak pada risiko asidosis yang bertambah berat dan berindikasi
pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis
3.
Posisi fowler akan
meningkatkan ekspansi paru optimal istirahat akan mengurangi kerja jantung,
meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.
4.
Penurunan curah
jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan
penurunan urine output.
5.
Lingkungan tenang
akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan O2 ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di ruangan.
6.
Larutan IV ringer
laktat biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis
metabolik dengan selisih anion normal, serta kekurangan volume ECF yang
sering menyertai keadaan ini.
7.
Kolaborasi
pemberian bikarbonat. Jika penyebab masalah adalah masukkan klorida, maka
pengobatannya adalah ditujukan pada menghilangkan sumber klorida.
8.
Tujuan intervensi
keperawatan pada asidosis metabolik adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke
batas yagn aman dan menanggulangi sebab-sebab asidosis yang mendasarinya.
Dengan monitoring perubahan dari analisis gas darah berguna untuk menghindari
komplikasi yang tidak diharapkan
|
|
Tujuan:tidak terjadi aritmia
Kriteria :
-
Klien tidak gelisah, tidak mengeluh mual-mual dan muntah
-
GCS 4, 5, 6 tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
-
Klien tidak mengalami defisit neurologis, kadar kalium serum dalam
batas normal
|
1.
Kaji faktor
penyebab dari situasi/keadaan individu dan faktor-faktor hiperkalemi.
Manajemen pencegahan hipokalemia
2.
Beri diet rendah
kalium
3.
Memonitor
tanda-tanda vital tiap 4 jam.
4.
Monitoring ketat
kadar kalium darah dan EKG.
5.
Monitoring klien
yang berisiko terjadi hipokalemi.
6.
Monitoring klien
yang mendapat infus cepat yang mengandung kalium
Manajemen kolaborasif koreksi
hiperkalemi:
7.
Pemberian kalsium
glukonat.
8.
Pemberian glukosa
10%.
9.
Pemberian natrum
bikarbonat.
10.
|
1.
Banyak faktor yang
menyebabkan hiperkalemia dan penanganan disesuaikan dengan faktor penyebab.
2.
Makanan yang
mengandung kalium tinggi yang harus dihindari termausk kopi, cocoa, the, buah
yang dikeringkan, kacang yang dikeringkan, dan roti gandum utuh. Susu dan
telur juga mengandung kalium yang cukup besar. Sebaliknya, makanan dengan
kandungan kalium minimal termasuk mentega, margarin, sari buah, atau saus
cranbeery, bir jahe, permen karet, atau gula-gula (permen), root beer, gula
dan madu.
3.
Adanya perubahan
TTV secara cepat dapat menjadi pencetus aritmia pada klien hipokalemi.
4.
Upaya deteksi
berencana untuk mencegah hiperkalemi.
5.
Asidosis dan
kerusakan jaringan seperti pada luka bakat atau cedera remuk, dapat
menyebabkan perpindahan kalium dari ICF ke ECF, dan masih ada hal-hal lain
yang dapat menyebabkan hiperkalemia. Akhirnya, larutan IV yang mengandung
kalium harus diberikan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya beban kalium
berlebihan latrogenik.
6.
Aspek yang paling
penting dari pencegahan hiperkalemia adalah mengenali keadaan klinis yang
dapat menimbulkan hiperkalemia karena hiperkalemia adalah akibat yang bisa
diperkirakan pada banyak penyakit dan pemberian obat-obatan. Selain itu, juga
harus diperhatikan agar tidak terjadi pemberian infus larutan IV yang
mengandung kalium dengan kecepatan tinggi.
7.
Dilakukan
penghambatan terhadap efek jantung dengan kalsium, disertai redistribusi K+
dari ECF ke ICF. Tiga metode yang digunakan dalam penangan kegawatan dari
hiperkalemia berat (>8 mEq/L atau perubahan EKG yang lanjut)
8.
Kalsium glukonat
10% sebanyak 10 ml diinfus IV perlahan-lahan selama 2-3 menit dengan pantauan
EKG, efeknya terlihat dalam waktu 5 menit, tetapi hanya bertahan sekitar 30
menit.
9.
Glukosa 10% dalam
500 ml dengan 10 U insulin regular akan memindahkan K+ ke dalam
sel; efeknya terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan beberapa jam.
10.
Natrium bikarbonat
44-88 mEq IV akan memperbaiki asidosis dan perpindahan K+ ke dalam
sel; efeknya terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan beberapa jam.
|
|
Tujuan : perfusi jaringan otak dapat tercapai
secara optimal.
Kriteria evaluasi :
-
Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual,
kajang, GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+).
-
Tanda-tanda vital normal (nadi 60-100 kali/menit, suhu : 36-36,70C,
pernapasan 16-20 kali/menit),
-
serta klien tidak
mengalami defisit neurologis seperti : lemas, agitasi, iritabel,
hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi hingga akhirnya timbul koma,
kejang
|
1.
