BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang
cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang beratmemperlihatkan morbiditas
dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cederaoleh sebab lain
.Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab
lukabakar selain karena api ( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga
karena pajanan suhutinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar
karena api atau akibat tidak langsung dari api ( misalnya tersiram panas )
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.(Sjamsuhidajat, 2005 )
Dengan memperhatikan prinsip-
prinsip dasar resusitasi pada trauma dan penerapannyapada saat yang tepat
diharapkan akan dapat menurunkan sekecil mungkin angka- angka tersebutdiatas.
Prinsip- prinsip dasar tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan
jalannafas pada penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan
hemodinamik dalambatas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan
mengobati penyulit- penyulit yangmungkin terjadi akibat trauma listrik,
misalnya rabdomiolisis dan disritmia jantung.Mengendalikan suhu tubuh dan
menjuhkan / mengeluarkan penderita dari lingkungan traumapanas juga merupakan
prinsip utama dari penanganan trauma termal.( American College of Surgeon
Committee on Trauma, 1997)
Kulit adalah organ kompleks yang
memberikan pertahanan tubuh pertama terhadapkemungkinan lingkungan yang
merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegahkehilangan cairan
tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan
sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra
tubuh. Lukabakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang
sebagian besar dapatdicegah.( Horne dan Swearingen, 2000 )
The National Institute of Burn
Medicine yang mengumpulkan data- data statistik dariberbagai pusat luka bakar
di seluruh AS mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%) merupakan korban dari
perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak- anak yangbaru
belajar berjalan, bermain- main dengan korek api pada usia anak sekolah, cedera
karenaarus listrik pada remaja laki- laki, penggunaan obat bius, alkohol serta
rokok pada orang dewasasemuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka
statistik tersebut (Brunner & Suddarth,2001)
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan
Umum
Untuk
memahami konsep Asuhan Keperawatan pada pasien luka bakar.
1.2.2. Tujuan
Khusus
Dapat
mejelaskan bahwa :
1.
Anatomi Fisiologi Kulit
-
Struktur
-
Fungsi
2.
Konsep Teori Luka
-
Definisi
-
Zona kerusakan
-
Etiologi
-
Manifestasi Klinis
-
Fase luka bakar
-
Patofisiologi
-
Pathway
-
Respon Sistemik
-
Pemeriksan diagnostik
-
Penatalaksanaan
-
Komplikasi
3.
Konsep ASKEP
-
Pengkajian
-
Diagnosa
-
Intervensi
-
Evaluasi
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Anatomi
dan Fisiologi Kulit
Kulit, merupakan organ terbesar
tubuh yang terdiri dari lapisan sel di permukaan (Moore dan Agur, 2003).
2.1.1. Struktur
Kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan
yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan (Brunner & Suddarth, 2001).
1. Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya
disusun oleh sel-sel epitel. Sel- sel yang terdapat dalam epidermis antara
lain: keratinosit (sel terbanyak pada
lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langehans. Epidermis terdiri dari
lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum
basale, stratum spinosum,stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum
corneum.
2. Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf,
pemuluh darah, dan pembuluh darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar
keringat, sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan papilaris dan lapisan
retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis.
3. Jaringan
subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini
terutaman berupa jaringa adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tulang. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas tubuh.
Gambar:
Anatomi kulit normal (Sumber: Keith
L. Moore, Anne M. R. Agur, Anatomi Klinik
Dasar, 2002).
2.1.2. Fungsi kulit:
1. Perlindungan terhadap cidera dan kehilangan cairan
(misalnya pada luka bakar)
2. Pengaturan suhu
3. Sensasi
melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris (misalnya untuk
rasa sakit). (Moore dan Agur, 2003)
4. Sebagai barrier
dari invasi mikroorganisme patogen ataupun toksin (Marrieb, 2001).
2.2. Konsep
Teori Luka Bakar
2.2.1. Definisi
Luka bakar
adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti kobaran api di tubuh (flame),
jilatan api ke tubuh (flash), terkena
air panas (scald), tersentuh benda
panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia,
serta sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2001).
Menurut Aziz Alimul Hidayat, A,
(2008 Hal : 130) luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat
terbakar, yang hanya disebabbkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa
kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Luka bakar adalah luka yang di
sebakan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,air panas,listrik,bahan
kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah,luka bakar ini
bisa menyebabkan kematian ,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem
fungsi maupun estetika. (Kapita Selekta kedokteran edisi 3 jilid 2).
2.2.2. Pembagian
Zona Kerusakan
1. Zona
Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan
sumber panas dan terjadi kematian selular
2. Zona Stasis
Zona ini mengalami kerusakan endotel pembuluh darah,
trombosit, leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi, diikuti perubahan
permabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama
12-24 jam pasca cidera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan
3. Zona Hiperemia
Daerah ini ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi seluler. (Moenadjat, 2001)
2.2.3. Etiologi
Luka bakar
pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zat kimia. Ketika kulit
terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi
kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit (Schwarts et al, 1999).
