PENGKAJIAN
KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN
Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi,
seseorang dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi
dengan seksama dan sistematik mulai dari:
- Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik,
- Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap pasien untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien,
- Pemeriksaan penunjuang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium:
a.
Radiologi atau imaging
b.
Uroflowmetri
Pemeriksaan yang dilakukan untuk
menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu
miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada
pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran
kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
c.
Urodinamika
Merupakan suatu perangkat pemeriksaan
obyektif untuk mengetahui fungsi kandungan kemih dan merupakan pemeriksaan
penunjang yang cukup akurat untuk menentukkan jenis dan penyebab gangguan pada
saluran kemih bagiian bawah, seperti inkontinensia (beser kemih) atau retensio
urin ( kesulitan berkemih ).
Dengan memasukan kateter berisi
transduser untuk mengukur tekanan ke dalam kandung kemih dan rektum. Kateter
tersebut dihubungkan dengan komputer. Kemudian memasukan cairan steril ke dalam
kandungan kemih. Selama fase pengisian tersebut komputer akan memberikan
informasi mengenai tekanan kandung kemih, dan rektum, refleks kandungan kemih
dan kapasitas kandung kemih.
d.
Elektromiografi
Merupakan
tehnik untuk mengevaluasi rekaman aktivitas listrik dari kontraksi yang
dihasilkan oleh otot .
e.
Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal
untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi
laser.
f.
Laparoskopi
Suatu tindakan mini invasive untuk melihat rongga peritoneum. Kondisi seperti miomauteri, endometriosis, infeksi
panggul dan nyeri haid melalui laparoskopi akan mendapatkan keuntungan yang
banyak. Masa pemulihan umumnya hanya berlangsung 2 hari dengan kosmetik luka
yang hanya memerlukan sayatan sekitar 5mm.
A.
Anamnesis
dan Riwayat Penyakit
Anamnesis yang
sistematik mencakup:
(1) Keluhan utama pasien
(2) Riwayat
penyakit lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya
(3) Riwayat
penyakit yang diderita saat ini. Pasien datang ke dokter mungkin dengan
keluhan:
a.
sistemik yang merupakan penyulit
dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala
gagal ginjal, atau demam akibat infeksi
b.
lokal, seperti nyeri, keluhan miksi,
disfungsi seksual, atau infertilitas.
B.
Nyeri
Nyeri yang
disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan
sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut) atau
berupa referred pain (nyari yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit).
Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan
sangat nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ
tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut
dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau
uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.
1.
Nyeri
Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal.
Regangan kapsul ini dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan
edema, pada obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau
pada tumor ginjal.
2.
Nyeri
Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter
karena gerakan peristaltik yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau
corpus alienum lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul
bergantung dari gerakan perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan
pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan
abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti
keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3.
Nyeri
Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis.
Nyeri terjadi akibat overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin
atau terdapatnya inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli
terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria
adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk
pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4.
Nyeri
Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang
mengakibatkan edema kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri
sulit ditentukan, namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal,
perineal, lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti
keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5.
Nyeri
testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa
nyeri primer (yakni berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau
refered pain (berasal dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat
disebabkan oleh toriso testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis
akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis
menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis sering
dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering dianggap disebabkan kelainan
organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel,
hidrokel, maupun tumor testis.
6.
Nyeri
penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid
(tidak ereksi) biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli
buli atau ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung
penis dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans
penis. Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh
penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi
glans).
C.
Keluhan Miksi
Keluhan yang
dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi, obstruksi,
inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria,
nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi hesitansi, harus
mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan menetes serta
masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi
dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.
1.
Gejala Iritasi
Urgensi adalah
rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat hiperiritabilitas dan
hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda asing di dalam
buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli-buli nerogen.
Frekuensi, atau
polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini
paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan karena
produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas buli buli yang menurun.
Nokturia adalah
polaksuria yang terjadi pada malam hari. Pada malam hari, produksi urin
meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dan edema perifer karena
berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia tua juga dapat ditemukan produksi
urine pada malam hari meningkat karena kegagalan ginjal melakukan
konsenstrasi urine.
2.
Gejala
Obstruksi
Normalnya, relaksasi
sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin. Apabila terdapat
obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering
pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah urine keluar,
seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki
pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar
lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih
terasa ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine
(terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya,
akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi
yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar
urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa.
Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan
pancaran kecil, deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3.
Inkontinensia
Urine
Inkontinensia
urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine yang keluar dari
buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat beberapa macam
inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous (urine selalu
keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge
(ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli penuh).
4. Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah
atau sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody
urethral discharge, yaitu adanya perdarahan per uretram yang keluar tanpa
proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan apakah terjadi pada awal miksi
(hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi
(hematuria terminal). Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada
saluran kemih, mulai dari infeksi hingga keganasan.
5. Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang
tercampur dengan udara, dapat terjadi karena adanya fistula antara buli-buli
dengan usus, atau terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida
di dalam urine, seperti pada pasien diabetes mellitus.
6. Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah
adanya darah di dalam ejakulat, biasa ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun.
Kurang lebih 85-90% mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia paling
sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula seminalis. Paling
banyak hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri.
Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi
vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7. Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna
keruh dan berbau busuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
D.
Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan
fisik pada pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan
pemeriksaan urologi. Kalainan-kelainan pada sistem urogenitalia dapat
memberikan manifestasi sistemik, atau tidak jarang pasien-pasien dengan
kelainan di bidang urogenitalia kebetulan menderita penyakit lain. Hipertensi,
edema tungkai, dan ginekomastia merupakan tanda dari kelainan sistem
urogenitalia.
1.
Pemeriksaan
Ginjal
Adanya pembesaran pada daerah
pinggang atau abdomean sebelah atas harus diperhatikan saat melakukan inspeksi
pada daerah ini. Pembesaran ini dapat disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor
pada daerah retroperitonial. Palpasi dilakukan secara bimanual (dengan dua
tangan). Tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal
ke atas, sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Perkusi, yaitu dengan
pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut
kostovertebra.
2.
Pemeriksaan
Buli-buli
Pemeriksaan buli buli harus
memperhatikan adanya benjolan atau jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasiimfisis.
Masa di daerah tersebut dapat merupakan tumor ganas buli buli atau adanya buli
buli yang terisi penuh oleh adanya retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi
dapat ditentukan batas atas buli buli.
3.
Pemeriksaan
genetalia eksterna
Pada inspeksi genetalia eksterna
diperhatikan ada kelainan penis seperti mikropenis, makropensi, hipospadia,
kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis, fistel uretro
kutan, dan tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat dapat menyebabkan fibrosis
korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa
jaringan keras yang dikenal sebagai spongiofibrosis.
4.
Pemeriksaan
skrotum dan isinya
Perhatikan adanya pembesaran pada
skrotum, perasaan nyeri saat diraba, atau adanya hipoplasia pada kulit skrotum
(penurunan
jumlah sel yang nyata dalam jaringan yang mengakibatkan penurunan
jaringan atau organ, akibatnya organ tersebut menjadi kerdil) yang sering
dijumpai pada kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dengan massa
kistus pada isi skrotum dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi pada isi
skrotum.
5.
Colok
dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan
colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk (yang sudah diberikan pelicin) ke
dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan ini, dinilai (1) tonus sfingter ani dan
refleks bulbo-kavernous (BCR), (2) adanya massa di lumen rektum, dan (3)
menilai keadaan prostat. Penilaian refleks bulbo-kavernosus dinilai dengan
merasakan adanya reflek jepitan ani pada jari akibat rangsangan sakit yang
diberikan pada glans penis. Pada wanita yang sudah berkeluarga dapat dilakukan
pula colok vagina untuk menilai kemungkinan adanya kelainan pada alat kelamin
wanita, seperti massa di serviks, darah di vagina, dan massa di buli-buli.
6.
Pemeriksaan
neurologi
Pemeriksaan
neurologi ditujukan mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang
berakibat kelainan pada sistem urogenitalia, seperti lesi motor neuron
atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli buli neurogen.
KATETERISI
A.
Pengertian kateterisasi
1.
Kateter adalah peralatan bedah yang
berbentuk tubuler dan lentur yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh untuk
mengeluarkan atau memasukan cairan.
2.
Chateterization adalah pemasangan
kateter ke dalam saluran atau rongga tubuh.
3.
Kateterisasi
kandung kemih adalah: memasukan selang plastic atau karet melalui uretra ke
dalam kandung kemih. Kateter juga
menjadi alat untuk mengkaji haluaran urine per jam pada klien yang
hemodinamiknya tidak stabil.
B.
Tipe Kateterisasi
1.
Kateter inweling atau intermiten
untuk retensi merupakan dua bentuk insersi kateter. Pada teknik intermiten,
kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan cukup panjang untuk mengeluarkan
urine dari kandung kemih (5-10 menit).
2.
Kateter menetap atau Foley tetap
ditempat untuk periode waktu yang lebih lama sampai klien mampu berkemih dengan
tuntas dan spontan atau selama pengukuran akurat per jam dibutuhkan. Kateter
foley menetap memiliki balon kecil yang dapat digembungkan, yang melingkari
kateter tepat dibawah ujung kateter. Kateter
menetap untuk retensi memiliki dua atau tiga lumen di dalam badan kateter. Satu
lumen mengeluarkan urine melalui kateter ke kantung pengumpul. Lumen kedua membawa air steril ke dan dari
dalam balon saat lumen digembungkan atau dikempeskan. Lumen ketiga dapat
digunakan untuk memasukan cairan atau obat-obatan kedalam kandung kemih. Menentukan
jumlah lumen adalah dengan menghitung jumlah drainase dan tempat injeksi pada
ujung kateter.
3.
Kateter
coude digunakan pada klien pria, yang mungkin mengalami pembesaran prostat,
yang mengobstruksi sebagian ureter. Kateter ini lebih kaku dan lebih
midah terkontrol daripada kateter yang ujungnya lurus.
C.
Indikasi kateterisasi
1.
Kateterisasi Intermiten
§
Meredakan rasa tidak nyaman akibat
distensi kandung kemih, ketentuan untuk menurunkan distensi.
§
Mengambil spesimen urine yang steril.
§
Mengkaji residu urine setelah
pengosongan kandung kemih.
§
Penatalaksanaan jangaka panjang
klien yang mengalami cidera medula spinal, degenerasi neuromuskular, atau
kandung kemih yang tidak kompeten.
2.
Kateterisasi Menetap Jangka Pendek
§
Obstruksi pada aliran urine (mis,
pembesaran prostata).
