BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur
cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses
ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine
tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih
berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra ( Smeltzer, 2001 ).
Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem
perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal
ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa
sindrom nefrotik.
Sindrom nefrotik adalah suatu
kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr,
hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2011).
Penyebab yang pasti belum
diketahui, umumnya dibagi menjadi; sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai
resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder,
disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut,
glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion,
pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dan lain-lain; sindrom nefrotik
idopatik.(Arif mansjoer, 2001).
Menurut penelitian terdapat
perbedaan bentuk Sindrom nefrotik di Indonesia (Negara tropis) dan Negara maju.
Di Negara maju umumnya sindroma nefrotik jenis kelainan minimal; pada Sindrom
nefrotik terletak pada tubulus dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi.
Di Indonesia (RSCM) umumnya jenis Sindrom nefrotik bukan kelainan minimal yang
menurut dugaan penelitian disebabkan karena berbagai infeksi yang pernah
diderita pasien atau gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu lampau, kekurangan
gizi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah mendapat
infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari Sindrom nefrotik bukan kelainan
minimal tersebut (Cecily L.Betz dan Linda A,
Sowden, 2002).
Dari data studi dan
epidemiologis tentang Sindrom nefrotik
di Indonesia belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika serikat Sindrom nefrotik merupakan salah satu
penyebab gagal ginjal kronik dan merupakan masalah kesehatan yang utama dengan
jumlah penderita mencapai 225 orang pertahun (11,86 %), dari 2150 orang orang
yang berobat kerumah sakit (www.compas.com).
Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari register di Ruang Penyakit Dalam
Wanita Badan Pelayan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
didapatkan seluruh pasien yang dirawat inap dari bulan Mei 2005 sampai dengan
Desember 2005 berjumlah 332 orang dan yang menderita Sindrom nefrotik 2 orang
atau (0,6 %).
Maka dari kasus yang muncul tersebut, disini peran perawat dibutuhkan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Sindrom nefrotik, dimana berperan secara mandiri dan kolaboratif dalam melaksanakan asuhan
keperawatan, misalnya dengan mendorong dan memberi support pada anggota
keluarga untuk ikut serta merawat penderita baik di Rumah Sakit maupun setelah
pasien pulang dari Rumah Sakit, dan mendeteksi secara dini tentang
keluhan-keluhan penderita, yang tidak lepas dari usaha promotif dan preventif serta
usaha kuratif, rehabilitatif yaitu setelah pasien pulang dari Rumah Sakit.
Dari uraian di atas, maka dalam makalah ini penulis
akan membahas lebih lanjut mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gangguan
Sistem Perkemihan Dengan Sindrom Nefrotik
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan
Umum
Agar Mahasiswa mengetahui,
mengerti, dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada gangguan sistem perkemihan
dengan sindrom nefrotik.
1.2.2. Tujuan
Khusus
Agar mahasiswa mampu:
1. Memahami dan mengerti konsep penyakit
pada pasien dengan sindrom nefrotik baik secara medik maupun keperawatan.
2. Melakukan pengkajian
3. Mengelompokan data
4. Menganalisa data
5. Menegakkan dan merumuskan diagnose
keperawatan
6. Menyusun
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun
7. Menerapkan
rencana tindakan keperawatan yang telah tersusun dalam bentuk pelaksanaan
tindakan (implementasi)
8. Melakukan
evaluasi tindakan keperawatan
1.3. Manfaat
1.3.1. Bagi
Mahasiswa
1. Mahasiswa
dapat mengembangkan pola pikir ilmiah
dalam menyelesaikan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem perkemihan yaitu sindrom nefrotik secara teoritis, juga
penerapannya dan sesuai dengan konsep teori yang telah dipelajari.
2. Mahasiswa memahami dan mengerti
konsep daripada sindrom nefrotik secara medik maupun secara keperawatan.
3. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian,
menegakkan dan merumuskan diagnosa keperawatan, mampu menyusun rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun dan mampu menerapkan rencana yang telah tersusun
dalam bentuk pelaksanaan tindakan, serta mampu melakukan evaluasi tindakan
keperawatan tersebut.