Tipe luka bakar:
1. Luka Bakar Termal (Thermal
Burns)
Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
, jilatan api ke tubuh (flash),
kobaran apai di tubuh (flame) dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik
logam panas, dll.) (Schwarts et al,
1999).
2. Luka Bakar Kimia (Chemical
Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau
alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga (Schwarts et al, 1999).
3. Luka Bakar Listrik (Electrical
Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus,
api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik
kontak dengan sumber arus maupun ground (Moenadjat,
2001).
4. Luka Bakar Radiasi (Radiation
Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan
sumber radioaktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Gillespie, 2009).
2.2.4. Manifestasi
Klinis
Tanda dan gejala pada luka bakar
dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi luka bakar itu sendiri, diantaranya:
A. Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman
Semakin dalam luka bakar, semakin
sedikit apendises kulit yang berkontribusi pada proses penyembuhan dan semakin
memperpanjang masa penyembuhan luka. Semakin panjang masa penyembuhan luka,
semakin sedikit dermis yang tersisa, semakin besar respon inflamasi yang
terjadi dan akan semakin memperparah terjadinya scar. Luka bakar yang sembuh dalam waktu 3 minggu biasanya tanpa
menimbulkan hypertrophic scarring,
walaupun biasanya terjadi perubahan pigmen dalam waktu yang lama. Sebaliknya
luka bakar yang sembuh lebih dari tiga minggu sering mengakibatkan hypertrophic scars (Schwartz et al,
1999).
1. Luka Bakar Derajat I :
- Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial)
- Kulit kering, hiperemik berupa eritema
- Tidak dijumpai bula
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari
(Moenadjat, 2001)
2. Luka Bakar Derajat II:
- Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan
sebagian lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai
bula
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak
lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001)
- Pembentukan scar
- Nyeri (Schwarts et al,
1999)
Dibedakan atas 2
(dua) :
a. Derajat
II Dangkal (Superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. (Moenadjat, 2001)
- Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera,
dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat dua superfisial setelah 12 sampai 24 jam.
- Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna pink dan
basah.
- Jarang menyebabkan hypertrophic
scar.
- Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu.
(Schwarts et al, 1999)
Gambar 2.2. Luka
bakarderajat II dangkal (superficial)
(Sumber: Robert H. Demling, Leslie DeSanti: Managing The Burn Wound. Brigham and
Women’s Hospital, Burn Center, Harvard Medical School, Boston)
b.
Derajat II Dalam (Deep)
-
Kerusakan
mengenai hampir seluruh bagian dermis
-
Organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh.
-
Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa (Moenadjat, 2001).
-
Juga
dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna pink dan
putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah ke dermis
(daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau
tidak ada sama sekali; daerah yang berwarna pink mengindikasikan masih ada
beberapa aliran darah).
-
Jika infeksi dicegah
luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9 minggu. (Schwarts et al,
1999)
Gambar
2.3. Luka bakar derajat dua dalam
(dengan full thickness burn pada
panggul)
(Sumber:
Robert H. Demling, Leslie DeSanti: Managing
The Burn Wound. Brigham and Women’s Hospital, Burn Center, Harvard Medical
School, Boston.)
3.
Luka
Bakar Derajat III (Full Thickness Burn):
-
Kerusakan
meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam.
-
Tidak dijumpai bula
-
Apendises
kuliit rusak
-
Kulit
yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar.
-
Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
-
Tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan / kematian.
-
Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka. (Moenadjat,
2001)
Gambar
2.4. Luka bakar derajat III
(Sumber:
Robert H. Demling,
Leslie DeSanti: Managing The Burn Wound. Brigham and Women’s Hospital, Burn Center,
Harvard Medical School, Boston).
B.
Klasifikasi
Luka Bakar Berdasarkan Luasnya
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9
yang terkenal dengan nama rule of nine
atau rule of wallace yaitu:
1.
Kepala dan leher :
9%
2.
Lengan masing-masing 9% :
18%
3.
Badan depan 18%, badan belakang 18% :
36%
4.
Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5.
Genetalia/perineum : 1%
Gambar 2.5.
Diagram luas luka bakar (Moenadjat, 2001)
|
C.
Klasifikasi
Luka Bakar Berdasarkan Berat Ringannya
Untuk mengkaji beratnya luka bakar
harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1.
Persentasi area (Luasnya) luka bakar
pada permukaan tubuh.
2.
Kedalaman luka bakar.
3.
Anatomi lokasi luka bakar.
4.
Umur klien.
5.
Riwayat pengobatan yang lalu.
6.
Trauma yang menyertai atau
bersamaan.
a)
American Burn Association membagi
dalam :
A.
Yang termasuk luka bakar ringan (minor)
:
·
Tingkat II: kurang dari 15% Total
Body Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface
Area pada anak-anak.
·
Tingkat III: kurang dari 2% Total
Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
B.
Yang termasuk luka bakar sedang
(moderate) :
·
Tingkat II: 15% – 25% Total Body
Surface Area pada orang dewasa atau kurang dari 10% – 20% Total Body Surface
Area pada anak-anak.