§
Perbaikan kandung kemih, uretra dan
struktur disekelilingnya melalui pembedahan.
§
Mencegah obstruksi
uretra akibat adanya bekuan darah.
§
Mengukur haluaran ureine padaklien
yang menderita penyakit kritis.
§
Irigasi kandung
kemih secara intermiten.
3.
Kateterisasi Menetap Jangka Panjang
§
Retensi urine yang berat disertai
ISK yang berulang.
§
Ruam kulit, atau luka iritasi akibat
kontak dengan uriene.
§
Penderita penyakit terminal yang
merasa nyeri ketika linen tepat tidur diganti.
D. Pemasangan
Kateter
1.
Pengertian
Memasukan selang karet atau plastic
ke dalam vesika urinaria (kandung kemih) melalui uretra.
2. Tujuan
a.
Menghilangkan distensi kandung
kemih.
b.
Sebagai penatalaksanaan kandung
kemih yang inkompeten.
c.
Mendapatkan spesimen urine steril.
d.
Mengkaji jumlah residu urine, jika
kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan.
3. Indikasi
a.
Diagnostik (secepatnya dilepas)
1.
Mengambil sample urin untuk kultur
urin
2.
Mengukur residu urine
3.
Memasukan bahan kontras untuk
pemeriksaan radiology
4.
Urodinamik
5.
Monitor produksi urine atau balance
cairan
b.
Terapi (dilepas
setelah tujuan dicapai)
1.
Retensi urine
2.
Self interniten
kateterisasi (CIC)
3.
Memasukan obat-obatan
4.
Viversi urine
5.
Sebagai splin
4. Persiapan
a.
Alat
·
Troli kateterisasi steril
·
Sarung tangan steril
·
Sarung tangan bersih
·
Duk steril
·
Pelumas / lubricant
·
Larutan pembersih antiseptic
·
Bola kapas
·
Forsep
·
Kateter straight atau inwelling
·
Spuit yang sudah terisi dengan
larutan untuk menggembungkan balon pada kateter inwelling
·
Wadah atau baskom (biasanya bagian
dasar dari troli)
·
Lampu senter
·
Selang drainase steril dan urine bag
·
Plester
·
Selimut
·
Kantung sampah
·
Handuk mandi
b.
Pasien
1.
Mengucapkan salam terapeutik
2.
Memperkenalkan diri
3.
Menjelaskan pada klien dan keluarga
tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan
4.
Penjelasan yang disampaikan
dimengerti klien/keluarganya
5.
Selama komunikasi digunakan bahasa
yang jelas, sistematis
6.
Klien/keluarga diberi kesempatan
bertanya untuk klarifikasi
7.
Privasi klien selama komunikasi
dihargai
8.
Memperlihatkan kesabaran, penuh
empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan
tindakan
9.
Membuat kontrak (waktu, tempat dan
tindakan yang akan dilakukan)
c.
Prosedur
Pemasangan kateter menetap atau kateter lurus
1)
Tinggikan tempat tidur sampai
ketinggian yang nyaman untuk melakukan pekerjaan
2)
Cuci tangan
3)
Tutup gorden atau bilik ruangan
(untuk menjaga privasi klien)
4)
Posisi perawat menghadap klien,
berdiri di sebelah kiri tempat tidur, jika anda akan menggunakan tangan kanan
(berdiri di sebelah kanan tempat tidur jika anda akan menggunakan tangan kiri).
5)
Atur posisi klien
a.
Wanita
Bantu untuk mengambil posisi dorsal rekumben
(telentang dengan lutut ditekuk). Minta klien untuk merelaksasi paha sehingga
paha dapat dirotasi ke arah luar (tungkai dapat ditopang dengan bantal), atau
posisikan klien dalam posisi berbaring miring (sim) dengan menekuk lututnya,
apabila klien tidak mampu mengambil posisi telentang
b.
Pria
Bantu untuk mengambil posisi dengan paha sedikit
diabduksi
6)
Beri alas pada bokong
7)
Kenakan sarung tangan sekali pakai.
Bersihkan daerah perineum dengan air dan sabun, sesuai kebutuhan, keringkan
8)
Lepas dan buang sarung tangan yang
telah dipakai. Cuci tangan
9)
Posisikan lampu untuk menyinari
daerah perineum (apabila menggunakan senter, minta seorang asisten untuk
memegangnya)
10)
Buka peralatan kateterisasi dan
kateter (apabila dikemas terpisah) sesuai dengan petunjuk penggunaannya
11)
Kenakan sarung tangan steril
12)
Gunakan tangan nondominan untuk
mengekspos meatus uretra
13)
Lakukan desinfektan menggunakan
kapas betadin/iodin dengan pinset secara asepsis
14)
Gunakan gerakan sirkuler untuk
laki-laki dan vulva hygyene untuk wanita
15)
Jauhkan kapas bekas ke dalam bengkok
dari area steril
16)
Pasang duk steril
a.
Wanita
Tempatkan duk pada perineum sehingga labia terlihat
dan pastikan untuk tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi
b. Pria
Tempatkan duk di atas paha tepat di
bawah penis. Angkat duk bolong. Buka lipatan duk dan pasang di atas penis
dengan celah yang bolong ditempatkan di atas penis.
17) Tangan
nondominan memegang penis/ membuka vulva
18)
Oleskan jelly/lubricant disepanjang sisi ujung kateter
a.