Monitor
tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
2.
Monitor
tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada
hipertensi sistolik.
3.
Bantu klien untuk
membatasi muntah dan batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila
bergerak atau berbalik di tempat tidur.
4.
Anjurkan klien
untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
5.
Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
6.
Monitor kalium
serum
|
1.
Dapat mengurangi
kerusakan otak lebih lanjut.
2.
Pada keadaan
normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik yang dapat
berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan
vaskular serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan
diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan pejralanan infeksi.
3.
Aktivitas ini
dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas
sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek
valsava.
4.
Batuk dan mengejan
dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensial terjadi perdarahan
ulang.
5.
Rangsangan
aktivitas yang meningkatkan dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total
dan ketegangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam
kasusu stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
6.
Hiperkalemi
terjadi dengan asidosis, hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan asidosis dan
perpindahan kalium kembali ke sel.
|
|
Tujuan : perawatan risiko kejang berulang
tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
-Klien tidak
mengalami kejang
|
1.
Kaji dan catat
faktor-faktor yang menurunkan kalsium dari sirkulasi.
2.
Kaji stimulus
kejang.
3.
Monitor klien yang
berisiko hipokalsemi.
4.
Hindari konsumsi
alkohol dan kafein yang tinggi.
Kolaborasi
pemberian terapi
5.
Garam kalsium
parenteral
6.
Vitamin D
7.
Tingkatan masukan
diet kalsium.
8.
Monitor
pemeriksaan EKG dan laboratorium kalsium serum
|
1.
Penting artinya
untuk mengamati hipokalsemia pada klien berisiko. Perawat harus bersiap untuk
kewaspadaan kejang bila hipokalsemia hebat.
2.
Stimulus kejang
pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu tubuh.
3.
Individu berisiko
terhadap osteoporosis diinstruksikan tentang perlunya masukan kalsium diet
yang adekuat; jika dikonsumsi dalam diet, suplemen kalsium harus
dipertimbangkan.
4.
Alkohol dan kafein
dalam dosis yang tinggi menghambat penyerapan kalsium dan perokok kretek
sedang meningkatkan ekskresi kalsium urine
5.
Garam kalsium
parenteral termausk kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium gluseptat.
Meskipun kalsium klorida menghasilkan kalsium berionisasi yang secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan jumlah akuimolar kalsium glukonat,
tetapi cairan ini tidak sering digunakan karena cairan tersebut l ebih
mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan
menginfiltrasi
6.
Terapi vitamin D
dapat dilakukan untuk meningkatkan absorpsi ion kalsium dari traktus GI
7.
Tingkatan masukan
diet kalsium sampai setidaknya 1.000 hingga 1.500 mg/hari pada orang dewasa
sangat dianjurkan (produk dari susu: sayuran berdaun hijau; salmon kaleng,
sadin, dan oyster segar)
8.
Menilai
keberhasilan intervensi
|
8.
Evaluasi
Hasil
yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi adalah sebagai berikut:
1. Defisit volume cairan teratasi
2. Pola napas kembali efektif
3. Tidak terjadi penurunan curah jantung
4. Peningkatan perfusi serebral
5. Tidak terjadi aritmia
6. Tidak terjadi kejang
7. Pasien tidak mengalami defisit neurologis
8. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi
9. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
10. Kecemasan berkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik
dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration
rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan
eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis
akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan
penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.
Menurut Smeltzer (2002)
terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu periode awal,
periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1. Periode awal dengan awitan awal dan
diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Periode oliguria (volume urine kurang
dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dan substansi
yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta
kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan
untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini
gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa
seperti hiperkalemia terjadi.
3. Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus.
Meskipun urine output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih
dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4. Periode penyembuhan merupakan tanda
perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium
akan kembali normal.
3.2. Saran
1. Bagi
Penulis
Setelah
menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
penyebab serta upaya pencegahan penyakit Gagal Ginjal Akut agar terciptanya kesehatan
masyarakat yang lebih baik.
2. Bagi
Pembaca
Diharapkan
agar pembaca dapat mengetahui tentang Gagal Ginjal Akut lebih dalam sehingga dapat mencegah
serta mengantisipasi diri dari penyakit Gagal Ginjal Akut.
3. Bagi
Petugas Kesehatan
Diharapkan
dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Gagal Ginjal Akut
sehingga
dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4. Bagi
Institusi Pendidikan
Dapat
menambah informasi tentang Gagal Ginjal Akut serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap
penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,Arif,dkk.2001.
Kapita Selekta Kedokteran.edisi 3,jilid 1.
Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin,Arif,Kumala
Sari.2011. Askep Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare,
2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.
Wilkinson,Judith M,dkk.2013.Buku Saku Diagnosis
Keperawatan.NANDA,Intervensi NIC,criteria Hasil NOC,edisi 9.Jakarta :EGC
www.google.com.asuhan keperawatan gagal ginjal akut.