1.3.2. Bagi
Perawat
1. Memberikan
masukan bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat untuk melakukan pembaharuan kurikulum
pendidikan agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
2. Memudahkan
perawat dalam menentukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan yaitu sindrom nefrotik.
3. Menambah
referensi perawat dalam penanganan pasien dengan sindrom nefrotik
4. Agar
dapat memberi penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya sindrom nefrotik
1.3.3. Bagi
Masyarakat
1. Masyarakat
dapat mengetahui bahaya sindrom nefrotik
2. Masyarakat
dapat mengetahui penyebab serta tanda dan gejala sindrom nefrotik
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Anatomi
dan Fisiologi Sistem Perkemihan
2.1.1. Definisi
Sistem perkemihan merupakan organ
vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil
metabolisme tubuh.
2.1.2. Fungsi
1. Meregulasi
volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan ke dalam
urine dan melepaskan eritropoietin, serta melepaskan renin
2. Meregulasi
konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan mengontrol kuantitas
kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta menjaga bats ion kalsium
dengan menyintesis kalsitrol
3. Mengontribusi
stabiliasasi PH darah dengan mengontrol jumlah keluarnya ion hidrogen dan ion
bikarbonat ke dalam urine
4. Menghemat
pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi tersebut
pada saat proses eliminasi produk sisa, terutama pada saat pembuangan nitrogen
seperti urea dan asam urat
5. Membantu
organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi asam amino
yang dapat merusak jaringan.
2.1.3. Susunan
Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas:
1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum
abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan
melekat langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis),
jumlahnya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal
kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki
– laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
A.
Fungsi utama ginjal
1)
Mempertahankan
air dan osmolalitas normal cairan yang terdapat dalam tubuh.
2)
Mempertahankan
elektrolit utama dari cairan tubuh terutama ion Natrium, Kalium, Bikarbonat,
Chlorida dan Hidrogen.
3)
Mengeluarkan
kelebihan air dan elektrolit (terutama hydrogen)
4)
Mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme tubuh ( Produk racun )
B.
Bagian-bagian ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris
memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis
renalis).
1)
Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian
yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat
penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun
bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai
bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan
malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada
badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang
terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat –
zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman
yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2)
Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa
badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap
korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam
ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.
Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas
berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid
terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini
berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah
dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
3)
Rongga Ginjal (Pelvis
Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter
yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan
jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor,
yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung
menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus
kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis
renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).
2. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing
– masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ±
25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
1)
Dinding luar jaringan
ikat (jaringan fibrosa)
2)
Lapisan tengah otot
polos
3)
Lapisan sebelah dalam
lapisan mukosa
Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali
yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan
peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.
Ureter
berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi
oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh
sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3. Vesika
urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang
sebagian besar dindingnya terdiri dari otot polos disebut muskulus detrusor
yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis. Kontraksi otot ini
terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat BAK. Organ ini
berfungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urin dan mendorong kemih
keluar tubuh dibantu oleh uretra.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1)
Fundus, yaitu bagian
yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh
spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostate.
2)
Korpus, yaitu bagian
antara verteks dan fundus.
3)
Verteks, bagian yang
maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit
yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra berjalan
berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan
fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra
pada laki – laki terdiri dari :
1)
Uretra Prostaria
2)
Uretra membranosa
3)
Uretra kavernosa
Lapisan
uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa.
Uretra
pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah
atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena –
vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita
terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini
hanya sebagai saluran ekskresi.
2.2. Konsep
Penyakit Sindrom Nefrotik
2.2.1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu
kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr,
hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2011).
Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba,
terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap,
atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dwasa terlihat adalah
edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
2.2.2. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 adalah:
1. Primer,
berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
a. Glomerulonefritis
b. Nefrotik
sindrom perubahan minimal
2. Sekunder,
akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
a. Diabetes
mellitus
b. Sistema
lupus eritematosus
c. Amyloidosis
2.2.3. Manifestasi
Klinis
Gejala utama yang ditemukan adalah:
1. Proteinuria
> 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
2. Hipoalbuminemia
< 30 gr/l
3. Edema
generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka,
asites, dan efusi pleura
4. Hiperlipidemia,
umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
5. Hiperkoagulabilitas,
yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
2.2.4. Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik
adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati
mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga
terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik
menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem
vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah
mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema
lebih lanjut.
Manifestasi hilangnya protein dalam
serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan
konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di
hampir setiap penyakit renal intrinsik
atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini
dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang
dewasa termasuk lansia. Penyebab sindrom
nefrotik mencakup glomerulonefritis kronis, diabetes melitus disertai
glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus
erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.
Respon perubahan patologis pada glomerulus
secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
2.2.5. Pathway
2.2.6. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Pemeriksaan
urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan
hiperlipidemia
2. Diperiksa
fungsi ginjal dan hematuria. Biasanya ditemukan penurunan kalsium plasma.
3. Biopsi
ginjal dilakukan untuk pemeriksaan histologi terhadap jaringan renal untuk
memperkuat diagnosis.
2.2.7. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai
tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi:
1. Tentukan
penyebabnya (biopsi ginjal pada seluruh orang dewasa)
2. Tirah
baring
Menjaga pasien dalam keadaan tirah
baring selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna
mengurangi edema.
3. Diuretik
Diuretik diresepkan untuk pasien
dengan edema berat
4. Adenokortikosteroid,
golongan prednison.
Digunakan untuk mengurangi proteinuria.
5. Diet
rendah natrium tinggi protein
Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah
natrium.
6. Terapi
cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit,
maka intake dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
2.2.8. Komplikasi
1. Gagal
ginjal akut
2. Tromboembolisme
(terutama vena renal)
3. Emboli
pulmoner
4. Peningkatan
terjadinya aterosklerosis
5. Infeksi
(akibat defisiensi respon imun)
6. Malnutrisi
2.3. Konsep
Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
2.3.1. Pengkajian
1. Identitas
1) Identitas
klien:
-
Umur: lebih banyak pada
anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem
imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
-
Jenis kelamin: anak laki-laki lebih
sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada
fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada
pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri
terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan
kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya
infeksi.
-
Agama
-
Suku/bangsa
-
Status
-
Pendidikan
-
Pekerjaan
2) Identitas
penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama,
umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan klien.
2. Riwayat
Kesehatan
1) Keluhan
utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya
acites).
2) Riwayat
kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan
sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut:
a. Kaji
berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
b. Kaji
onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah
c. Kaji
adanya anoreksia pada klien
d. Kaji
adanya keluhan sakit kepala dan malaise
3) Riwayat
kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
a. Apakah
klien pernah menderita penyakit edema?
b. Apakah
ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakt hipertensi
pada masa sebelumnya?
c. Penting
juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat
4) Riwayat
kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan
dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom
nefrotik
3. Kebutuhan
bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
2)
Pola
eliminasi: diare, oliguria.
3)
Pola
aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
4)
Pola
istirahat tidur: susah tidur
5)
Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
6)
Pola
persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
4. Pemeriksaan
Fisik
1) Status
kesehatan umum
- Keadaan
umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
- Kesadaran:
biasanya compos mentis
- TTV:
sering tidak didapatkan adanya perubahan.