Wanita : 2,5 sampai 5 cm
b.
Pria : 7,5 sampai 12,5 cm
19)
Ambil kateter dengan tangan dominan
yang telah mengenakan sarung tangan sekitar 5 cm dari ujung keteter. Pegang
ujung kateter dan lekuk dengan longgar di telapak tangan yang tidak dominan.
Letakan ujung distal kateter di wadah penampang urine (jika kateter belum
dipasang ke saluran atau urine bag)
20)
Insersi kateter
a.
Wanita
Pegang kateter di tangan yang
dominan dan tangan yang tidak dominan melanjutkan tindakan meretraksi labia.
Anjurkan klien untuk nafas dalam, insersi kateter melalui meatus secara
perlahan. (apabila tidak ada urine yang muncul setelah selang diinsersi
beberapa sentimeter, kateter mungkin masuk ke dalam vagina, biarkan di tempat,
kemudian ambil dan insersi kateter lain kemudian lepaskan kateter yang pertama.
Masukkan kateter sekitar 5 sampai
7,5 cm pada orang dewasa, 2,5 cm pada anak, atau sampai urine keluar. Apabila
menginsersi kateter menetap, masukkan lagi 5 cm setelah urine keluar. Apabila
ada tahanan, jangan memaksa kateter untuk masuk.
b.
Pria
Tinggikan penis ke posisi
perpendicular terhadap tubuh klien dan berikan sinar ke arah atas penis yang
telah ditarik.
Anjurkan klien untuk mengedan ke
bawah seperti pada saat berkemih, insersi kateter melalui meatus secara
perlahan.
Masukkan kateter 17,5 sampai 22,5 cm
pada orang dewasa, 5 sampai 7,5 cm pada anak kecil, atau sampai urine keluar.
Apabila ada tahanan, tarik kateter dan jangan memaksanya masuk ke uretra.
Apabila menginsersi kateter menetap, masukan lagi sepanjang 5 cm setelah urine
keluar
21)
Isi balon dengan air steril sejumlah
yang tertera pada kateter
22)
Tarik kateter sampai ada tahanan
23)
Buka sarung tangan
24)
Fiksasi kateter kebawah abdomen
untuk pria atau paha depan wanita
25)
Menempatkan urine bag dengan dengar
26)
Bantu klien pada posisi yang nyaman
27)
Kumpulkan alat-alat disposibel
kemudian cuci tangan
28)
Evaluasi: tanggal, jam, ukuran,tipe
kateter, jumlah dan deskripsi urin
IRIGASI KATETER
A. Pengertian
Ø Pencucian
kateter urine untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan larutan
steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat
terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta
menyebabkan urine tetap berada di tempatnya.
Ø Memasukan
larutan kedalam kandung kemih untuk membersihkan atau memasukan obat. Tujuan:
memberikan larutan kedalam kandung kemih; membersihkan atau memasukan obat
kedalam kandung kemih. kebijakan : dilakukan pada pasien
B. Tujuan
1.
Untuk mempertahankan kepatenan
kateter urine
2.
Mencegah terjadinya distensi kandung
kemih karena adanya penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
3.
Untuk membersihkan kandung kemih
4.
Untuk mengobati infeksi lokal
C. Persiapan
Alat :
·
Latutan irigasi steril (sesuai yang
diresepkan dokter)
·
Selang irigasi (dengan atau tanpa konektor-
Y)
·
Pole IV
·
Kapas antiseptic
·
Wadah metric
·
Konektor Y
·
Selimut mandi
(tidak harus)
·
Sarung tangan
Prosedur :
1.
Kaji program dokter untuk tipe
irigasi dan larutan irigasi yang digunakan
2.
Kaji warna urine dan adanya lendir
atau sedimen
3.
Tentukan tipe kateter yang akan
dipasang
a.
Tiga lumen (satu lumen untuk
menggembungkan balon, satu lumen untuk memasukkan larutan irigasi, dan satu
lumen untuk aliran keluar urine)
b.
Dua lumen (satu lumen untuk
menggembungkan balon, satu lumen untuk aliran keluar urine)
4.
Menentukan kepatenan selang
drainase. Dipastikan bahwa selang drainase tidak tergulung, diklem dengan cara
yang tidak tepat, atau tertekuk di bawah ketinggian kandung kemih
5.
Mengkaji jumlah urine didalam
kantung drainase
6.
Mengumpulkan peralatan dan
perlengkapan yang dibutuhkan
a. Metode
intermitten tertutup
(1) Larutan irigasi
steril pada suhu ruangan
(2) Wadah yang
memiliki ukuran
(3) Spuit steril
dengan berkapasitas 30 sampai 50 ml
(4) Jarum steril
dengan ukuran 19 sampai 22,1 inci
(5) Swab antiseptik
(6) Klem untuk
kateter atau selang
(7) Selimut mandi
b. Metode kontinu
tertutup
(1) Larutan irigasi
steril , sesuaikan suhu dalam kantung dengan suhu ruangan
(2) Selang irigasi
dan klem (dengan atau tanpa penghubung Y)
(3) Tiang IV
(4) Swab antiseptik
(5) Penghubung Y
(pilihan)
(6) Selimut mandi
c. Metode terbuka
(1) Set irigasi
steril disertai troli/ penampangnya
(2) Bulb spuit atau
spiut tipe piston berkapasitas 60 ml
(3) Basin penampung
yang steril
(4) Duk kedap air
(5) Wadah larutan
yang steril
(6) Swab antiseptik
(7) Sarung tangan
steril
(8) Sesuaikan
larutan irigasi pada suhu ruangan
(9) Plester atau
pita elastis untuk memfiksasi kembali kateter
(10)
Selimut mandi
7.