·
Tingkat III: kurang dari 10% Total
Body Surface Area yang tidak disertai komplikasi.
C.
Yang termasuk luka bakar kritis
(mayor):
·
Tingkat II: 32% Total Body
Surface Area atau lebih pada orang dewasa atau lebih dari 20% Total Body
Surface Area pada anak-anak..
·
Tingkat III: 10% atau lebih.
·
Luka bakar yang melibatkan muka,
tangan, mata, telinga, kaki dan perineum..
·
Luka bakar pada jalan pernafasan
atau adanya komplikasi pernafasan.
·
Luka bakar sengatan listrik
(elektrik).
·
Luka bakar yang disertai dengan
masalah yang memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur,
trauma lain atau masalah kesehatan sebelumnya..
b)
American college of surgeon membagi
dalam:
1)
Parah – critical:
·
Tingkat II: 30% atau lebih.
·
Tingkat III: 10% atau lebih.
·
Tingkat III pada tangan, kaki dan
wajah.
·
Dengan adanya komplikasi penafasan,
jantung, fractura, soft tissue yang luas.
2)
Sedang – moderate:
·
Tingkat II: 15 – 30%
·
Tingkat III: 1 – 10%
3)
Ringan – minor:
·
Tingkat II: kurang 15%
·
Tingkat III: kurang 1%
2.2.5. Fase Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum
pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat
relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa
saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan
akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah
penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema
sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara
paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang
bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih
ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber
panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses
inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan
luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas
dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan
hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya
maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem
yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2.2.6. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar
suhu pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44°C tanpa kerusakan
bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat
kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang
tahan terhadap konduksi panas (Sabiston,1995). Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah; dalam hal
ini bukan hanya cairan tetapi juga plasma (protein) dan elektrolit. Pada luka
bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh,
penimbunan jaringan masif di intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik.
Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan
proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan
syok (Moenadjat, 2001).
Luka bakar
secara klasik dibagi atas derajat I, II, dan III. Penggunaan sistem klasifikasi
ini dapat memberikan gambaran klinik tentang apakah luka dapat sembuh secara
spontan ataukah membutuhkan cangkokan. Kedalaman luka tidak hanya bergantung
pada tipe agen bakar dan saat kontaknya, tetapi juga terhadap ketebalan kulit
di daerah luka (Sabiston, 1995).
2.2.7. Pahtway
Menurut Hudak & Gallo (1997)
2.2.8. Respon
Sistemik Terhadap Luka Bakar
1. Sistem
Kardiovaskular
a. Penurunan
cardiak output karena kehilangan cairan;tekanan darah menurun, hal ini
merupakan awitan syok. Hal ini terjadi karena saraf simpatis akan melepaskan kotekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan peningkatan frekuensi
nadi sehingga terjadi penurunan cardiak output.
b. Kebocoran
cairan terbesar terjadi dalam 24 – 36 jam pertama sesudah luka bakar dan
mencapai puncak dalam waktu 6 – 8 jam. Pada luka bakar < 30 % efeknya lokal,
dimana akan terjadi oedema/lepuh pada area lokal, oedema bertambah berat bila
terjadi pada daerah sirkumferensial, bisa terjadi iskemia pada derah distal
sehingga timbul kompartemen sindrom. Bila luka bakar > 30 % efeknya
sistemik. Pada luka bakar yang parah akan mengalami oedema masif.
2. Efek Pada
Cairan dan Elektrolit
a. Volume darah
mendadak turun, terjadi kehilangan cairan lewat evaporasi, hal ini dapat
mencapai 3 – 5 liter dalam 24 jam sebelum permukaan kulit ditutup.
b. Hyponatremia;
sering terjadi dalam minggu pertama fase akut karena air berpindah dari
interstisial ke dalam vaskuler.
c. Hypolkalemia,
segera setelah luka bakar sebagai akibat destruksi sel masif, kondisi ini dapat
terjadi kemudian denghan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan
cairan.
d. Anemia,
karena penghancuran sel darah merah, HMT meningkat karena kehilangan plasma.
e. Trombositopenia dan masa pembekuan
memanjang.
3.
Respon Pulmonal
a.
Hyperventilasi dapat terjadi karena
pada luka bakar berat terjadi hipermetabolik dan respon lokal sehingga konsumsi
oksigen meningkat dua kali lipat.
b.
Cedera saluran nafas atas dan cedera
inflamasi di bawah glotis dan keracunan CO2 serta defek restriktif.
4.
Respon Gastrointestinal
Terjadi ileus paralitik ditandai dengan
berkurangnya peristaltik usus dan bising usus; terjadi distensi lambung dan
nausea serta muntah, kondisi ini perlu dekompresi dengan pemasangan NGT, ulkus
curling yaitu stess fisiologis yang masif menyebabkan perdarahan dengan gejala:
darah dalam feses, muntah seperti kopi atau fomitus berdarah, hal ini
menunjukan lesi lambung/duodenum.
5.
Respon Sistemik Lainnya
a.
