BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR
BELAKANG
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa
merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab
yang sangat bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa
pada area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam
konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai
tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi dalam bentuk
stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang
dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu.
Dari sini kemudian baru menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif
atau maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa
memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa
dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang
dalam bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa
berbeda dengan pandangan model social, model perilaku, model eksistensial,
model medical, berbeda pula dengan model stress – adaptasi. Masing-masing model
memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa, antara lain dengan
menggunakan pendekatan berdasarkan terapi modalitas dan terapi komplementer.
Perawat
secara holistik harus bisa mengintegrasikan prinsip mind-body-spirit dan
modalitas (cara menyatakan sikap terhadap suatu situasi) dalam kehidupan
sehari-hari dan praktek keperawatannya. Terapi komplementer menjadi salah satu
cara bagi perawat untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan
menggunakan diri sendiri sebagai alat atau media penyembuh dalam rangka
menolong orang lain dari masalah kesehatan. Terapi komplementer digunakan
bersama-sama dengan terapi medis conventional.
Sebenarnya
terapi komplementer telah banyak ada di Indonesia, hanya saja peran perawat
belum begitu terlihat. Oleh karenanya makalah ini dibuat (disusun).
1.2. TUJUAN
PENULISAN
A.
Tujuan
umum
Adapun
tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang terapi modalitas
dan terapi komplementer
B.
Tujuan
khusus
Tujuan khusus dari makalah
ini adalah untuk mengetahui:
ü Pengertian terapi modalitas,
ü Jenis-jenis terapi modalitas,
ü Definisi terapi komplementer,
ü Jenis-jenis terapi komplementer.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 TERAPI
MODALITAS
A. Pengertian
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan
jiwa. Terapi ini di berikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku
maladaptif menjadi perilaku adaptif. Terapi modalitas mendasarkan potensi yang
dimiliki pasien (modal-modality) sebagai titik tolak terapi atau
penyembuhannya. Tapi terapi ini bisa dipakai untuk terapi keperawatan keluarga.
B. Jenis-jenis terapi modalitas
Ada beberapa
jenis terapi modalitas, antara lain:
1) Terapi
Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapi dengan seorang
klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien
untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang
disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis
(terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku
klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar
klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga
diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
Ø Tahapan orientasi
Ø Tahapan kerja
Ø Tahapan terminasi
Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai
interaksi dengan klien. Yang pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah
membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia mengekspresikan segala
masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut
sepanjang berhubungan dengan perawat. Setelah klien mempercayai perawat,
tahapan selanjutnya adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi
latar belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga
penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan kesepakatan
antara perawat dan klien untuk menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam
hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Perawat melakukan intervensi keperawatan setelah klien
mempercayai perawat sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien
melakukan eksplorasi diri. Klien mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu
perawat tidak hanya memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi harus
memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat menceritakan masalahnya. Dalam
fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan pemahaman tentang siapa
dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta didorong untuk berani mengambil
risiko berubah perilaku dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif.
Setelah kedua pihak (klien dan perawat) menyepakati bahwa
masalah yang mengawali terjalinnya hubungan terapeutik telah mereda dan lebih
terkendali maka perawat dapat melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan
lain untuk melakukan terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik, terjadi
peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang lebih penting adalah
tujuan terapi telah tercapai.
2) Terapi
Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit
dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh
dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas
dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan,
dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi yang
bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-peraturan yang harus
ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan belajar bagaimana berinteraksi
dengan orang lain. Perawat juga mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan,
meningkatkan harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di
mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan ini adalah
memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang diciptakan melalui belajar
kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari lingkungan rumah sakit ke
lingkungan rumah tinggalnya.
3) Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan
pada model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini
berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa gangguan jiwa murni
adalah gangguan pada jiwa semata, tidak mempertimbangkan adanya kelaianan
patofisiologis. Tekanan model medical adalah pengkajian spesifik dan
pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya
akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.
Ada beberapa jenis terapi somatic gangguan jiwa meliputi:
pemberian obat (medikasi psikofarmaka), intervensi nutrisi,electro convulsive
therapy (ECT), foto terapi, dan bedah otak. Beberapa terapi yang sampai
sekarang tetap diterapkan dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi
psikoaktif dan ECT.
4) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang diterapkan
adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan
mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor
tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan
berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan adalah
membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini, harapan-harapan, dan
kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:
Ø Mengembangkan pola berfikir yang
rasional. Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan
gangguan perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan
informasi yang actual.
Ø Membiasakan diri selalu menggunakan
pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari
distorsi pikiran.
Ø Membentuk perilaku dengan pesan
internal. Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.
Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan
untuk mensubstitusi pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan
memodifikasi percakapan diri negatif.
5) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi
keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran
utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan
diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap
munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terleih dahulu masing-masing
anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa
kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari
solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1
(perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan
klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga diidentifikasi,
dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase kedua atau fase kerja
adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat sebagai terapis berusaha mengubah
pola interaksi di antara anggota keluarga, meningkatkan kompetensi
masing-masing individual anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam
keluarga, peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di
fase terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini
dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul.
Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang berkesinambungan.
6) Terapi
Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang
dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien
secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran diri klien,
meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive.
Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri tahap terminasi.
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga
disebut sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa
yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan untuk apa
aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini adalah sebagai
model peran dengan cara mengusulkan struktur kelompok, meredakan ansietas yang
biasa terjadi di awal pembentukan kelompok, dan memfasilitasi interaksi di
antara anggota kelompok. Fase permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.
Di fase kerja terapi membantu klien untuk mengeksplorasi isu
dengan berfokus pada keadaan here and now. Dukungan diberikan agar
masing-masing anggota kelompok melakukan kegiatan yang disepakati di fase
permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti dari terapi
kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan kegiatan untuk mencapai
target perubahan perilaku dengan saling mendukung di antara satu sama lain
anggota kelompok. Setelah target tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan
maka diakhiri dengan fase terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi
dan dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat adalah
mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan balik, dukungan, serta
bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang ada. Akhir dari terapi kelompok
adalah mendorong agar anggota kelompok berani dan mampu menyelesaikan masalah
yang mungkin terjadi di masa mendatang.
7) Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa
perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat
dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang
digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
Ø Role model
Ø Kondisioning operan
Ø Desensitisasi sistematis
Ø Pengendalian diri
Ø Terapi aversi atau releks kondisi
Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan
memberi contoh perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat contoh klien
mampelajari melalui praktek dan meniru perilaku tersebut. Teknik ini biasanya
dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan dan desensitisasi.
Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana
terapis memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang positif yang
telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan umpan balik positif yang
didapat maka perilaku tersebut akan dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien.
Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung ke kamar mandi untuk mandi,
perawat memberikan pujian terhadap perilaku tersebut. Besok pagi klien akan
mengulang perilaku segera mandi setelah bangun tidur karena mendapat umpan
balik berupa pujian dari perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau
penghargaan bagi perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.
Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik
desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap sesuatu
stimulus atau kondisi dengan secara bertahap memperkenalkan/memaparkan pada
stimulus atau situasi yang menimbulkan kecemasan tersebut secara bertahap dalam
keadaan klien sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus makin
meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut. Hasil
akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau kecemasannya akan
stimulus tersebut.
Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien
dapat dilatih dengan teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah
berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata positif. Apabila ini
berhasil maka klien sudah memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku yang
lain sehingga menghasilkan terjadinya penurunan tingkat distress klien
tersebut.
Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi
penguatan negatif. Caranya adalah dengan memberi pengalaman ketidaknyamanan
untuk merusak perilaku yang maladaptive. Bentuk ketidaknyamanan ini dapat
berupa menghilangkan stimulus positif sebagai “punishment” terhadap perilaku
maladaptive tersebut. Dengan ini klien akan belajar untuk tidak mengulangi
perilaku demi menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku
negatif tersebut.
8) Terapi
Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa
anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada
dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat
perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan
intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat
dengan anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui permainan,
mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya, dan kemudian
menginterpretasikan perilaku anak tersebut.
Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami
depresi, anak yang mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan
(abuse). Bahkan juga terpai bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa yang
mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan klien yang
mengalami penganiayaan.
2.2
TERAPI KOMPLEMENTER
A. Pengertian
Terapi komplementer dan alternatif adalah
terapi dalam ruang lingkup luas meliputi system kesehatan, modalitas, dan
praktek-praktek yang berhubungan dengan teori-teori dan kepercayaan pada suatu
daerah dan pada waktu/periode tertentu. Terapi komplementer adalah
terapi yang digunakan secara bersama-sama dengan terapi lain dan bukan
untuk menggantikan terapi medis. Terapi komplementer dapat digunakan
sebagai single therapy ketika digunakan untuk meningkatkan kesehatan
Dalam hal
pengobatan atau terapi alternative yang digunakan secara tersendiri
menggantikan pengobatan konvensional (kedokteran), maka sebutannya adalah
pengobatan alternative. Sedangkan bila cara pengobatan itu dilakukan bersama
atau sebagai tambahan terhadap pengobatan konvensional, maka sebutannya menjadi
pengobatan komplementer karena kedua cara pengobatan tersebut melengkapi satu
sama lainnya. Sebagai contoh, banyak rumah sakit di china menggunakan akupuntur
untuk mengurangi rasa nyeri selama operasi, menggantikan anestesi (obat bius).
Dalam hal ini akupuntur disebut sebagai penngobatan komplementer.
Alasan yang paling umum orang menggunakan terapi
komplementer adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan/wellness.
Wellness mencakup kesehatan optimum seseorang, baik secara fisik,
emosional, mental dan spiritual. Fokus terapi komplementer
adalah kesejahteraan yang berhubungan dengan tubuh, pikiran dan
spirit. Terapi komplementer bertujuan untuk mengurangi stres, meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, menghindari atau meminimalkan efek samping,
gejala-gejala, dan atau mengontrol serta menyembuhkan penyakit.
B. Jenis–jenis terapi komplementer
1) Akupunktur
Praktik
akupnktur menurut teori ini, Chi (atau Qi, atau ki, atau
energi vital) dan darah bersirkulasi di
dalam tubuh melalui system saluran darah yang disebut meridian, dan
menghubungkan organ-organ internal dengan organ-organ eksternal atau jaringan.
Dengan merangsang titik-titik tertentu pada permukaan tubuh yang terletak di
jalur meridian dengan menggunakan jarum akupunktur atau moksibusi, maka aliran Chi
dan darah bias diatur, dan dengan demikian penyakit yang mengganggu bisa
disingkirkan. Titik yang dirangsang tersebut disebut titik-titik akupunktur
atau Acupoints.
Kedudukan titik-titik akupunktur ada pada sejumlah jalur
Meridian utama. Ada 12 pasang jalur Meridian yang secara sistematis tersebar
pada kedua belahan tubuh (sebelah depan dan belakang), dan 2 jalur meridian
tambahan di sepanjang bagian tengan abdomen dan pnggung. Hingga saat ini telah
diidentifikasi atau ditemukan adanya lebih dari 300 titik akupunktur,
masing-masing dengan fungsi terapeutiknya sendiri. Sebagai contoh, titik Heju
yang terletak diantara tulang metacarpal pertama dan kedua, bisa mengurangi
rasa nyeri di kepala dan mulut. Sehingga titik Shenmen yang terletak di ujung
medial dari pergelangan bisa menimbulkan efek ketenangan.
2) Masase
Hipocrates
pernah menyatakan bahwa “dokter harus berpengalaman dalam banyak hal termasuk dalam memijat”. Pijatan dapat meluruskan
sendi yang terlalu lemas dan melemaskan sendi yang terlalu kuat. Minat memijat
dianggap telah dipengaruhi oleh Metzeger di Belanda dan di Inggris pada abad ke
19 ahli pijat wanita dipekerjakan untuk memberikan terapi masase di bawah intruksi
yang diresepkan oleh dokter. Tahun 1985 perawat dipekerjakan sebagai pemijat
medis. Standar praktek diperkenalkan tahun 1920 oleh “Perkumpulan Pemijat
Terlatih” dan akhirnya menjadi “The Chartered Society of Massage and Medical
Gymnastics” yang dipelopori oleh “Chartered Society of Physiotherapy”.
Seni masase digunakan oleh ahli fisioterapi sebagai metode analisis dan terapi
namun lebih sering digunakan dalam terapi kecantikan dan pengobatan.
Masase
dalam pasien perlu pengkajian secara holistik. Pasien dengan varises vena,
kondisi dengan penyakit jantung, hipertensi, kondisi asmatik akut harus
diidentifikasi dengan jelas. Lingkungan untuk pemijatan harus tenang, hangat, penerangan
memadai, dan alat yang digunakan mudah terjangkau.
Ahli
terapi harus berfokus pada diri mereka sendiri dalam perannya memberikan masase
sebagai mekanisme penyembuhan. Sentuhan harus menjadi medium komukasi dengan interupsi
verbal jika perlu. Masase perlu mengguanakan medium seperti minyak. Gerakan
tangan harus tegas dan menyeluruh. Penguabahan arah menuver masase harus terasa
seperti pijatan lembut dan halus.
Teknik
dasar dalam masase :
Ø Mengurut
Mengurut
adalah gerakan yang lembut, meluncur, dan ritmik yang selalu mengikuti arah
drainase vena menuju ke jantung. Tekanan dapat ringan atau dalam tergantung
tujuannya dan teknik ini baik untuk meningkatkan drainase vena dan limfatik,
meningkatkan sirkulasi, dan fungsi otot. Teknik ini dapat digunakan untuk
mengkaji kondisi kulit, tingkat ketegangan atau relaksasi, dan adanya pembengkakan
dibawah kulit.
Ø Meremas
Teknik
meremas tangan harus tegas karena untuk menggerakan kulit diatas otot, otot
diatas otot atau jaringan diatas jaringan. Tangan diletakan pada posisi datar
dan digerakan dengan arah sirkular baik satu atau berlawanan. Teknik ini
digunakan untuk menghilangkan tegangan.
Ø Memijat
Teknik ini
menggunakan ujung luar telapak tangan untuk membuat gerakan pendek, tajam, dan
gerakan mencincang. Menekan digunakan untuk melemaskan sekresi yang terhambat
dari paru sepeti kistik fibrosis. Tangan digerakan secara bergantian dengan
cara cepat dan berulang-ulang.
Manfaat
dari masase adalah meningkatkan sirkulasi, aktifitas refleks pada sistem saraf
pusat, perifer, dan otonom. Pijatan membantu vena balik dan menghilangkan
sampah yang terakumulasi dalam jaringan. Mengurut dan meremas menstimulasi
sirkulais lokal dan mobilisasi jaringan lunak. Manfaat secara psikologis yaitu
berkaitan dengan timbal balik sentuhan dan proses relaksasi yang berkaitan
dengan masase.
Masase
berguna untuk meningkatkan kesejahteraan individu baik sebagai terapi terpisah
atau pelengkap dalam pengobatan ortodoks. Masase secara klinis dapat digunakan
untuk mengurangi stress dan meningkatkan perbaikan jaringan dan kerusakan otot.
Terapi ini dapat dimasukan dalam aktivitas rutin seperti memandikan ditempat
tidur dan perawaatn daerah tekanan. Masase dapat digunakan sebagai teknik
tersendiri atau dapat dikombinasikan dengan minyak sari yang memberi lingkup
terapeutik.
3) Akupresure
Pada dasarnya Akupresure berarti teknik pijat yang
dilakukan pada titik-titik tertentu di tubuh, untuk menstimulasi titik-titik
energy. Titik-titik tersebut adalah titik-titik akupunktur.Tujuanya adalah agar
seluruh tubuh memperoleh jumlah ‘chi’ yang cukup sehingga terjadi keseimbangan
chi tubuh. ‘Chi’ adalah energy yang mengalir melalui jaringan diberbagai
Meridian tubuh dan cabang-cabangnya.