Jelaskan prosedur dan tujuan kepada
klien
8.
Cuci tangan dan kenakan sarung
tangan untuk metode tertutup
9.
Berikan klien privasi dengan menarik
gorden tempat tidur. Lipat kain yang menutupi kateter sehingga kateter
terpapar. Tutupi bagian atas pinggang klien dengan selimut mandi.
10.
Kaji abdomen bagian bawah untuk
melihat adanya distensi kandung kemih
11.
Posisikan klien pada posisi dorsal
rekumben atau telentang
12.
Irigasi intermitten tertutup
a.
Siapkan larutan irigasi steril
sesuai program di dalam gelas ukur
b.
Masukkan larutan steril ke dalam
spuit dengan menggunakan teknik aseptik
c.
Injeksikan cairan secara perlahan ke
dalam kateter dan ke dalam kandung kemih
d.
Lepaskan spuit,
klem, dan biarkan larutan mengalir ke dalam kantung drainase urine.
13.
Irigasi kontinu tertutup
a.
Dengan menggunakan teknik aseptik,
masukkan ujung selang irigasi steril ke dalam kantung larutan irigasi
b.
Tutup klem pada selang dan gantung
kantung larutan irigasi pada tiang IV
c.
Buka klem dan biarkan larutan
mengalir melalui selang, pertahankan ujung selang tetap steril. Tutup klem.
d.
Bersihkan porta irigasi pada kateter
berlumen tiga atau sambungkan penghubung-Y yang steril ke kateter berlumen dua
dan kemudian sambungkan ke selang irigasi
e.
Pastikan bahwa kantung drainase dan
selang terhubung dengan kuat ke pintu masuk darinase pada keteter berlumen tiga
atau ke sambungan lain pada penghubung-Y
f.
Untuk aliran yang intermitten, klem
selang sistem drainase, buka klem selang irigasi dan biarkan cairan yang
diprogramkan mengalir memasuki kandung kemih (100 ml adalah jumlah yang normal
pada orang dewasa). Tutup klem selang irigasi dan kemudian buka klem selang
drainase
g.
Untuk irigasi kontinu, hitung
kecepatan tetesan larutan irigasi dan kemudian kemudian atur klem pada selang
sistem irigasi dengan tepat. Pastikan bahwa klem pada selang darinase terbuka
dan periksa volume drainase di dalam kantung drainase. Pastikan bahwa selang
drainase paten dan hindari melekuknya selang.
14.
Irigasi terbuka
a. Buka penampang
irigasi yang steril, bentangkan area yang steril, tuangkan larutan steril yang
dibutuhkan ke dalam wadah steril dan letakkan kembali tutup wadah larutan yang
besar
b.
Kenakan sarung tangan steril
c.
Letakkan duk kedap air steril di bawah kateter
d. Aspirasi 30 ml
larutan ke dalam spuit irigasi steril
e.
Pindahkan baskom pengumpul steril ke dekat paha klien
f. Lepaskan
kateter dari selang drainase sehingga urine dapat mengalir ke dalam baskom
pengumpul steril. Tutup ujung selang drainase dengan tutup pelindung yang
steril. Letakkan selang ini di tempat yang aman
g. Insersi ujung
spuit ke dalam lumen kateter dan masukkan larutan secara perlahan
h. Lepaskan spuit,
rendahkan kateter, dan biarkan larutan mengalir keluar ke dalam baskom. Ulangi
memasukkan larutan dan keluarkan lagi beberapa kali sampai cairan drainase menjadi
jernih.
i. Apabila larutan
tidak kembali, minta klien untuk berbaring miring dengan posisi tubuh menghadap
Anda. Apabila upaya mengubah posisi tidak juga membantu, masukkan kembali spuit
dan aspirasi larutan dengan perlahan
j. Setelah irigasi
selesai dilakukan, lepaskan penutup pelindung dari selang, bersihkan
ujungnya dengan swab alkohol ( atau larutan yang direkomendasikan lembaga), dan
pasang kembali sistem drainase
15. Letakkan kembali kateter ke tubuh klien dengan
menggunakan plester atau pita elastic
16. Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
17. Rendahkan tempat tidur sampai posisi terendah
18. Kumpulkan perlengkapan yang terkontaminasi, lepas
sarung tangan, kemudian cuci
tangan.
19. Hitung cairan yang digunakan untuk mengirigasi
kandung kemih dan kateter dan kurangi dari volume total drainase yang dialirkan
keluar
20. Evaluasi: Kaji karakteristik haluaran urine:
viskositas, warna dan adanya materi (mis., sedimen, bekuan darah)
21. Catat tipe dan jumlah larutan yang digunakan
sebagai bahan irigasi, jumlah bahan yang kembali sebagai darinase, dan
karakteristik drainase tersebut
PERAWATAN NEFROSTOMI
A. Pengertian
Nefrostomi
merupakan suatu tindakan diversi urine menggunakan tube, stent, atau kateter
melalui insisi kulit, masuk ke parenkim ginjal dan berakhir di bagian pelvis
renalis atau kaliks. Nefrostomi biasanya dilakukan pada keadaan obstruksi urine
akut yang terjadi pada sistem saluran kemih bagian atas, yaitu ketika terjadi
obstruksi ureter atau ginjal.