Terjadi perubahan fungsional karena
menurunnya volume darah, Hb dan mioglobin menyumbat tubulus renal, hal ini bisa
menyebabkan nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal akut.
b.
Perubahan pertahanann imunologis
tubuh; kehinlangan integritas kulit, perubahan kadar Ig serta komplemen serum,
gagngguan fungsi netrofil, lomfositopenia, resiko tinggi sepsis.
c.
Hypotermia, terjadi pada jam pertama
setelah luka bakar karena hilangnya kulit, kemudian hipermetabolisme
menyebabkan hipertermia kendati tidak terjadi infeksi.
2.2.9. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Hitung
darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/ kehilangan cairan.
2. Elektrolit
serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan
fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
3. Alkalin
fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial/ gangguan
pompa natrium.
4. Urine
: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein.
5. Foto
rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
6. Skan
paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
7. EKG
untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
8. BUN
dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
9. Kadar
karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
10. Bronkoskopi
membantu memastikan cedera inhalasi asap.
11. Albumin
serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
12. Fotografi
luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
(Doenges, 2000, 804)
2.2.10. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
Konservatif
A. Pre
Hospital
Seorang yang sedang terbakar akan
merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal ini akan sebaliknya akan
memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah
hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam.
Bila memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk
memadamkan apinya. Sedanguntuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda
dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber
listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan menggunakan selimut
basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka bakar dalam
keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose
udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya
diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin,
aspirin, asam mefenamat samapai penggunaan morfin oleh tenaga medis
B. Hospital
a) Resusitasi
A, B, C.
Setiap
pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek
Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
1.
Airway - apabila terdapat kecurigaan
adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal
Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain
adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang
terbakar, dan sputum yang hitam.
2.
Breathing - eschar yang melingkari
dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi.
Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan
pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae
3.
Circulation - luka bakar menimbulkan
kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema. pada luka bakar yang luas dapat
terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan
pada pasien luka bakar, ada 2 cara yang lazim dapat diberikan yaitu dengan
Formula Baxter dan Evans
b)
Resusitasi Cairan
Dua
cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka
bakar yaitu :
1)
cara Evans
Untuk
menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
1.
Berat badan
(kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
2.
Berat badan
(kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
3.
3.2000cc
glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam
8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian
lakukan penghitungan diuresis.
2)
cara Baxter
Merupakan
cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama
dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Separuh
dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam
16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena
terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian
hari pertama.
c) Infus,
kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
d) Monitor
urine dan CVP.
e) Topikal
dan tutup luka
- Cuci
luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle
- Silver
sulfa diazin tebal.
- Tutup
kassa tebal.
- Evaluasi
5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
f) Obat
– obatan
- Antibiotika
: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
- Bila
perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur.
- Analgetik
: kuat (morfin, petidine)
- Antasida
: kalau perlu
2.
Penatalaksanaan
Pembedahan
Eskaratomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan
untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari eskar.
Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal
pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang
yang membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Debirdemen diusahakan sedini
mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. (Arif,
2000)
2.2.1. Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama.
Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis. Berikan antibiotika
berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan
diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada
keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan
jiwa penderita.
2. Curling’s
ulcer (ulkus Curling)
Ini merupakan komplikasi serius,
biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada duodenum atau lambung,
kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus diberikan secara rutin pada
penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi 75% penderita luka
bakar menunjukkan ulkus di duodenum.
3. Gangguan
Jalan nafas
Paling dini muncul dibandingkan
komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi,
aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan
nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi
dan antibiotika.
4. Konvulsi
Komplikasi yang sering terjadi pada
anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit,
hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33%
oleh sebab yang tak diketahui.
5. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi
pergerakan
6. Ganguan
Kosmetik akibat jaringan parut
3.
Konsep Asuhan
Keperawatan Luka Bakar
2.3.1. Pengkajian
a) Anamnesa
1. Identitas
a. Identitas
klien
- Nama :
-
Umur :
Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya
luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun
memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C)
-
Jenis kelamin :
-
Pendidikan :
Pendidikan
menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
-
Pekerjaan :
Data
pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka
bakar
-
Alamat :
-
Tanggal MRS :
b.
Identitas
penanggung jawab
Informan apabila dalam melakukan pengkajian klita
perlu informasi selain dari klien.
b)
Keluhan
utama
Keluhan
utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri
dapat disebabkan karena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian
nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak
nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakar dan
disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran
nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi
paru.
c)
Riwayat Kesehatan
1.
Riwayat
penyakit sekarang
Gambaran
keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan
pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatan ketika
dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency
(±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama
beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
2.
Riwayat
penyakit masa lalu
Merupakan
riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka
bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat
penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan
alkohol
3.
Riwayat
penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan
kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien,
meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit
turunan
d)
Pola ADL
(Activity Daily Living)
1.
Aktifitas/istirahat:
Tanda:
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
2.
Sirkulasi:
Tanda
(dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum
dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan
(semua luka bakar).