Akupunktur sering dilakukan dalam perpaduan dengan
moksibusi. Moksibusi adalah proses dimana batang moksa yang terbuat dari daun
moksa kering dibakar, dan dipegang dalam jarak sekitar 2,5 cm diatas kulit
pasien, diatas titik-titik akupunktur tertentu. Tujuan dari prosedur ini adalah
untuk menghangatkan Chi dan darah di saluran Meridian.
4) Brain Gym
Brain gym adalah program yang disusun
berdasarkan pola gerak. Latihan-latihannya menggali kembali pola gerak masa
pertumbuhan yang dilakukan anak-anak secara alamiah, sebagai bagian dari proses
tumbuh kembang mereka ketika masih bebas dari stress. Brain gym dikembangkan berdasarkan himpunan
hasil penelitian selama lebih dari 80 tahun, dari para terapis pendidikan,
optometris pertumbuhan dan para spesialis lain dalam bidang olah gerak,
pendidikan dan pertumbuhan anak-anak.
Konsep dan cara kerja brain gym:
Bayi
dilairkan dengan berbagai respons yang berifat refleks, sebagai stimulus yang akan membantu otaknya dalam
membentuk jalur neural yang vital. Jika bayi tumbuh menjadi anak atau orang
dewasa, akan tetapibayi masih memiliki berbagai refleks, ini pertanda bahwa tahap
awal yang penting dalam pertumbuhan otaknya belum terjadi, telah terhambat atau
bahkan mengalami kemunduran akibat pengalaman-pengalaman yang penuh stress
secara fisik atau pikiran, dan nantinya mengarah ke berbagai masalah yang lebih
serius. Penelitian yang baru mengenai kemampuan otak menunjukan bahwa hubungan
sel-sel otak bisa
diubah. Gerakan atau latihan tubuh tertentu merangsang aspek-aspek tertentu
dari fungsi otak. Dua puluh enam teknik brain gym dirancang untuk mengaktifkan
berbagai fungsi kognitif termasuk komunikasi, komprehensif dan pengorganisasian
informasi.
Manfaat brain gym:
ü Meningkatkan ketrampilan berbicara,
mendengarkan, membaca, menulis dan matematika.
ü Memperbaiki kemampuan konsentrasi
dan daya ingat.
ü Memperbaiki koordinasi tubu dan
gerakan, olahraga, menari dan bermain musik.
ü Membantu meningkatkan kemampuan
dalam menyusun perencanaan dan mencapai tujuan dalam berbagai aspek kehidupan.
ü Teknik melepas ketegangan dan stress
yang mujarab.
ü Meningkatkan rasa percaya diri.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
v Terapi
modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Terapi ini di berikan
dalam upaya mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku
adaptif.
v Hubungan terstruktur dalam terapi
individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya.
Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress)
emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
v Bentuk dari terapi lingkungan adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh
dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas
dan interaksi.
v Dalam terapi lingkungan perawat
harus memberikan kesempatan, dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang
menjadi pribadi yang bertanggung jawab
v Terapi
komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersama-sama
dengan terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis.
v Alasan yang
paling umum orang menggunakan terapi komplementer adalah untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan/wellness yang mencakup kesehatan optimum seseorang, baik
secara fisik, emosional, mental dan spiritual.
3.2 SARAN
ü Kombinasi
terapi modalitas merupakan suatu keharusan. Untuk itu perawat mempunyai peranan
yang sangat penting untuk mengkombinasikan berbagai terapi modalitas sehingga
perubahan perilaku yang dicapai akan maksimal. Untuk mencapai langkah ini tentu
perawat maupun calon perawat dituntut untuk meningkatnya kemampuannya dalam
melaksanakan berbagai pendekatan/strategi terapi modalitas ini.
ü Diharapkan
mahasiswa/i mampu mengetahiui serta dapat mengaplikasikan terapi modalitas dan
terapi komplementer dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
0 komentar:
Posting Komentar