B. Fungsi
Beberapa fungsi nefrostomi, sebagai
berikut :
1. Melarutkan
dan mengeluarkan batu ginjal
2. Membantu
prosedur endourologi, yaitu pemeriksaan saluran kemih atas.
3. Membantu
penegakkan diagnosa obstruksi ureter, filling defects, dan kelainan lainnya
melalui radigrafi antegrad.
4. Memasukkan
obat-obatan kemoterapi ke dalam sistem pengumpul ginjal.
5. Memberikan
terapi profilaksis kemoterapi setelah reseksi pada tumor ginjal.
C. Jenis Nefrostomi
Nefrostomi dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu :
1. Nefrostomi terbuka
Cara ini
merupakan cara klasik, terdapat dua macam teknik, yaitu bila korteks masih
tebal dan korteks sudah tipis. Bila kortek masih tebal ginjal dibebaskan sampai
terlihat pelvis dan Folley kateter no 20 dimasukkan kedalam pyelum melalui
pelvis renalis.
Bila kortek
sudah tipis Folley kateter lanngsung dimasukkan melalui sayatan pada kortek.
2. Nefrostomi perkutan
Nefrostomi
perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal
dengan bantuan fluoroskopi. Syarat dilakukannya nefrostomi perkutan sebagai
berikut, ginjal teraba dari luar, kortek tipis dan tidak gemuk.
D. Indikasi Dan Kontraindikasi
Indikasi dilakukannya nefrostomi:
1.
Pengalihan urine sementara yang
berhubungan dengan adanya obstruksi urin sekunder terhadap kalkuli
2.
Pengalihan urine dari sistem
pengumpul ginjal sebagai upaya penyembuhan fistula atau kebocoran akibat cedera
traumatik atau iatrogenik, fistula ganas atau inflamasi, atau sistitis
hemoragik
3.
Pengobatan uropathy obstruktif
nondilated
4.
Pengobatan komplikasi yang
berhubungan dengan transplantasi ginjal
5.
Pengobatan obstruksi saluran kemih
yang berhubungan dengan kehamilan
6.
Memberikan akses untuk intervensi
seperti pemberian substansi melalui infus secara langsung untuk melarutkan
batu, kemoterapi, dan terapi antibiotik atau antifungi
7.
Memberikan akses untuk prosedur lain
(misalnya penempatan stent ureter antegrade, pengambilan batu, pyeloureteroscopy,
atau endopyelotomy)
8.
Dekompresi kumpulan cairan nephric
atau perinephric (misalnya abses atau urinomas)
Kontraindikasi dilakukannya
nefrostomi:
1.
Penggunaan antikoagulan (aspirin,
heparin, warfarin)
2.
Gangguan pembekuan darah (hemofilia,
trombositopeni) dan hipertensi tidak terkontrol (dapat menyebabkan terjadinya
hematom perirenal dan perdarahan berat renal)
3.
Terdapat nyeri yang tidak dapat
diatasi pada saat tindakan nefrostomi
4.
Terjadi asidosis metabolik berat
5.
Penyakit yang progresif meskipun
sedag dalam terapi
6.
Memiliki masalah/komorbiditas yang
potensial membahayakan jiwa
7.
Status performance dengan scoring
ecog/zubord >2, atau karlnofsky <60
8.
Terdapat tanda overload, seperti
oedema paru dan sesak nafas
9.
Terdapat asidosis metabolic yang
berat
10.
Terdapat hiperkalemia
11.
Keadaan-keadaan lain yang
menyebabkan pasien tidak bias diposisikan tengkurap
E.Tehnik Operasi Nefrostomy
1.
Nefrostomi
Terbuka
·
Dengan pembiusan umum,
regional atau lokal.
·
Posisi lumbotomi.
·
Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik.
·
Lapangan pembedahan
dipersempit dengan linen steril.
·
Insisi kulit dimulai dari tepi
bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang 10-15 cm,
diperdalam lapis demi lapis dengan memotong fascia
eksterna, muskulus interkostalis di belakang dan muskulus oblikus
abdominis di depan sampai didapatkan fascia abdominis internus.
Fasia abdominis internus dibuka, kemudian peritoneum disisihkan
dari fascia.
·
Fascia gerota dibuka
sepanjang tepi ginjal.
·
Bila korteks masih tebal:
ginjal harus dibebaskan sampai terlihat pelvis renalis. Pelvis renalis dibuka
dengan sayatan kecil 1-1,5 cm. Klem bengkok dimasukkan melalui sayatan tersebut
ke arah kaliks inferior atau medius menembus korteks sampai keluar ginjal,
kemudian dimasukkan kateter Foley Ch 20 ke dalam pelvis dengan cara dijepitkan
pada klem tersebut. Isi balon kateter dengan air 3-5 cc.
·
Jahit pelvis renalis dengan
jahitan satu-satu dengan benang yang dapat diserap.
·
Bila korteks sudah sangat
tipis: korteks langsung dibuka dengan sayatan 1-1,5 cm dan langsung dimasukkan
kateter Foley Ch 20 atau 22. Sedapat mungkin ujung kateter berada di dalam
pyelum. Isi balon kateter dengan air 3-5 cc.