3.
Integritas ego:
Gejala:
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4.
Eliminasi:
Tanda:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5.
Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6.
Neurosensori:
Gejala:
area batas; kesemutan.
Tanda:
perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7.
Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
8.
Pernafasan:
Gejala:
terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda:
serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi).
9.
Keamanan:
Tanda:
Tanda:
-
Kulit umum: destruksi
jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses
trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
-
Cedera api: terdapat
area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang
dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering;
merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
-
Cedera kimia: tampak
luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan
tekstur seperti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut
tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
-
Cedera listrik: cedera
kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka
bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari
gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
e)
Riwayat
psiko-sosial
Pada
klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan.
Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga
mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
f) Pemeriksaan
Fisik
1. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor
mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat.
2. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin,
pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan
warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade
dan luas luka bakar
b. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok
kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
c. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret,
sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak,
bibir kering karena intake cairan kurang.
e. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda
asing, perdarahan dan serumen.
f. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis
mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
g. Thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
h. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung,
palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya
gastritis.
i.
Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor /
terdapat lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
j.
Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot,
bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan otot
menurun karena nyeri
4.
Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai
dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok
hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
5.
Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami
luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip
pengukuran persentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and
Browder) sebagai berikut :
Bagian tubuh
|
1 th
|
2 th
|
Dewasa
|
Kepala leher
|
18%
|
14%
|
9%
|
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri)
|
18%
|
18%
|
18 %
|
Badan depan
|
18%
|
18%
|
18%
|
Badan belakang
|
18%
|
18%
|
18%
|
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri)
|
27%
|
31%
|
30%
|
Genetalia
|
1%
|
1%
|
1%
|
g) Pemeriksaan
Diagnostik
1. Hitung
darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan perpindahan/ kehilangan cairan.
2. Elektrolit
serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan
fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
3. Alkalin
fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial/
gangguan pompa natrium.
4. Urine
: adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein.
5. Foto
rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
6. Skan
paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
7. EKG
untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
8. BUN
dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
9. Kadar
karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
10. Bronkoskopi
membantu memastikan cedera inhalasi asap.
11. Albumin
serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
12. Fotografi
luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
(Doenges, 2000, 804)
2.3.2. Diagnosa
Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap
2.
Defisit volume cairan
berhubungan dengan output yang berlebihan
3.
Perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
4.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme.
5.
Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakkan
kulit, rauma jaringan prosedur invasif
6.
Nyeri akut berhubungan
dengan kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar
7.
Gangguan aktifitas berhubungan
dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot.
8.
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit
9.
Gangguan konsep diri berhubungan
dengan kecacatan, kehilangan barier kulit
10. Ansietas
berhubungan dengan krisis situasi dan kejadian traumatik
11. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
2.3.3. Intervensi
1)
Bersihan jalan napas
tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap
Tujuan:
dalam waktu 1x24 jam pasca-bedah hati, kebersihan jalan nafas pasien tetap
optimal
Kriteria
Hasil:
- Jalan
nafas bersih, tidak ada obstruksi pada jalan nafas
- Suara
nafas normal tidak ada bunyi nafas tambahan seperti stridor
- Tidak
ada penggunaan otot bantu nafas
- RR
dalam rentang normal sesuai tingkat usia, misalnya pada dewasa 12-20 x/menit
Intervensi:
Mandiri:
1. Kaji
dan monitor nafas
R/:
deteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya
Kolaborasi:
2. Tempatkan
pasien di bagian resusitasi
R/:
untuk memudahkan dalam melakukan monitoring status kardiorespirasi dan
intervensi kedaruratan
3. Beri
oksigen 4 ltr/menit dengan metode kanul atau sungkup non-rebreathing
R/:
pemberian oksigen dilakukan pada fase awal pasca-bedah. Pemenuhan oksigen dapat
membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan memengaruhi
pengaturan pernafasan
4. Lakukan
tindakan kedaruratan jalan nafas agresif
R/:
tindakan perawatan pulmoner yang
agresif, termasuk tindakan membalikkan tubuh pasien, mendorong pasien untuk
batuk serta bernafsa dalam, memulai inspirasi kuat yang periodik dengan
spirometri, dan mengeluarkan timbunan sekret melalui pengisapan trakea jika
diperlukan.
5. Bersihkan
sekresi pada jalan nafas dan lakukan suctioning apabila kemampuan mengevakuasi
sekret tidak efektif
R/:
kesulitan pernafasan dapat terjadi akibat sekresi lendir yang berlebihan
6. Instruksikan
pasien untuk pernafasan dalam dan melakukan batuk efektif
R/:
pada pasien luka bakar disertai inhalasi asap dengan tingkat toleransi yang
baik, maka pernafasan diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru.
7. Evaluasi
dan monitor keberhasilan intervensi pembersihan jalan nafas
R/:
apabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka lakukan kolaborasi dengan
tim medis untuk segera dilakukan terapi endoskopi atau pemasangan tamponade
balon.
