BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Berpikir kritis sangatlah diperlukan saat ini,
terutama dalam keperawatan karena kita dituntut untuk tegas dan tanggap kepada
pasien atau klien bahkan disaat gawat darurat sekalipun. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang penting yang
harus dimiliki seorang perawat, agar menjadi seorang perawat yang profesional,
sehingga mampu menyelesaikan masalah.
Sikap bepikir kritis mampu memberikan pelajaran banyak
kepada kita salah satunya adalah fokus kepada pikiran dan
tindakan yang baik sekalipun kita dituntun untuk berpikir kritis dalam proses
apa yang kita lakukan itu semua dilakukan dalam kebaikan bersama sebab manfaat
dari berpikir kritis tidak hanya menguntungkan seorang perawat, tapi juga
kepada seorang klien atau pasien.
Dalam
makalah ini, kita akan
membahas cara berpikir
krisis dalam proses keperawatan. Bagaimanapun juga semua tindakan keperawatan yang
perawat lakukan membutuhkan tingkat pemikiran yang tinggi, tidak ada tindakan
yang dilakukan tanpa berpikir kritis. Berpikir bukan
proses yang statis tetapi dapat berubah setiap hari bahkan setiap jam. Karena
berpikir merupakan sesuatu yang dinamis dan karena tindakan keperawatan selalu
membutuhkan berpikir, hal ini sangat penting untuk memahami berpikir secara
umum. Dan sangat diperlukan pula untuk menghadapi klien dengan gaya yang unik
dan untuk mengidentifikasi apa yang bisa membuat mereka lebih baik.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan
Umum
Adapun
tujuan umumnya adalah agar pembaca mengetahui, mengerti dan mampu
mengaplikasikan materi sistem reproduksi dalam tindakan keperawatan maupun dalam masyarakat yang berkaitan dengan bagaimana seorang tenaga kesehatan “Berpikir Kritis Dalam Proses Keperawatan ”
1.2.2 Tujuan
Khusus
Adapun
tujuan khususnya adalah agar pembaca mengetahui, mengerti dan mampu mengaplikasikan tindakan-tindakan yang bersifat kritis dalam keperawatan, yang meliputi:
a.
Cara berpikir kritis
b.
Cara memecahkan masalah
c.
Proses keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Berpikir Kritis
Berpikir
kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan
profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan
kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas,
pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker
terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan
keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas,
penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu
pengetahuan.
Menurut para
ahli (Pery dan Potter, 2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana
seseorang atau individu dituntut untuk mengintervensikan atau mengevaluasi
informasi untuk membuat sebuah penilain atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan
ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Bandman
(1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap
ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,masalah, kepercayaan, dan
tindakan.
Menutut
Strader (1992), berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang
menitikberatkan pendapat atau fakta yang mutahir dan mengintervensikan
serta mengevaluasikan pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu
kesimpulan tentang adanya perspektif pandangan baru.
Proses berpikir
ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman
baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu
untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses
tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.
2.1.1 Karakteristik
Berpikir Kritis
Krakteristik
Berpikir Kritis adalah:
a.
Konseptualisasi
Konsep tualisasi artinya : proses
intelektual membentuk suatu konsep. Sedangkan konsep adalah fenomena atau
pandangan mental tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian,
objek atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan
pikiran abstrak yang digenerilisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan
disimpan dalam otak.
b.
Rasional dan
Beralasan
Rasional dan Beralasan artinya
argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat
dari fakta fenomena nyata.
c.
Reflektif
Reflektif artinya bahwa seseorang
pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau presepsi dalam berpikir atau
mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu. Fakta dan kejadian.
d.
Bagian dari
suatu sikap
Bagian daro suatu sikap yaitu
pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu
menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding
yang lain.
e.
Kemandirian
berpikir
Seorang berpikir kritis selalu
berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan keyakinan orang lain
menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
f.
Berpikir adil
dan terbuka
Berfikir adil dan terbuka yaitu
mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan
menjadi benar dan lebih baik.
g.
Pengambilan
keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis dingunakan untuk
mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru
dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.
h.
Watak
(dispositions)
Seseorang yang mempunyai
keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka,
menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan
pendapat,resespek tehadap kejelasan dan ketelitian, mencari
pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat
sebuah pendapat yang diangapnya baik.
i.