·
Buat jahitan fiksasi matras
atau kantong tembakau pada tempat keluar kateter (pada dinding ginjal) dengan
benang yang dapat diserap.
·
Keluarkan pangkal kateter
melalui insisi pada kulit, terpisah dari luka operasi, dan difiksasi.
·
Pasang drain vakum perirenal.
·
Tutup lapangan operasi
lapis demi lapis dengan jahitan situasi.
2.
Nefrostomi
Perkutan
·
Dilakukan dengan alat fluoroskopi.
·
Dengan pembiusan umum,
regional atau lokal.
·
Posisi pronasi, perut sisi
yang sakit diganjal bantal tipis.
·
Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik.
·
Lapangan pembedahan
dipersempit dengan linen steril.
·
Dilakukan pungsi ke arah
ginjal, bila yang keluar urin, masukkan kontras secukupnya sehingga tampak
gambaran sistem kolekting di monitor. Bila perlu lakukan pungsi kedua ke arah
yang lebih tepat (biasanya kaliks inferior atau medius).
·
Mandrin (isi jarum pungsi
bagian dalam) dikeluarkan, masukkan kawat penuntun (guide wire) ke dalam
bungkus (sheath) jarum pungsi.
·
Lakukan dilatasi dengan
dilator khusus, masukkan kateter Foley Ch 20 dengan tuntunan kanula khusus.
Kembangkan balon kateter dengan air 5-10 cc.
·
Fiksasi kateter dengan kulit.
F. Komplikasi
1. Perforasi
sistem pengumpul terjadi biasanya selama 48 jam setelah pemasangan tube
nefrostomi
2. Efusi pleura, hidrothorax,
pneumothorax
3. Perdarahan akut
4. Ekstravasasi
5. Trauma
periorgan, seperti perforasi usus besar, trauma hepar, limpa
6. Perdarahan masiv
yang memburukkan transfusi, operasi, atau embolisasi
7. Hematuria
mikroskopis (umum)
8. Nyeri (umum)
G. PROSEDUR PERAWATAN NEFROSTOMI
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
I. Untuk petugas
- Pakai baju khusus (lood jas/apron)
- Bila tidak perlu jangan berada dalam
kamar operasi
- Pakai dosimeter (bila tersedia)
2. Untuk penderita
-Patasi ekspos dengan sinar rontgen
seminimal mungkin
-Gunakan C-arm dengan memori
II. Indikasi
a.
Obstruksi akut atau kronik pada
upper urinary tract
b.
Peningkatan kreatinin yang tinggi
dan urine tidak dapat keluar dari
melalui ureter
c.
Gangguan pada pelvis renalis
III. Perawatan
Nefrostomi
a.
Monitor tanda vital secara berkala untuk
mengevaluasi terjadinya kehilangan darah
yang terus berlangsung atau untuk menilai timbulnya komplikasi sepsis pada
pasien beresiko
b.
Untuk nefrostomi dengan indikasi pionefrosis,
abses (infeksi), maka pemberian antibiotika sejak sebelum tindakan , diteruskan
dengan pedoman:
1.
Jenis antibiotika berdasarkan hasil kultur dan
antibiogram
2.
Bila belum ada kultur dan antibiogram :
I.
Kombinasi ampisilin atau derivatnya dan
aminoglikosida
II. Cefalosforin generasi III
untuk kasus gagal ginjal Bila tidak ada infeksi, cukup diberikan obat golongan
nitrofurantoin atau asam nalidisat perioperatif
c.
Observasi tanda-tanda infeksi
d.
Perhatikan selang neprostomi jangan
sampai tersumbat
e.
Spool neprostomi dengan cairan (Aqua
steril,NACL, Revanol, betadin 1 %), cairan maksimal 20 cc. Spool dilakukan
secara pelan-pelan- Bila lancar urin akan menetes secara terus-menerus/konstan
f.
Perhatikan kateter / pipa drainage,
jangan sampai buntu karena terlipat, dll.
g.
Perhatikan dan catat secara terpisah
produksi cairan dari nefrostomi.
h.
Usahakan diuresis yang cukup.
i.
Periksa kultur urin dari nefrostomi
secara berkala.
j.
Hematuria, yang umumnya terjadi pada pasien ynag
dilakukan nefrostomi, harus berkurang secara bertahap setelah 24jam
k.
Bila ada boleh spoelling dengan
larutan asam asetat 1% seminggu 2x
l.
Kateter diganti setiap lebih kurang
2 minggu. Bila nefrostomi untuk jangka lama pertimbangkan memakai kateter
silikon.
m. Pelepasan
kateter sesuai indikasi.
n.
Pelepasan drain bila dalam 2 hari
berturut-turut setelah pelepasan kateter produksinya < 20 cc/24 jam.
o.
Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari
pasca operasi.
H. MONITORING DAN FOLLOW UP PENDERITA
Managemen postprosedural dan tinjak
lanjut yang bisa dilakukan:
Ø Bed rest selama
4 jam
Ø Melanjutkan
diet yang disarankan untuk postprosedural
Ø Pemeriksaan
tanda-tanda vital setiap 30 menit selama 4 jam pertama postrosedural dan kemudian
dilakukan setiap shift
Ø Terapi
antibiotik jika diidentifikasi ataupun diduga terjadi infeksi
Ø Pembilasan
kateter dengan 5 ml larutan NaCl isotonik bakteriostatik kemudian diaspirasi
setiap 6-12 jam
Ø Pantau output
urine
PERAWATAN SISTOSTOMY
A.