2)
Defisit volume cairan
berhubungan dengan output yang berlebihan
Tujuan
: setelah diberikan askep selama …x 24 jam diharapkan intake dan output cairan
dalam tubuh pasien seimbang dengan Kriteri Hasil :
- Turgor
kulit normal
- Intake
dan output cairan tubuh pasien seimbang
Intervensi
:
Mandiri:
1. Auskultasi
bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi.
R/
: ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka bakar tetapi biasanya
dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dijumpai.
2. Perhatikan
jumlah kalori, kaji ulang persen area permukaan tubuh terbuka/luka tiap minggu.
R/
: pedoman tepat ntuk pemasukan kalori tepat. Sesuai penyembuhan luka,
persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang
diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
3. Berikan
makan dan makanan kecil sedikit dan sering.
R/:
membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
4. Dorong
pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan membuat pilihan makanan/
minuman tinggi kalori/protein.
R/
: kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan,kebutuhan
memenuhi metabolik, dan meningkatkan penyembuhan.
5. Berikan
bersihan oral sebelum makan.
R/
: mulut/palatum bersih meningkatkan rasa dan napsu makan yang baik.
6. Lakukan
pemeriksaan glukosa strip jari, klinites/asetes sesuai indikasi.
R/
: mengawasi terjadinya hiperglikemia sehubungan dengan perubahan
hormonal/kebutuhan atau penggunaan hiperalimentasi untuk memenuhi kebutuhan
kalori.
7. Pasang/pertahankan
makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan bila dibutuhkan.
R/
: memberikan makanan kontinu/tambahan bila pasien tidak mampu untuk menkonsumsi
kebutuhan kalori total harian.
8. Awasi
pemeriksaan laboraturium, contoh albumin serum,kreatinin, transferin, nitrogen
urea urine.
R/
: indikator kebutuhan nutrisi dan keadekuatan diet/terapi.
9. Berikan
insulin sesuai indikasi.
R/
: peningkatan kadar glukosa serum dapat terjadi sehungan dengan respon stres
terhadap cedera, pemasukan tinggi kalori, kelelahan pankreas.
3)
Perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan aliran
darah pasien ke jaringan perifer adekuat Kriteria Hasil :
- nadi
perifer teraba dengan kualitas dan kekuatan yang sama
- pengisian
kapiler baik
- warna
kulit normal pada area yang cedera
Intervensi
:
Mandiri
1. Kaji
warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer.
R/
: pembentukan edema dapat terjadi secara cepat menekan PD sehingga mempengaruhi
sirkulasi PD ke jaringan perifer
2. Tinggikan
ekstremitas yang sakit.
R/
: untuk meningkatkan aliran balik vena dan dapat menurunkan edema
3. Ukur
TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar
R/:
untuk mengetahui kekuatan aliran darah ke daerah yang mengalami luka bakar
4. Dorong
latihan gerak aktif
R/
: untuk meningkatkan sirkulasi darah lokal dan sistemik
Kolaborasi:
5. Lakukan
kolaborasi dalam mempertahankan penggantian cairan
R/
: untuk meningkatkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan
6. Kolaborasi
dalam mengawasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium
R/
: mengawasi terjadinya penurunan curah jantun
7. Lakukan
kolaborasi untuk menghindari injeksi IM atau SC
R/:
perubahan perfusi jaringan dan pembentukan edema mengganggu absorpsi obat
4)
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan katabolisme.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan nutrisi
pasien adekuat
Kriteria
Hasil :
- BB
normal sesuai dengan usia
- Menunjukkan
nutrisi yang adekuat ditunjukkan dengan massa otot terukur
Intervensi
:
Mandiri:
1. Auskultasi
bising usus
R/
: sebagai indikator adanya ileus paralitik
2. Pertahankan
kalori tetap dan timbang BB tiap hari
R/
: menunjukkan keadekuatan nutrisi yang diberikan ke pasien
3. Ukur
massa otot
R/
: sebagai indikator keefektifan terapi
4. Berikan
makanan sedikit tapi sering
R/
: mencegah distensi gaster dan meningkatkan pemasukan
5. Ciptakan
lingkungan yang nyaman saat makan
R/:
lingkungan yang kondusif dapat meningkatkan nafsu makan
6. Berikan
kebersihan oral sebelum makan
R/
: meningkatkan rasa dan nafsu makan
Kolaborasi :
7. Rujuk
kapada ahli gizi
R/
: berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi pasien
8. Berikan
diet TKTP
R/
: membantu mempercepat proses penyembuhan luka
9. Pasang
NGT
R/:
memberikan makan melalui selang agar kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi jika
pasien tidak bisa mengkonsumsi secara oral
5)
Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakkan
kulit, rauma jaringan prosedur invasif.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan risiko
infeksi tidak menjadi aktual, dengan kriteria hasil :
-
Tidak terjadi
tanda-tanda infeksi
-
Suhu tubuh dalam batas
normal
-
Kadar WBC dalam batas
normal (4,10-10,9 10^3/UL)
Intervensi
Mandiri
1.