Kriteria
(criteria)
Dalam berpikir kritis harus
mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai kearah mana maka harus
menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.meskipun sebuah
argumen dapat disusun dari berapa sumber pembelajaran, namun akan mempunyai
kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarlisasi maka haruslah
berdasarkan relenfansi, keakuratan fakta-fakta, berdasarkan sumber yang
kredibel, teliti tidak benas dari logika yang keliru, logika yang konsisten dan
pertimbangan yang matang.
j.
Sudut pandang
Sudut pandang yaitu cara
memandang atau menafkirkan dunia ini, yang akan menentukan kontruksi
makna.seseorang yang berfikir dengan kritis akan memandang sebuah penomena dari
berbagai sudut pandang yang berbeda.
2.1.2 Sikap
dan Keterampilan
1. Sikap untuk
Berpikir Kritis
Menurut
Facionate (2006), individu menunjukkan kritisnya dikombinasikan dengan
kemampuan kognitif dan kecendrungan ()disposition) afektif untuk berpikir
kritis. Kecendrungan afektif pada seorang pemikir kritis meliputi rasa ingin
tahu, sistematis, bijaksana, mencari kebenaran, analitis, berpikiran terbuka,
percaya diri dalam menyampaikan alsan dan penilaian (scheffer & Rubenfeld,
2000). Berpikir kritis terjadi ketika individu dengan kecendrungannya
diperhadapkan dengan masalah yang sangat terjadi dengan data yang tidak memadai
dan mengembangkan suatu strategi untuk mencari solusinya (Rogal & Young,
2008). Seseorang yang berpikir kritis akan memiliki sikap-sikap berikut ini
(Paul 1998 dalam Christensen & Kenney, 2009):
1)
Intellectual
Humanity
Suatu kesadaran terhadap
keterbatasan pengetahuan diri dan kepekaan diri terhadap kemungkinan bias dan
prasnagka. Perawata dan tenaga kesehatan sebaiknya tidak mengklaim bahwa mereka
mengetahui lebih banyak dari apa yang sebenarnya mereka ketahui.
2)
Intelectual
Courage
Keinginan dan
keterbukaan untuk mendengar dan secara jujur mengkaji ide-ide orang lain,
meskipun perawat sangat berlawanan dengan ide-ide tersebut.Membutuhkan
keberanian untuk mempertimbangkan dan mengkaji sudut pandang orang lain dan
jujur menimbang kekuatan dan kelemahan pendapat diri.
3)
Intelectual
Emphaty
Kemampuan untuk
membayangkan diri sendiri di posisi orang lain sehingga dapat memahami
pandangan dan jalur penalaran orang tersebut.
4)
Intellectual
Integrity
Keinginan untuk
menerapkan standar bukti intelektual yang baku dan sama terhadap pengetahuan
yang kita miliki yang kita terpakan terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh
orang lain. Hal ini membutuhkan kejujuran untuk menelaah dan mengakui kesalahan
atau ketidakkonsistenan pikiran, penilaian dan tindakan diri.
5)
Intellectual
Perseverence
Keinginan untuk
mencari wawasan dan kebenaran lebih jauh meskipun sulit dan frustasi. Banyak
waktu dan energi mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan dan mempertimbagkan
informasi baru dan membentuk wawasan baru.
6)
Faith
in Reason
Percaya pada diri
sendiri dan keinginan untuk mencari pemikiran rasional dan percaya bahwa orang
lain juga mampu melakukan hal serupa
7)
Intellectual
Sense of Justice
Keinginan untuk
menelaah sudut pandang orang lain dengan standar intelektual yang sama, dan
tidak dipengaruhi oleh kepentingan atau keuntungan diri sendiri atau orang
lain.
2.
Keterampilan dalam berpikir kritis
Teori belajar berpikir harus
memberatkan pada usaha perawat untuk aktif menganalisis dan memecahakan
berbagai masalah yang ada di sekitar mereka termasuk dalam proses belajar
mereka, namun teori tersebut memerlukan keterampilan khusus untuk dapat
berpikir kritis, di bawah ini tahap dan keterampilan yang harus dikuasai
perawat agar dapat berpikir kritis.
Adapun keterampilan yang harus
dikuasai dalam penggunaan metode berpikir kritis:
1)
Keterampilan menganalisa
Keterampilan menganalisis merupakan suatu
keterampilan komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur
tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah
konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya
adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci
globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci.
Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah
logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan
(Harjasujana, 1987: 44). Kata-kata
operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya:
menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan,
memerinci, dsb.
2)
Keterampilan mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan
yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis
adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau
susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan
semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan
ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya.
Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol
(Harjasujana, 1987: 44).
3)
Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif
konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk
memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa
mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah
konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan
menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker,
2001:15)
4)
Keterampilan menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal
pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang
dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang
baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami
bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami
berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu
sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara,
yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir
yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah
pemikiran atau pengetahuan yang baru.
5)
Keterampilan mengevaluasi dan menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang
dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan
menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur
dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44). Menurut Bloom,
keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi.
Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif
lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan
oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal
intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul (2000: 1)
dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir
kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: "Sejauh manakah perawat
mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.
2.1.3 Kognitif
Secara sederhana, kemampuan
kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks
serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Sedangkan menurut Drever (2000) dalam bukunya yang berjudul Dictionary
of psychology, Kognitif adalah istilah umum yang mencakup segenap model
pemahaman, yaitu persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan
penalaran”. Dan menurut Chaplin (2002) dalam bukunya yang berjudul Dictionary of
psychology, kognitif adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal,
termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan,
menduga dan menilai.
Di dalam ranah berpikir kritis pada proses keperawatan, kognitif diperlukan
sebagai kemampuan untuk mencerna, memahami, menguraikan, menerapkan,
mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini dapat dimisalkan dalam memaksimalkan
potensi yang ada pada saat menghadapi permasalahan yang timbul khususnya dalam ranah
proses keperawatan.
2.1.4 Kaitan
Berpikir Kritis Dengan Penilaian Klinis
Perawat
harus menggunakan keterampilan berpikir kritisnya pada seluruh lahan praktik
walaupun pada setiap lahan praktik, memiliki karakteristik pasien yang juga
berbeda, unik dan dinamis. Faktor-faktor keunikan yang dibawa oleh pasien dan
perawat ke dalam situasi perawatan harus dipertimbangkan, dikaji, dianalisa dan
diinterpretasi. Intrepretasi informasi memungkinkan perawat berfokus pada
faktor-faktor yang paling relevan dan signifikan pada situasi klinis. Keputusan
mengenai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, dikembangkan
dalam suatu rencana tindakan. Keterampilan ini meliputi pengkajian sistematik
dan komprehensif, pengenalan asumsi dan inkonsistensi, verifikasi reabilitas
dan akurasi, identifkasi informasi yang kurang, pembedaan antar informasi yang
relevan dan tidak relevan, mendukung bukti dengan fakta dan kesimpulan,
penyusunan prioritas dengan penentuan pengmbilan keputusan secara berkala pada
kriteria hasil pencapaian pasien dan pengkajian ulang respon dan outcomes
(Alfaro-LeFavre, 2003).
Sebagai contoh kaitan berpikir
kritis dalam penilaian klinis pada lahan praktek keperawatan yaitu ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan
seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis.
Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan
meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka
ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan
memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan
budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing
adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,
2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada maka perawat perlu berpikir
secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat harus bisa menyeleksi
kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang tidak menyimpang dari
kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan budaya maka akan bisa
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
2.2 Pemecahan
Masalah
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang
difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat
digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”. Pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus
memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya
bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.
2.2.1 Langkah
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah, sebagai berikut:
a.
Mengetahui hakikat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang
dihadapi.
b.
Mengumpulkan
fakta-fakta dan data yang relevan.
c.
Mengolah fakta
dan data.
d.
Menentukan
beberapa alternatif pemecahan masalah.
e.
Memilih cara
pemecahan dari alternatif yang dipilih.
f.
Memutuskan
tindakan yang akan diambil.
g.
Evaluasi.
2.2.2 Metode
Dalam menyelesaikan masalah yang terjadi banyak
sekali cara ataupun metode yang digunakan semua ini tergantung dari
pengetahuan, pengalaman dan tingkat pendidikan seseorang.
Metode pemecahan masalah (Strader, 2000), antara lain :
a.
Trial & error : Coba dan salah. Cara
ini merupakan metode yang paling rendah tingkatannya, dilakukan oleh orang yang
belum pernah mengalami/ mengenal dan belum tahu sama sekali. Dalam keperawatan
ini sangat berbahaya dan tidak boleh dilakukan.
Contohnya : ada klien panas, dicoba diurut, dicoba
diberi makan, dicoba ditiup, tdk berhasil dicoba diberi minum, dibuka baju,
diberi kompres sampai berhasil panasnya turun, dll.
b.
Intuisi : penyelesaian masalah dengan
intuisi atau naluri/ bisikan hati. Penyelesaian dengan cara ini kurang
dianjurkan dalam metode ilmiah, karena tidak mempunyai dasar
ilmiah. Kadang-kadang metode ini juga dapat memberikan jalan keluar
bila intuisi ini berdasarkan analisis atau pengalaman, dan pengetahuan yang
dimiliki.
c.
Nursing process : Proses keperawatan
merupakan suatu langkah penyelesaian masalah yang sistematis dan didukung oleh
rasionalisasi secara ilmiah meliputi : pengkajian, perencanaan, implementasi
dan evaluasi yang merupakan suatu siklus untuk mengatasi masalah yang terjadi
pada klien.
d.
Scientifik methode/Research
Process : Proses riset/ penelitian merupakan suatu penyelesaian masalah
berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan logika, dengan pendekatan yang
sistematis.Langkah-langkah riset dimulai dari :
1)
Adanya pertanyaan penelitian/ problem.
2)
Menentukan tujuan, mengapa penelitian
ini penting.
3)
Menelusuri/ mempelajari literatur.
4)
Menentukan hipotesa dan
variabel-variabel yang terkait.
5)
Memilih metode yang digunakan untuk
penelitian.
6)
Memilih populasi yang akan diteliti dan
siapa, dan berapa sample yang diteliti.
7)
Menentukan instrument/ alat untuk
penelitian.
8)
Analisis dan pengolahan data.
9)
Komunikasikan kesimpulan hasil
penelitian.
e.
Modifikasi Pengetahuan
Tenaga kesehatan profesional sering menggali dan
menggunakan modifikasi ilmu pengetahuan dan hasil riset untuk penyelesaian
masalah hal ini sama baiknya dengan proses keperawatan.
Tujuh langkah modifikasi pengetahuan dalam problem
solving (Strader,
2000), yaitu:
1)
Menentukan masalah
2)
Mengumpulkan informasi yang lebih
spesifik misalnya lokasi nyeri, jenis/ macamnya nyeri, berapa lama nyeri
dirasakan, kapan nyeri ini dirasakan apakah pada saat istirahat, latihan,
apakah karena pembedahan, luka dan lain-lain.
3)
Menganalisis informasi : mengkategorikan
data, memilih informasi yang penting dan yang tidak penting, mengorganisasikan
dan menghubungkan rasa nyeri, penyebab dan faktor yang mendukung terjadinya
nyeri.
4)
Menentukan beberapa alternatif pemecahan
masalah.
5)
Mengambil keputusan.
6)
Implementasi dari pengambilan keputusan
yang telah ditentukan.
7)
Mengevaluasi solusi yang telah
dilakukan.
f.
Curah gagasan/ pendapat (brainstorming)
dimana menerima semua gagasan sebagai gagasan yang baik terlepas seberapa jauh
hubungannya. Ini merupakan latihan yang baik dan dapat membantu untuk
memikirkan solusi yang tak pernah terpikirkan oleh orang lain sebelumnya.
2.2.3 Pengambilan
Keputusan
Keputusan dalam
penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan,
khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada
proses pengelolaan asuhan keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk
meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua
tingkatan posisi klinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan
mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai
pemimpin.
Penyelesaian
masalah dan pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk sinonim. Pemecahan
masalah dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan
analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan
upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih
alternatif. Tidak semua pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.
Ada lima hal yang
perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan, antara lain :
a.
Dalam proses
pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
b.
Pengambilan
keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada
sistematika tertentu, yaitu:
1)
Tersedianya
sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
2)
Kualifikasi
tenaga kerja yang tersedia
3)
Falsafah yang
dianut organisasi.
4)
Situasi
lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan
manajemen di dalam organisasi.
c.
Masalah harus
diketahui dengan jelas.
d.
Pemecahan
masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
e.
Keputusan yang
baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah
dianalisa secara matang.
2.3 Proses
Keperawatan
2.3.1 Komponen
Proses Keperawatan
Adapun penerapan proses keperawatan dalam berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan, antara lain:
a.
Pengkajian
Perawat dituntut untuk dapat mengumpulkan data dan
memvalidasinya dengan hasil observasi. Perawat harus melaksanakan observasi
yang dapat dipercaya dan membedakannya dari data yang tidak sesuai. Hal ini
merupakan keterampilan dasar berfikir kritis. Lebih jauh perawat diharapakan
dapat mengelola dan mengkategorikan data yang sesuai dan diperlukan. Untuk memiliki
keterampilan ini, perawat harus memiliki kemampuan dalam mensintesa dan
menggunakan ilmu-ilmu seperti biomedik, ilmu dasar keperawatan, ilmu perilaku,
dan ilmu sosialPada proses pengkajian ini
perawat juga bertugas mengumpulkan data dengan kritis, mengelola dan
mengkatagorikan data menggunakan ilmu-ilmu lain.
b.
Perumusan diagnosa keperawatan
Tahap ini adalah tahap pengambilan keputusan yang
paling kritikal. Dimana perawat dapat menentukan masalah yang benar-benar
dirasakan klien, berikut argumentasinya secara rasional. Semakin perawat
terlatih untuk berfikir kritis, maka ia akan semakin tajam dalam menentukan
masalah atau diagnose keperawatan klien, baik diagnose keperawatan yang
sifatnya possible, resiko, ataupun actual. Berfikir kritis memerlukan
konseptualisasi dan ketrampilan ini sangat penting dalam perumusan diagnose,
karena taksonomi diagnose keperawatan pada dasarnya adalah suatu konsep (NANDA,
1998).
c. Perencanaan keperawatan
Pada saat merumuskan rencana keperawatan, perawat
menggunakan pengetahuan dan alas an untuk mengembangkan hasil yang diharapkan
untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini merupakan
keterampilan lain dalam berfikir kritis, pemecahan masalah atau pengambilan
keputusan. Untuk hal ini dibutuhkan kemampuan perawat dalam mensintesa
ilmu-ilmu yang dimiliki baik psikologi, fisiologi, dan sosiologi, untuk dapat
memilih tindakan keperawatan yang tepat berikut alasannya. Kemudian diperlukan
pula keterampilan dalam membuat hipotesa bahwa tindakan keperawatan yang
dipilih akan memecahkan masalah klien dan dapat mencapai tujuan asuhan
keperawatan
d.
Pelaksanaan keperawatan
Pada tahap ini perawat menerapkan ilmu yang
dimiliki terhadap situasi nyata yang dialami klien. Dalam metode berfikir
ilmiah, pelaksanaan tindakan keperawatan adalah keterampilan dalam menguji
hipotesa. Oleh karena itu pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan suatu
tindakan nyata yang dapat menentukan apakah perawat dapat berhasil mencapai
tujuan atau tidak
e.
Evaluasi keperawatan
Pada tahap ini perawat mengkaji sejauh mana
efektifitas tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat mencapai tujuan, yaitu
terpenuhinya kebutuhan dasar kien. Pada proses evaluasi, standar dan prosedur
berfikir kritis sangat memegang peranan penting karena pada fase ini perawat
harus dapat mengambil keputusan apakah semua kebutuhan dasar klien terpenuhi,
apakah diperlukan tindakan modifikasi untuk memecahkan masalah klien, atau
bahkan harus mengulang penilaian terhadap tahap perumusan diagnose keperawatan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.3.2 Pengetahuan
dan Keterampilan yang Diperlukan Dalam Mengimplementasikan Proses Keperawatan
Perawat
membutuhkan tiap jenis keterampilan untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan langsung dan tidak langsung.
1.
Keterampilan Kognitif
Keterampilan kognitif meliputi
aplikasi pemikiran kritis pada proses keperawatan. Untuk melaksanakan
intervensi dibutuhkan pertimbangan yang baik dan keputusan klinis yang jelas.
Perawat harus berfikir dan mengantisipasi secara kontinu sehingga dapat menyesuaikan
perawatan berbagai konsep dan menghubungkannya sambil mengingat kembali fakta,
situasi, dan klien yang pernah anda temui sebelumnya (Di Vito-Thomas, 2005).
2.
Keterampilan Interpersonal
Keterampilan ini dibutuhkan untuk
terwujudnya tindakan keperawatan yang efektif. Perawat membangun hubungan
kepercayaan, menunjukkan perhatian dan berkomunikasi dengan jelas. Komunikasi
interpersonal yang baik sangat penting untuk memberikan informasi, pengajaran,
dan dukungan pada klien dengan kebutuhan emosional.
3.
Keterampilan
Psikomotor
Keterampilan psikomotor
membutuhkan integritas antara aktivitas kognitif dan motorik. Sebagai contoh,
saat melakukan penyuntikan, perawat harus memahami anatomi dan farmakologi
(kognitif), serta menggunakan koordinasi dan presisi untuk melakukan
penyuntikan dengan tepat (motorik). Keterampilan ini sangat penting untuk
membangun kepercayaan klien.
2.3.3 Proses
Penelitian
Adapun
tahap-tahapan dalam proses penelitian, yaitu:
a.
Mengidentifikasi Masalah
Yang dimaksud dengan mengidentifikasi masalah ialah
peneliti melakukan tahap pertama dalam melakukan penelitian, yaitu merumuskan
masalah yang akan diteliti. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam
penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan
masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah
dalam melakukan penelitian.
b.
Membuat Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara dari persoalan
yang kita teliti. Perumusan hipotesa biasanya dibagai menjadi tiga tahapan:
pertama, tentukan hipotesa penelitian yang didasari oleh asumsi penulis
terhadap hubungan variable yang sedang diteliti. Kedua, tentukan hipotesa
operasional yang terdiri dari Hipotesa 0 (H0) dan Hipotesa 1 (H1). H0 bersifat
netral dan H1 bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua
penelitian memerlukan hipotesa, seperti misalnya penelitian deskriptif. Untuk
penjelasan lebih lanjut mengenai masalah ini akan dibahas pada BAB V.
c.
Studi Literature
Pada tahapan ini peneliti melakukan apa yang disebut
dengan kajian pustaka, yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil
penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya
ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti.
Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti
dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.
d. Mengidentifikasi dan Menamai Variabel
Melakukan identifikasi dan menamai variable
merupakan salah satu tahapan yang penting karena hanya dengan mengenal variabel
yang sedang diteliti seorang peneliti dapat memahami hubungan dan makna
variable-variabel yang sedang diteliti.
e. Membuat Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan
variable-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam
kaitannya dengan proses pengukuran variable-variabel tersebut. Definisi
operasional memungkinan sebuah konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu
yang operasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan pengukuran.
f. Memanipulasi dan Mengontrol Variabel
Yang dimaksud dengan memanipulasi variable ialah
memberikan suatu perlakuan pada variable bebas dengan tujuan peneliti dapat
melihat efeknya bagi variable tergantung atau variable yang dipengaruhinya.
Sedang yang dimaksud dengan mengontrol variable ialah melakukan kontrol
terhadap variable tertentu dalam penelitian agar variable tersebut tidak
mengganggu hubungan antara variable bebas dan variable tergantung.
g. Menyusun Desain Penelitian
Apa yang dimaksud dengan menyusun desain penelitian?
Desain penelitian khususnya dalam penelitian yang menggunakan pendekatan
kuantitatif merupakan alat dalam penelitian dimana seorang peneliti tergantung
dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian yang sedang dilakukan.
Desain penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses
penentuan instrumen pengambilan data, penentuan sample, koleksi data dan
analisanya. Tanpa desain yang baik maka penelitian yang dilakukan akan tidak
mempunyai validitas yang tinggi.
h. Mengidentifikasi dan Menyusun Alat
Observasi dan Pengukuran
Yang dimaksud pada bagian ini ialah tahap dimana
seorang peneliti harus melakukan identifikasi alat apa yang sesuai untuk
mengambil data dalam hubungannya dengan tujuan penelitannya. Pada penelitian
yang menggunakan pendekatan kuantitatif biasanya peneliti menggunakan
kuesioner, khususnya dalam penelitian-penelitian jenis Ex Post Facto.
i.
Membuat Kuesioner dan Jadwal Interview
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif,
kuesioner merupakan salah satu alat yang penting untuk pengambilan data; oleh
karena itu, peneliti harus dapat membuat kuesioner dengan baik. Cara membuat
kuesioner dapat dibagi dua, yaitu dari sisi format pertanyaan dan model
jawaban. Disamping kuesioner, alat pengambilan data juga dapat dilakukan dengan
interview. Cara-cara melakukan interview diatur secara sistematis agar dapat
memperoleh informasi dan/atau data yang berkualitas dan sesuai dengan yang
diinginkan oleh peneliti.
j.
Melakukan Analisa Statistik
Salah satu cirri yang menonjol dalam penelitian yang
menggunanakan pendekatan kuantitatif ialah adanya analisa statistik. Analisa
statistik digunakan untuk membantu peneliti mengetahui makna hubungan antar
variable. Sampai saat ini, analisa statistik merupakan satu-satunya alat yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk menghitung besarnya hubungan
antar variable, untuk memprediksi pengaruh variable bebas terhadap variable
tergantung, untuk melihat besarnya pesentase atau rata-rata besarnya suatu
variable yang kita ukur.
k. Menggunakan Komputer untuk Analisa
Data
Dengan berkembangnya teknologi komputer yang semakin
canggih dan dituntutnya melakukan penelitian secara lebih cepat serta
kemungkinan besarnya jumlah data, maka seorang peneliti memerlukan bantuan
komputer untuk melakukan analisa data. Banyak perangkat lunak yang telah
dikembangkan untuk membantu peneliti dalam melakukan analisa data, baik yang
bersifat pengelohan data maupun analisanya. Salah satu program yang popular
ialah program SPSS.
l.
Menulis Laporan Hasil Penelitian
Tahap terakhir dalam penelitian ialah membuat
laporan mengenai hasil penelitian secara tertulis. Laporan secara tertulis
perlu dibuat agar peneliti dapat mengkomunkasikan hasil penelitiannya kepada
para pembaca atau penyandang dana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir
kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam
mempertanggungjawabkan
profesi dan kualitas perawatan. Dalam berpikir kritis adapun
karakteristik yang harus dimiliki meliputi: Konseptualisasi, Rasional dan Beralasan, Reflektif,
kemandirian berpikir, berpikir adil dan terbuka, pengambilan keputusan
berdasarkan keyakinan, watak, kriteria, sudut pandang. Selain itu dalam
berpikir kritis juga harus memiliki sikap dan keterampilan. Adapun
sikap
dalam berpikir kritis seperti intelectual humanity, intelectual courage,
intelectual emphaty, intelectual integrity, intelectual perseverence, faith in
reason, intelectual sense of justice. Sedangkan keterampilan dalam berpikir
kritis meliputi keterampilan menganalisa, keterampilan mensintesis,
keterampilan mengenal dan memecahkan masalah, keterampilan menyimpulkan, dan
keterampilan mengevaluasi dan menilai. Di dalam ranah berpikir kritis pada proses keperawatan, kognitif juga
diperlukan sebagai kemampuan untuk mencerna, memahami, menguraikan, menerapkan,
mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini dapat dimisalkan dalam memaksimalkan
potensi yang ada pada saat menghadapi permasalahan yang timbul khususnya dalam
ranah proses keperawatan.
Berpikir kritis juga dapat digunakan dalam pemecahan masalah terutama yang
berkaitan dalam masalah proses keperawatan yang mencakup lima komponen meliputi
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.2 Saran
Untuk mahasiswa khususnya sebagai calon perawat perlu memahami secara keseluruhan berpikir kritis dalam keperawatan, yang mana hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar dalam berpikir kita
dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta menganalisis
pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan, dan tingkat
hubungan dalam keperawatan. Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan pasien akan merasa lebih
nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan yang kita berikan.
0 komentar:
Posting Komentar