2) Pemeriksaan
sistem tubuh
a. B1
(Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya
hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami
peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
b. B2
(Blood)
Sering ditemukan penurunan curah
jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume .
c. B3
(Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital,
sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan
tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d. B4
(Bladder)
Perubahan warna urine output
seperti warna urine berwarna kola
e. B5
(Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah,
anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
Didapatkan asites pada abdomen.
f. B6
(Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
5. Pengkajian
Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria
secara mikroskopik secara umum, terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi
akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
2.3.2. Pengelompokan
Data
Data
Subjektif
|
Data
Objektif
|
-
melaporkan sesak saat bernafas
-
melaporkan saat BAK volume urinnya
sedikit dan berwarna gelap dan berbau buah
-
melaporkan BB meningkat dalam periode
singkat
-
Melaporkan mual, muntah, anoreksia
-
melaporkan diare
-
melaporkan cepat merasa letih saat
beraktivitas,
-
badan terasa lemah, lesu
-
melaporkan ketidaknyamanan atau
kesulitan beraktivitas akibat adanya edema
-
Melaporkan cemas,
khawatir, takut terhadap kondisinya
-
Melaporkan tidak bisa
tidur
|
-
auskultasi bunyi nafas tidak normal
(dispnea/dangkal)
-
tampak adanya edema
(ekstremitas/periorbital/abdomen)
-
pemeriksaan urinalisis didapatkan
proteinuria > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia < 30 gr/I
-
timbang BB didapatkan BB meningkat di
atas normal
-
tampak lemah
-
timbang BB didapatkan BB dibawah
normal
-
tampak kelemahan fisik
-
saat pemeriksaan fisik didapatkan adanya
edema (periorbital/ekstremitas/abdomen)
-
Tampak gelisah, berkeringat
|
2.3.3. Analisa
Data
Problem
|
Etiologi
|
Symptom
|
|||||||||||||||||
DS:
-
melaporkan sesak saat bernafas
-
melaporkan saat BAK volume urinnya
sedikit dan berwarna gelap dan berbau buah
-
melaporkan BB meningkat dalam periode singkat
DO:
-
auskultasi bunyi nafas tidak normal
(dispnea/dangkal)
-
tampak adanya edema
(ekstremitas/periorbital/abdomen)
-
pemeriksaan urinalisis didapatkan
proteinuria > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia < 30 gr/I
-
timbang BB didapatkan BB meningkat di
atas normal
|
Gangguan permeabilitas selektif
kapiler glomerulus
Produksi albumin dalam darah tidak
seimbang dg kehilangan albumin yg keluar dari glomerulus
Hipoalbuminemia
Penurunan
tekanan onkotik
Aktivasi
SRAA (system renin angiotensin aldosteron)
Perpindahan
cairan dari sist. vaskular ke ruangan cairan ekstraseluler
Edema
|
Kelebihan
volume cairan
|
|||||||||||||||||
DS:
-
Melaporkan mual, muntah, anoreksia
-
melaporkan diare
DO:
-
tampak lemah
-
timbang BB didapatkan BB dibawah
normal
|
Gangguan permeabilitas selektif
kapiler glomerulus
Protein
dan albumin bocor melalui glomerulus
Proteinuria
Sindrom
nefrotik
Respon
sistemik
Mual
Muntah
Anoreksia
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
|||||||||||||||||
DS:
-
melaporkan cepat merasa letih saat
beraktivitas,
-
badan terasa lemah, lesu
-
melaporkan ketidaknyamanan atau
kesulitan beraktivitas akibat adanya edema
DO:
-
tampak kelemahan fisik
-
saat pemeriksaan fisik didapatkan adanya
edema (periorbital/ekstremitas/abdomen)
|
Gangguan
permeabilitas selektif kapiler glomerulus
Produksi albumin dalam darah tidak
seimbang dg kehilangan albumin yg keluar dari glomerulus
Hipoalbuminemia
Penurunan
tekanan onkotik
Aktivasi
SRAA (system renin angiotensin aldosteron)
Perpindahan
cairan dari sist. vaskular ke ruangan cairan ekstraseluler
Edema
Respon
sistemik
Keletihan
umum
|
Gangguan ADL
|
|||||||||||||||||
DS:
-
Melaporkan cemas,
khawatir, takut terhadap kondisinya
-
Melaporkan tidak bisa
tidur
DO:
-
Tampak gelisah,
berkeringat
|
Gangguan permeabilitas selektif
kapiler glomerulus
Produksi
albumin dalam darah tidak seimbang dg kehilangan albumin yg keluar dari
glomerulus
Hipoalbuminemia
Penurunan
tekanan onkotik
Aktivasi
SRAA (system renin angiotensin aldosteron)
Perpindahan
cairan dari sist. vaskular ke ruangan cairan ekstraseluler
Edema
Respon sistemik
Respon
psikologis
|
Kecemasan
|
2.3.4. Diagnosa
Keperawatan
1. Aktual/risiko
kelebihanvolume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium.