Kaji tanda- tanda
infeksi
R/
: mengetahui dini terjadinya infeksi
2.
Batasi jumlah
pengunjung.
R/
: mengurangi kontaminasi silang.
3.
Jaga asepsis selama
pasien berisiko.
R/
: meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi
4.
Sediakan perawatan
kulit pada area yang edema
R/
: perawatan kulit pada area yang edema dapat membantu mencegah terjadinya
infeksi yang lebih luas.
5.
Inpeksi kulit dan
membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi atau drainase
R/:
apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat drainase purulen menandakan terjadi
prosesinflamasi bakteri.
6. Inpeksi
kondisi luka/bekas operasi.
R/
: Mencegah terjadinya infeksi yang lebih luas
7. Dorong
intake cairan.
R/
: mempertahankan keseimbangan cairan untuk mendukung perfusi jaringan.
8. Anjurkan
intake nutrisi yang cukup.
R/
: mempertahankan keseimbangan nutrisi untuk mendukung perpusi jaringan dan
memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan
9. Dorong
istirahat
R/
: Mencegah kelelahan/ terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping terhadap
ketidaknyamanan
10. Ajarkan
pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkan kepada
petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala infeksi.
R/
: Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
Kolaborasi
11. Berikan
antibiotic sesuai indikasi.
R/
: antibiotic dapat menghambat proses infeksi
12. Monitor
absolute granulosit, WBC ,dan hasil normal.
R/ : WBC merupakan salah satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Sel darah putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang mnginvasi tubuh.
R/ : WBC merupakan salah satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Sel darah putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang mnginvasi tubuh.
6)
Nyeri akut berhubungan
dengan kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar
Tujuan
: setelah diberikan askep selama … x 24jam diharapkan nyeri pasien berkurang.
Kriteria hasil :
-
Pasien mengatakan nyeri
berkurang
-
Pasien tampak relax
-
Skala nyeri = 3
-
nadi = 80-100 x/mnt
Intervensi
Mandiri
:
1.
Tutup luka sesegera
mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka
R/
: suhu berubah dan gerakan udara dapat menybabkan nyeri hebat pada pemajanan
ujung saraf
2.
Tinggikan ekstremitas
luka bakar secara periodik
R/
: peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan pembentukan edema;
setelah perubahan posisi dan peninggian menurunkan ketidaknyamanan serta risiko
kontraktur sendi
3.
Berikan tempat tidur ayunan
sesuai indikasi
R/
: peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri
4.
Ubah posisi dengan
sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi
R/
: gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe
latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera
5.
Pertahankan suhu
linhkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
R/
: pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakat mayor. Sumber panas eksternal
untuk mencegah menggigil
6.
Kaji keluhan nyeri,
perhatikan lokasi atau karakter (skala 0-10)
R/
: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan
atau kerusakan tetapi paling berat selama penggantian balutan dan debridemen.
Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya
komplikasi atau perbaikan kembalinya fungsi saraf.
7.
Dorong ekpresi perasaan
tentang nyeri.
R/ : pertanyaan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
R/ : pertanyaan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
8.
Libatkan pasien dalam
penentuan jadwal aktivitas, pengobatan, pemberian obat.
R/
: meningkatkan rasa kontrol pasien dan kekuatan mekanisme koping.
9.
Berikan tindakan
kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi
dengan sering.
R/ : dukungan empati dapat membantu menghilangkan nyeri atau meningkatkan relaksasi.
R/ : dukungan empati dapat membantu menghilangkan nyeri atau meningkatkan relaksasi.
10.
Dorong penggunaan
teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan
imajinasi, dan visualisasi.
R/
: memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa
kontrol yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
11.
Berikan analgesik
sesuai indikasi.
R/
: metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek otot.
7)
Gangguan aktifitas
berhubungan dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan rasi
jaringan pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil
:
-
Pasien mampu melakukan
ADL secara mandiri
Intervensi
Mandiri
1.
Kaji kembali kemampuan
dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
R/:
mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobi;litas fisik
2.
Monitor fungsi motorik
dan sensorik setiap hari.
R/:
Menentukan kemampuan mobilisasi mengidentifikasi masalah utama terjadinya
gangguan mobilitas fisik
3.
Lakukan latihan ROM
R/:
Mencegah terjadinya kontraktur.
4.
Ganti posisi tiap 2 jam
sekali
R/:
Penekanan terus-menerus menimbulkan dekubitus
8)
Kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pasien
menunjukkan regenerasi jaringan dengan kriteria hasil :
-
Mencapai penyembuhan
tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi: :
Mandiri
1.
Kaji/catat
ukuran,warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar
Kulit
R/
: memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan
petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.
2.
Berikan perawatan luka
bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.
R/
: menyiapkan jarinagan untuk penanaman dan menurunkan risiko infeksi/kegagalan
graft.
Kolaborasi
:
Siapkan/bantu
prosedur bedah/balutan biologis, contoh:
3.