Pengertian
sistostomi adalah tindakan operasi
untuk membuka dinding vesica urinaria. sistostomi berarti penyayatan pada
dinding vesica urinaria yang berfungsi untuk mengetahui bagian dalam vesica
urinaria. Operasi sistostomy dilakukan dengan membuka
abdomen dibagian ventral kemudian membuka vesica urinaria (kandung kemih).
B.
Indikasi
1.
Kegawatan Urologi, mis : fraktur
pelvis
2.
Disfungsi bladder pada multiple
sklerosis
3.
Memperbaiki kerusakan pada saluran
urine
4.
Mendiagnosa tumor vesica urinaria
5.
Memperbaiki ureter ektopik dan
rupture kandung kemih
6.
Untuk membantu diagnosis
sulit-untuk-mengobati infeksi saluran kemih
C.
Tehnik Operasi sistostomi
1.
Sistostomi
Trokar
a)
Posisi terlentang
b)
Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik.
c)
Lapangan pembedahan dipersempit
dengan linen steril.
d)
Dengan pembiusan lokal secara
infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang akan di insisi.
e)
Insisi kulit di garis tengah
mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 1 cm. Insisi
diperdalam lapis demi lapis sampai linea alba.
f)
Trokar set, dimana kanula dalam
keadaan terkunci pada “Sheath” ditusukkan melalui insisi tadi ke
arah buli-buli dengan posisi telentang miring ke bawah.
Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar
15-30%.
g)
Telah masuknya trokar ke dalam
buli-buli ditandai dengan
1)
Hilangnya hambatan pada trokar
2)
Keluarnya urin melalui lubang pada
canulla
3)
Trokar terus dimasukkan
sedikit lagi.
4)
Secepatnya canulla dilepaskan
dari “Sheath”nya dan secepatnya pula kateter Foley, maksimal Ch
20, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari “sheath” yang
masih terpasang.
5)
Segera hubungkan pangkal kateter
dengan kantong urin dan balon kateter dikembangkan dengan air sebanyak kurang
lebih 10 cc.
6)
Lepas “sheath” dan kateter
ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding buli-buli.
7)
Insisi ditutup dengan kasa steril,
kateter difiksasi ke kulit dengan plester.
2. Sistostomi Terbuka
a)
Posisi terlentang
b)
Desinfeksi lapangan pembedahan
dengan larutan antiseptik.
c)
Lapangan pembedahan dipersempit
dengan linen steril.
d)
Dengan pembiusan lokal secara
infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang akan di insisi.
e)
Insisi kulit di garis tengah
mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 10 cm. Disamping
itu dikenal beberapa macam irisan yaitu transversal menurut
Cherney. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fascia anterior muskulus
rektus abdominis. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea
alba.
f)
Sisihkan lipatan peritoneum diatas
buli-buli keatas, selanjutnya pasang retraktor.
g)
Buat jahitan penyangga di sisi kanan
dan kiri dinding buli.
h)
Lakukan tes aspirasi buli dengan
spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat irisan di tempat titik aspirasi tadi
lalu perlebar dengan klem.
i)
Setelah dilakukan eksplorasi dari
buli, masukkan kateter Foley Ch 20-24.
j)
Luka buli-buli ditutup kembali
dengan jahitan benang chromic catgut.
k)
Bila diperlukan diversi suprapubik
untuk jangka lama maka dinding buli digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit
dinding buli-buli pada otot rektus kanan dan kiri.
l)
Jahit luka operasi lapis demi lapis.
m) Untuk mencegah
terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan juga dilakukan
penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.
n)
D.
Komplikasi
1.
Perdarahan
2.
Infeksi post-opersai
3.
Haluaran urine yang tidak terkontrol
4.
Dehisensi (terbukanya luka kembali)
LATIHAN PENGEMBALIAN FUNGSI OTOT KEMIH
(kegel exercise)
A. Pengertian
Ø Kegel exercise merupakan
suatu bentuk kegiatan fisik yang memberikan pengaruh baik terhadap tingkat
kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Intensitas
latihan yang dilakukan dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat untuk menurunkan gangguan
pemenuhan kebutuhan eliminasi urin.
B. Tujuan
kegel exercise
v Untuk meningkatkan tonus otot
kandung kemih dan kekuatan otot dasar panggul serta sfingter uretra agar dapat
tertutup dengan baik
v Untuk meningkatkan efisiensi
serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
v Untuk meningkatkan aliran
darah ke ginjal
v Untuk memperpanjang interval
waktu berkemih sehingga lansia dapat menahan untuk berkemih sebelum waktunya
v Untuk wanita dapat mencegah prolaps
uteri (turunnya rahim)
v Untuk pria berguna untuk
mengatasi urge incontinence yaitu keinginan berkemih yang sangat kuat
sehingga tidak dapat mencapai toilet tepat pada waktunya.
C. Metode
kegel exercise
Ø Berdiri atau duduk dengan
kaki terbuka.
Ø Kontraksikan atau pejamkan
rektum, uretra dan vagina lalu tahan dengan hitungan detik (3-5dtk).
Ø Lakukan setia kontrasi 10 kali
dengan frekuensi 5 kali sehari.
Ø Anjurkan klien untuk mencoba
memulai dengan membuang air senidan menghentikan laju urine pada pertengahan.
0 komentar:
Posting Komentar