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tdiak adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
3. Gangguan
Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas, kelemahan
fisik secara umum.
4. Kecemasan
berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
2.3.5. Intervensi
Keperawatan
1. Aktual/risiko
kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium.
Tujuan:
tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik
Kriteria
hasil:
- Penurunan
keluhan sesak nafas, edema ekstremitas berkurang
- Produksi
urine > 600 ml/hr
Intervensi:
1) Kaji
adanya edema ekstremitas
Rasional: kecurigaan gagal kongesti/
kelebihan volume cairan.
2) Istirahatkan/tirah
baring klien pada saat edema masih terjadi
Rasional: menjaga klien dalam keadaan
tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan
diuresis guna mengurangi edema.
3) Kaji
tekanan darah
Rasional: sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan
beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
4) Ukur
intake dan output
Rasional: penurunan curah jantung,
mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
5) Timbang
berat badan
Rasional: perubahan tiba-tiba dari BB
menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
6) Berikan
oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi
Rasional: meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia iskemia.
7) Kolaborasi
a. Berikan
diet tanpa garam
Rasional: natrium meningkatkan retensi
cairan dan meningkatkan volume plasma
b. Berikan
diet tinggi protein tinggi kalori
Rasional: diet rendah protein untuk
menurunkan insufiensi renal dan retensi nitrogen yang akan meningkatkan BUN.
Diet tinggi kalori untuk cadangan energi dan mengurangi katabolisme protein.
c. Berikan
diuretik, contoh: furosemide, sprinolakton, hidronolaktonntuk menurunkan volume
plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko
terjadinya edema paru
Rasional: diuretik bertujuan
d. Adenokortikosteroid,
golongan prednison
Rasional: adenokortikosteroid, golongan
prednison digunakan utnuk menurunkan proteinuria
e. Pantau
data laboratorium elektrolit kalium
Rasional: pasien yang mendapat terapi
diuretik mempunyai risiko terjadi hipokalemiasehingga perlu dipantau
2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
Tujuan:
dapat mempertahankan nutrisi yang adekuat
Kriteria
hasil:
- Membuat
pilihan diet utnuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu,
menunjukkan peningkatan BB
Intervensi:
1) Kaji
pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi
Rasional: denga mengetahui tingkat
pengetahuan pasien, perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan
yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
2) Mulai
dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat tanda
kepenuhan gaster, regurgitasi, dan diare.
Rasional: kandungan makanan dapat
mengakibatkan ketdaktoleransian GI, memerlukan perubahan pada kecepatan atau
tipe formula.
3) Fasilitasi
pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan menghindari asupan dari
agen iritan.
Rasional: masukan minuman mengandung
kafein dihindari karena kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang
meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin. Penggunaan alkohol juga
dihindari, demikian juga merokok karena nikotin akan mengurangi sekresi
bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam
duodenum dan juga meningkatkan stimulais parasimpatis yang meningkatkan
aktivitas otot dalam usus dan dapat menimbulkan mual dan muntah.
4) Berikan
diet secara rutin.
Rasional: pemberian diet makanan secara
rutin juga akan memebrikan kondisi normal terhadap fungsi gastrointestinal
dalam melakukan aktivitas rutin selama dirawat dan setelah pasien pulang ke
rumah.
5) Beri
makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecilserta diet TKTPRG (tinggi kalori
tinggi protein rendah gula).
Rasional: untuk meningkatkan selera dan
mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja
jantung.
6) Berikan
nutrisi secara parenteral
Rasional: nutrisi secara intravena dapat
membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh pasien untuk
mempertahankan kebutuhan nutrisi harian.
3. Gangguan
Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas, kelemahan
fisik secara umum.
Tujuan:
aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria
hasil:
- menunjukkan
kemampuan beraktivitas tanpa gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat
tidur.
Intervensi:
1) Tingkatkan
istirahat, batasi kativitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
2) Anjurkan
menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya mengejan saat defekasi.
Rasional:
3) Jelaskan
pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi,
bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional: aktivitas yang maju memberikan
kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
4) Pertahankan
rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Rasional: meningkatkan kontraksi otot
sehingga membantu venous return
5) Evaluasi
tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
Rasional: untuk mengetahui fungsi
jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.
6) Berikan
waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
Rasional: untuk mendapatkan cukup waktu
resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
7) Pertahankan
penambahan O2 sesuai pesanan
Rasional: untuk meningkatkan oksigenasi
jaringan.
8) Monitor
adanya dispneu, sianosis, peningkatan frekuensi napas, serta keluhan subjektif
pada saat melakukan aktivitas.
Rasional: melihat dampak dari aktivitas
terhadap fungsi jantung.
9) Berikan
diet sesuai pesanan (pembatasan air dan natrium)
Rasional: utnuk mencegah retensi cairan
dan edema pada ekstravaskular.
4. Kecemasan
berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.
Tujuan:
kecemasan berkurang
Kriteria
hasil:
- menyatakan
kecemasan berkurang,
- mengenal
perasaannya,
- dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya,
- kooperatif
terhadap tindakan
- wajah
tampak rileks
Intervensi:
1) kaji
tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi pasien dan lakukan tindakan bila
menunjukkan perilaku merusak.
Rasional: reaksi verbal/nonverbal dapat
menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah
2) Hindari
konfrontasi
Rasional: konfrontasi dapat meningkatkan
rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan
3) Mulai
melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
Rasional: mengurangi rangsangan
eksternal yang tidak perlu
4) Tingkatkan
kontrol sensasi pasien
Rasional: kontrol sensasi pasien (dan
dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan
pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan
diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan,
serta meberikan respons balik yang positif.
5) Orientasikan
pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
Rasional: orientasi dapat menurunkan
kecemasan
6) Beri
kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya
Rasional: dapat menghilangkan ketegangan
terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
7) Berikan
privasi untuk pasien dan orang terdekat
Rasional: memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien untuk melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya: membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi
8) Kolaborasi:
berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam
Rasional: meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan
2.3.6. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah
dilakukan intervensi, meliputi:
1. Kelebihan
volume cairan dapat teratasi
2. Meningkatnya
asupan nutrisi
3. Peningkatan
kemampuan aktivitas sehari-hari
4. Penurunan
tingkat kecemasan
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sistem perkemihan merupakan organ
vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil
metabolisme tubuh. Sistem perkemihan terdiri atas: ginjal, ureter, vesika
urinaria, uretra. Keempat organ tersebut memiliki fungsi masing-masing dalam
proses ekskresi dan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh.
Tetapi tidak terlepas dalam
menjalankan fungsinya secara normal, sistem perkemihan juga dapat terjadi suatu
gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik adalah suatu
kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr,
hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi
tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus.
3.2. Saran
3.2.1. Bagi
Mahasiswa
Untuk mempelajari dengan baik dan
benar mengenai konsep baik secara medik maupun secara keperawatan yang berkenaan
masalah sistem perkemihan yaitu sindrom nefrotik.
3.2.2. Bagi
Perawat
Perawat bertanggung jawab dalam
merancang dan melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik serta tepat. Untuk
mencapai hal tersebut dapat dilakukan dengan memahami keadaan pasien dan
struktur proses keperawatan serta referensi yang tidak hanya mengacu pada satu
literature.
3.2.3. Bagi
Masyarakat
Membaca
merupakan kunci dari sumber ilmu pengetahuan, jadi membaca literatur lain
sangat diperlukan guna penyempurnaan pengetahuan.
0 komentar:
Posting Komentar