Homograft (allograft)
R/
: graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri atau orang yang sudah
meninggal (donor mati) digunakan untuk penutupan sementara pada luka bakar luas
sampai kulit orang itu siap ditanam (test graft), untuk menutup luka terbuka
secara cepat setelah eskarotomi untuk melindungi jaringan granulasi.
4.
Heterograft (xenogratf,
porcine)
R/
: kulit graft diambil mungkin dari binatang denganpenggunaan yang sama untuk
homograft atau untuk autograft yang berlubang.
5.
Autograft
R/ : kulit graft diambil dari bagian pasien yang tak cedera; mungkin ketebalan penuh atau ketebalan parsial.
R/ : kulit graft diambil dari bagian pasien yang tak cedera; mungkin ketebalan penuh atau ketebalan parsial.
9)
Gangguan konsep diri
berhubungan dengan kecacatan, kehilangan barier kulit
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam, diharapkan pasien
menyatakan penerimaan situasi diri, dengan kriteria hasil :
-
Bicara dengan
keluarga/orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi.
-
Membuat tujuan realitas/rencana
untuk masa depan.
Intervensi
Mandiri
1.
Kaji makna
kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat
R/ : Traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual/yang dirasakan. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
R/ : Traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, tidak diantisipasi, membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual/yang dirasakan. Ini memerlukan dukungan dalam perbaikan optimal.
2.
Bersikap realistis dan
positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam
keterbatasan.
R/ : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
R/ : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat.
3.
Berikan penguatan
positif terhadap kemajuan dan dorongan usaha untuk mengikuti tujuan
rehabilitasi.
R/
: Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
Kolaborasi :
4.
Konsul ke psikiatrik,
contoh klinik spesialis perawat psikiatrik, psikologis sesuai kebutuhan
R/:Membantu
dalam identifikasi cara/alat untuk meningkatkan/mempertahankan kemandirian.
Pasien dapat memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi.
10)
Ansietas berhubungan
dengan krisis situasi dan kejadian traumatik
Tujuan
: dalam waktu ...X24 jam kecemasan pasien berkurang.
Kriteria
Hasil :
-
Pasien menyatakan
kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau
faktor yang mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, dan wajah rileks.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji
kondisi fisik dan emosional pasien dan keluarga dari adanya luka bakar yang di
alami.
R/ : Normalnya, pasien luka bakar dan
keluarganya akan mengalami stres emosional dan ansietas yang hebat.
2. Hindari
konfrontasi
R/ : Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
3. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
R/ : Lingkungan yang tenang membantu mengurangi
tingkat ansietas dan meningkatkan kemampuan koping pasien.
4. Beri
kesempatan kepada pasien untuk mengumhkapkan ansietasnya.
R/ : Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak di ekspresikan
Kolaborasi
5. Berikan
Anti cemas sesuai indikasi, contohnya diazefam
R/ : meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
11)
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi.
Tujuan
: Klien mengetahui tentang kondisi
luka bakar, prognosisi dan perawatan luka bakar
Kriteria Hasil :
-
Klien
terlihat tenang
-
Klien
mengerti tentang kondisinya
Intervensi :
1.
Kaji
sejauh mana pengetahuan klien tentang kondisi, prognosis dan harapan masa depan.
R/ : Pengetahuan pasien tentang kondisinya akan
membantu dalam pemberian perawatan terhadap luka.
2.
Diskusikan
harapan klien untuk kembali kerumah, bekerja dan kembali melakukan aktifitras
secara normal
R/ : Lingkungan rumah keluarga akan dapat membantu mengurangi
ketidakstabilan emosional klien.
3.
Anjurkan
klien untuk menentukan program latihan dan waktu untuk istirahat.
R/ : Mobilisasi klien dapat membantu mencegah
terjadinya kontraktur. selama
perawatan dengan waktu yang cukup dan teratur.
4.
Beri
kesempatan pada klien untuk bertanya mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya.
R/ : Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri
selanjutnya.
2.3.4. Evaluasi
Evaluasi yang dibuat bisa dalam
bentuk formatif dan sumatif ( SOAP) evaluasi yang dilakukan berdasarkan
pencapaian yang dilakukan sesuai kriteria hasil / kriteria evaluasi yang dibuat
dalam rencana perawatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama
terhadapkemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap
infeksi, mencegahkehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh,
berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses aktivasi
vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Lukabakar adalah hal yang umum, namun
merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis
yang beratmemperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cederaoleh sebab lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup
mahal untuk penanganannnya. Penyebab lukabakar selain karena api ( secara
langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhutinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat
tidak langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga.
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari.
3.2 Saran
Adapun saran dari
penulis yakni, pembaca dapat memahami dan mengerti tentang luka bakar, tingkat
luka bakar, tindakan perawatan pada luka bakar dan dapat bermanfaaat dan
berguna bagi pembaca dan masyarakat umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Linda Jual. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi
10. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan
Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika.
Santosa Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima
Medika.
Smeltzer, Suzzane, and Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal
Bedah/ Brunner & Suddarth. Vol. 2. Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar