Jumat, 19 April 2013

ASKEP Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis yang secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang brkembang cepat. Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh oligurea (keluaran urine < 400 ml/hari). Criteria oliguria tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa rata-rata diet orang amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat terlarut. Jika kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200 mOsm /L air, maka kehilangan air obligat dalam urine adalah 500 ml. oleh karna itu ,bila keluaran urine menurun hingga kurang dari 400 ml/hari, penambahan jat terlarut tidak bisa dibatasi dengan kadar BUN serta kreatinin meningkat. Namun oliguria bukan merupakan gambaran penting pada ARF. Bukti penelitian terbaru mengesankan bahwa pada sepertiga hingga separuh kasus ARF,keluaran urine melebihi 400 ml /hari.dan dapat mencapai hingga 2L/hari. Bentuk ARF ini disebut ARF keluaran-tinggi atau disebut non-ologurik. ARF menyebabkan timbulnya gejala dan tanda menyerupai sindrom uremik pada gagal ginjal kronik, yang mencerminkan terjadinya kegagalan fungsi regulasi, eksresi, dan endokrin ginjal. Namun demikian , osteodistrofi ginjal dan anemiabukan merupakan gambaran yang lazim terdapat pada ARF karena awitanya akut.
1.2.   Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang menjadi tujuan penulisan dari makalah ini ialah sebagai berikut :
1.    Tujuan Umum
Dengan adanya makalah asuhan keperawatan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami serta mampu menjelaskan tentang konsep penyakit gagal ginjal akut serta asuhan keperawatan gagal ginjal akut.
2.    Tujuan Khusus
a.       Mampu  mengetahui definisi dari Gagal Ginjal Akut.
b.      Mampu memahami anatomi dari ginjal.
c.       Mampu mengetahui etiologi serta patofisiologi dari Gagal Ginjal Akut.
d.      Mampu mengidentifikasi manifestasi klinis dari Gagal Ginjal Akut.
e.       Mampu menjelaskan tentang penatalaksanaan dari Gagal Ginjal Akut.
f.       Mampu menyebutkan komplikasi dari Gagal Ginjal Akut.
g.      Mampu memahami konsep asuhan keperawatan Gagal Ginjal Akut meliputi pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi serta evaluasi.
1.3.  Manfaat Penulisan
1.        Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit Gagal Ginjal Akut agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2.        Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Gagal Ginjal Akut lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit Gagal Ginjal Akut.
3.        Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Gagal Ginjal Akut sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4.        Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang Gagal Ginjal Akut  serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.       Definisi Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia. (Davidson 1984).
Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara tiba-tiba, sering kali dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta asidosis metabolic dan hiperkalemia. ( D. Thomson 1992 : 91 )
           
2.2.       Anatomi Fisiologi
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram.
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunikafibrosa yang kuat, apabila kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansahenle, vasa rekta dan duktuskoli gensterminal. Bagianluar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara pyramid dinamakan kolumnarenalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens.
Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bias membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal.

2.3.       Etiologi
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut(Muttaqin,arif.2011).
2.3.1.  Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :
a)      Penipisan volume
b)      Hemoragi
c)      Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d)     Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)
e)      Gangguan efisiensi jantung
f)       Infark miokard
g)      Gagal jantung kongestif
h)      Disritmia
i)        Syok kardiogenik
j)        Vasodilatasi
k)      Sepsis
l)        Anafilaksis
m)    Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi
2.3.2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)
Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
a)      Cedera akibat terbakar dan benturan
b)      Reaksi transfusi yang parah
c)      Agen nefrotoksik
d)     Antibiotik aminoglikosida
e)      Agen kontras radiopaque
f)       Logam berat (timah, merkuri)
g)      Obat NSAID
h)      Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i)        Pielonefritis akut
j)        glumerulonefritis
2.3.3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)
Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :
a)      Batu traktus urinarius
b)      Tumor
c)      BPH
d)     Striktur
e)      Bekuan darah.
2.4.       Patofisiologi
Beberapa kondisi berikut yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal : hipovelemia, hipotensi, penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah atau ginjal, obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal. Jika kondisi itu ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen, peningkatan BUN, oliguria dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal ginjal akut dapat ditangani.
Terdapat 4 tahapan klinik dari gagal ginjal akut(Dongoes):
1.        Stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.        Stadium Oliguria.
Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Azotemia biasanya ringan kecuali bila penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini. Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau 4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap kegelisahan atau minum yang berlebihan.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita mulai terganggu.
3.        Stadium III.
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis
Menurut Price, (1995) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi gmnjal, yaitu sebagai berikut :
a)      Obstruksi tubulus.
b)      Kebocoran cairan tubulus.
c)      Penurunan permeabilitas glomerulus.
d)     Disfungsi vasomotor.
e)      Glomerolus feedback.
Teori obstruksi glomerulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute) mengakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan tubulus meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung normal, tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada NTA yang berat.
Pada ginjal normal, 90% aliran darah didistribusi ke korteks (tempat di mana terdapat glomerulus) dan 10% pada medula. Dengan demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan medula menjadi terbalik sehingga terjadi iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi dan arteriol aferen merupakan dasar penurunan laju flitrasi glomerulus (GFR). Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan memperberat iskemia korteks luar ginjal setelah hilangnya rangsangan awal.
Pada disfungsi vasomotor, prostaglandin dianggap bertanggung jawab terjadinya GGA, dimana dalam keadaan normal, hipoksia merangsang ginjal untuk melakukan vasodilator sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Ada kemungkinan iskemia akut yang berat atau berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk menyintesis prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan aliran darah renal pada orang normal dan menyebabkan NTA.
Teori glomerulus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat nefrotoksin atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium yang terfiltrasi dan air.
Akibatnya makula densa mendeteksi adanya peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan merangsang peningkatan produksi renin dan sel jukstaglomerulus, Terjadi aktivasi angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran glomerulus.



Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1.      Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.      Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
3.      Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4.      Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.




2.5.       Pathway
Iskemia atau nefrotoksin
Penurunan aliran darah
Kerusakan sel tubulus
Kerusakan glomerulus
Penurunan aliran darah
Pe ­ Pelepasan NaCl ke makula densa
Obstruksi tubulus
Kebocoran filtrat
Penurunan ultrafiltrasi glomerulus
Penurunan GFR
Gagal ginjal akut
Penurunan produksi urine azotemia
Kecemasan pemenuhan informasi
Respons psikologsi

Diuresisi ginjal

Ekskresi kalium menurun
Peningkatan metabolit pada jaringan otot
Peningkatan metabolit pada gastrointestinal
Edema paru asidosis metabolik

Defisit volume cairan

Ketidakseimbangan elektrolit
Peningkatan kelelahan otot kram otot ­
Bau amonia pada mulut mual, muntah, anoreksia
Pola napas tidak efektif
Hiperkalemi
Kelemahan fisik respon nyeri
Intake nutrisi tidak adekuat
Penurunan pefusi serebral
Kerusakan hantaran impuls saraf
Perubahan konduksi elektrikal jantung
Nyeri gangguan ADL
Pemenuhan nutrisi ­
Defisit neurologik risiko tinggi kejang
Risiko aritmia
Curah jantung ­
Retensi cairan interstisial ­ dan pH ¯
Penurunan pH pad aciaran serebro spinal
 




























 Sumber : Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan(Muttaqin,2011)





2.6.       Manifestasi Klinis
a)      Perubahan  haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
b)      Peningkatan BUN, creatinin
c)      Kelebihan volume cairan
d)     Hiperkalemia
e)      Serum calsium menurun, phospat meningkat
f)       Asidosis metabolik
g)      Anemia
h)      Letargi
i)        Mual persisten, muntah dan diare
j)        Nafas berbau urin
k)      Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang
2.7.       Pemeriksaan Penunjang
1.        Urine : Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein.
2.        Arteriogram ginjal
3.        Biopsi ginjal
4.        Darah : BUN/kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum, Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum.
5.        KUB Foto : Menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi .
6.        Pielografi retrograde
7.        Sistouretrogram berkemih
8.        Ultrasono ginjal
9.        Endoskopi ginjal nefroskopi
10.    EKG



2.8.       Penatalaksanaan
1.        Penatalaksanaan secara umum adalah:
Kelainan dan tatalaksana penyebab.
a.       Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
b.      Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih penuh, ada pembesaan prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu dilakukan USG ginjal.
c.       Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya. 
2.        Penatalaksanaan gagal ginjal
a.       Mencapai & mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
b.      Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
c.       Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
d.      Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
e.       Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk  pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.

2.9.       Komplikasi
1.      Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
2.      Gangguan elektrolit : hyperkalemia, hiponatremia, asidosis
3.      Neurlogi : iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang
4.      Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus, peptikum, perdarahaan gastrointestinal
5.      Hematologi : anemia, diathesis hemoragik
6.      Infeksi : pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial



KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT
1.    Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab,identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun,khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Pada pengkajian jenis kelamin, pria  disebabkan oleh hipertrofi prostat sedangkan pada wanita disebabkan oleh infeksi saluran kemih yang berulang, serta pada wanita yang mengalami perdarahan pasca melahirkan. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
2.    Riwayat Kesehatan
2.1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2.2.Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dnegna predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar nluas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
2.3.Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
2.4.Riwayat psikososialcultural
Adanya kelemahan fisik, penurunan urine output dan prognosis penyakit yang berat akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.

3.    Pemeriksaan Fisik
3.1.Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
3.2.Pemeriksaan Pola Fungsi
3.2.1. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
3.2.2. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.

3.2.3. B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
3.2.4. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
3.2.5. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
3.2.6. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
3.3. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA,d an GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
4.    Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1.      Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
2.      Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
3.      Terapi cairan
4.      Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
5.      Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis
5.    Analisa Data
symptom
Etiologi
Problem
DS:-
DO:-perubahan pola kemih,warna urin pekat,penurunan urine output <400 ml/hari.
fase diuresis dari gagal ginjal akut
Defisit volume cairan
DS:-
DO:pernapasan kussmaul,fetor uremik,
penurunan pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan,

Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif
DS:-
DO:klien gelisah,Terdapat papiledema,deficit neurologis,kadar kalium serum meningkat.
gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi

Aktual/risiko tinggi aritmia.
DS:-
DO:peningkatan suhu tubuh,penglihatan kabur,kram otot,azotemia.
kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
Aktual/risiko tinggi kejang

DS:-
DO:kehilangan kemampuan konsentrasi,kehilangan memori,penurunan lapang pandang.
gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi

Aktual/risiko tinggi defisit neurologis
DS:-
DO:muntah,anoreksia,lemah.
intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DS:-
DO:lemah,ada edema,terlihat sakit berat.
edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum

Gangguan ADL (Activity Daily Living)
DS:-
DO:bingung dengan kondisinya,peningkatan TTV,ketidakmampuan berkonsentrasi,
prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
cemas


6.    Diagnosa keperawatan
1.      Defisit volume cairan b.d. fase diuresis dari gagal ginjal akut
2.      Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif b.d penurunan pH pada ciaran serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru pada respons asidosis metabolik
3.      Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal efek sekunder penurunan pH, hiperkalemi, dan uremia
4.      Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal efek sekunder dari asidosis metabolik
5.      Aktual/risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari hiperkalemi
6.      Aktual/risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
7.      Aktual/risiko tinggi defisit neurologis b.d gangguan transmisi sel-sel saraf sekunder dari hiperkalsemi
8.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder dari anoreksi, mual, muntah
9.      Gangguan ADL (Activity Daily Living) b.d edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum
10.  Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan
7.    Intervensi
Rencana keperawatan yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan risiko komplikasi.

Diagnose
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional

Tujuan : defisit volume cairan dapat teratasi
Kriteria evaluasi :
-          Klien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembab, turgor kulit normal, TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari
Laboratorium : nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/Kreatinin menurun
1.   Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output)
2.   Auskultasi TD dan timbang berat badan.
3.   Programkan untuk dialysis.
4.   Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
5.   Kolaborasi Pertahankan pemberian cairan secara intravena
1.    Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine, monitoring yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.
2.    Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemik. Perubahan berat badan sebagai parameter dasar terjadinya defisit cairan.
3.    Program dialisis akan mengganti fugnsi ginjal yang terganggu dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh.
4.    Mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan tahanan perifer.
5.    Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan secara cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan


Tujuan:tidak terjadi perubahan pola napas
Kriteria evaluasi:
-          Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit.
-          Pemeriksaan gas arteri pH 7.40 ± 0,005, HCO, 24 ± 2 mEq/L, dan PaCO, 40 mmHg
1.    Kaji faktor penyebab asidosis metabolic.
2.    Monitor ketat TTV.
3.    Istirahatkan klien dengan posisi fowler.
4.    Ukur intake dan output.
Manajemen lingkungan :
5.     lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Kolaborasi
6.    Berikan cairan ringer laktat secara intravena.
7.    Berikan bikarbonat.
8.    Pantau data laboratorium analisis gas darah berkelanjutan
1.        Mengeidentifikasi untuk mengatasi penyebab dasar dari asidosis metabolic.
2.        Perubahan TTV akan memberikan dampak pada risiko asidosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi asidosis
3.        Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan menurunkan tekanan darah.
4.        Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.
5.        Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
6.        Larutan IV ringer laktat biasanya merupakan cairan pilihan untuk memperbaiki keadaan asidosis metabolik dengan selisih anion normal, serta kekurangan volume ECF yang sering menyertai keadaan ini.
7.        Kolaborasi pemberian bikarbonat. Jika penyebab masalah adalah masukkan klorida, maka pengobatannya adalah ditujukan pada menghilangkan sumber klorida.
8.        Tujuan intervensi keperawatan pada asidosis metabolik adalah meningkatkan pH sistemik sampai ke batas yagn aman dan menanggulangi sebab-sebab asidosis yang mendasarinya. Dengan monitoring perubahan dari analisis gas darah berguna untuk menghindari komplikasi yang tidak diharapkan

Tujuan:tidak terjadi aritmia
Kriteria :
-          Klien tidak gelisah, tidak mengeluh mual-mual dan muntah
-          GCS 4, 5, 6 tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
-          Klien tidak mengalami defisit neurologis, kadar kalium serum dalam batas normal
1.    Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu dan faktor-faktor hiperkalemi.
Manajemen pencegahan hipokalemia
2.    Beri diet rendah kalium
3.    Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
4.    Monitoring ketat kadar kalium darah dan EKG.
5.    Monitoring klien yang berisiko terjadi hipokalemi.
6.    Monitoring klien yang mendapat infus cepat yang mengandung kalium
Manajemen kolaborasif koreksi hiperkalemi:
7.    Pemberian kalsium glukonat.
8.    Pemberian glukosa 10%.
9.    Pemberian natrum bikarbonat.
10.                   
1.    Banyak faktor yang menyebabkan hiperkalemia dan penanganan disesuaikan dengan faktor penyebab.
2.    Makanan yang mengandung kalium tinggi yang harus dihindari termausk kopi, cocoa, the, buah yang dikeringkan, kacang yang dikeringkan, dan roti gandum utuh. Susu dan telur juga mengandung kalium yang cukup besar. Sebaliknya, makanan dengan kandungan kalium minimal termasuk mentega, margarin, sari buah, atau saus cranbeery, bir jahe, permen karet, atau gula-gula (permen), root beer, gula dan madu.
3.    Adanya perubahan TTV secara cepat dapat menjadi pencetus aritmia pada klien hipokalemi.
4.    Upaya deteksi berencana untuk mencegah hiperkalemi.
5.    Asidosis dan kerusakan jaringan seperti pada luka bakat atau cedera remuk, dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ICF ke ECF, dan masih ada hal-hal lain yang dapat menyebabkan hiperkalemia. Akhirnya, larutan IV yang mengandung kalium harus diberikan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya beban kalium berlebihan latrogenik.
6.    Aspek yang paling penting dari pencegahan hiperkalemia adalah mengenali keadaan klinis yang dapat menimbulkan hiperkalemia karena hiperkalemia adalah akibat yang bisa diperkirakan pada banyak penyakit dan pemberian obat-obatan. Selain itu, juga harus diperhatikan agar tidak terjadi pemberian infus larutan IV yang mengandung kalium dengan kecepatan tinggi.
7.    Dilakukan penghambatan terhadap efek jantung dengan kalsium, disertai redistribusi K+ dari ECF ke ICF. Tiga metode yang digunakan dalam penangan kegawatan dari hiperkalemia berat (>8 mEq/L atau perubahan EKG yang lanjut)
8.    Kalsium glukonat 10% sebanyak 10 ml diinfus IV perlahan-lahan selama 2-3 menit dengan pantauan EKG, efeknya terlihat dalam waktu 5 menit, tetapi hanya bertahan sekitar 30 menit.
9.    Glukosa 10% dalam 500 ml dengan 10 U insulin regular akan memindahkan K+ ke dalam sel; efeknya terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan beberapa jam.
10.                  Natrium bikarbonat 44-88 mEq IV akan memperbaiki asidosis dan perpindahan K+ ke dalam sel; efeknya terlihat dalam waktu 30 menit dan dapat bertahan beberapa jam.

Tujuan : perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria evaluasi :
-          Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kajang, GCS 4,5,6, pupil isokor, refleks cahaya (+).
-          Tanda-tanda vital normal (nadi 60-100 kali/menit, suhu : 36-36,70C, pernapasan 16-20 kali/menit),
-           serta klien tidak mengalami defisit neurologis seperti : lemas, agitasi, iritabel, hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi hingga akhirnya timbul koma, kejang
1.    Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
2.    Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada hipertensi sistolik.
3.    Bantu klien untuk membatasi muntah dan batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
4.    Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
5.    Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
6.    Monitor kalium serum
1.    Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
2.    Pada keadaan normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik yang dapat berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskular serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan pejralanan infeksi.
3.    Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
4.    Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
5.    Rangsangan aktivitas yang meningkatkan dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketegangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasusu stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
6.    Hiperkalemi terjadi dengan asidosis, hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan asidosis dan perpindahan kalium kembali ke sel.

Tujuan : perawatan risiko kejang berulang tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
-Klien tidak mengalami kejang
1.    Kaji dan catat faktor-faktor yang menurunkan kalsium dari sirkulasi.
2.    Kaji stimulus kejang.
3.    Monitor klien yang berisiko hipokalsemi.
4.    Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang tinggi.
Kolaborasi pemberian terapi
5.    Garam kalsium parenteral
6.    Vitamin D
7.    Tingkatan masukan diet kalsium.
8.    Monitor pemeriksaan EKG dan laboratorium kalsium serum
1.    Penting artinya untuk mengamati hipokalsemia pada klien berisiko. Perawat harus bersiap untuk kewaspadaan kejang bila hipokalsemia hebat.
2.    Stimulus kejang pada tetanus adalah rangsang cahaya dan peningkatan suhu tubuh.
3.    Individu berisiko terhadap osteoporosis diinstruksikan tentang perlunya masukan kalsium diet yang adekuat; jika dikonsumsi dalam diet, suplemen kalsium harus dipertimbangkan.
4.    Alkohol dan kafein dalam dosis yang tinggi menghambat penyerapan kalsium dan perokok kretek sedang meningkatkan ekskresi kalsium urine
5.    Garam kalsium parenteral termausk kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium klorida menghasilkan kalsium berionisasi yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan jumlah akuimolar kalsium glukonat, tetapi cairan ini tidak sering digunakan karena cairan tersebut l ebih mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika dibiarkan menginfiltrasi
6.    Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorpsi ion kalsium dari traktus GI
7.    Tingkatan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1.000 hingga 1.500 mg/hari pada orang dewasa sangat dianjurkan (produk dari susu: sayuran berdaun hijau; salmon kaleng, sadin, dan oyster segar)
8.    Menilai keberhasilan intervensi



8.    Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi adalah sebagai berikut:
1.      Defisit volume cairan teratasi
2.      Pola napas kembali efektif
3.      Tidak terjadi penurunan curah jantung
4.      Peningkatan perfusi serebral
5.      Tidak terjadi aritmia
6.      Tidak terjadi kejang
7.      Pasien tidak mengalami defisit neurologis
8.      Asupan nutrisi tubuh terpenuhi
9.      Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
10.  Kecemasan berkungan.




BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gagal ginjal akut ( GGA ) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.
Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1.      Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2.      Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap ini gejala uremik untuk pertama kalinya muncul dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.
3.      Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
4.      Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3-12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.
3.2. Saran
1.      Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit Gagal Ginjal Akut agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2.      Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Gagal Ginjal Akut lebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit Gagal Ginjal Akut.
3.      Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan Gagal Ginjal Akut sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4.      Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah informasi tentang Gagal Ginjal Akut  serta dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini.




DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer,Arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran.edisi 3,jilid 1. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin,Arif,Kumala Sari.2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.

Wilkinson,Judith M,dkk.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.NANDA,Intervensi NIC,criteria Hasil NOC,edisi 9.Jakarta :EGC

www.google.com.asuhan keperawatan gagal ginjal akut.


1 komentar:

Fitry blessing mengatakan...

Alhamdulillah suami saya sudan sembuh semenjak 6 bulan rutin br ikhtiar dengan pengobatan ikhwan 9779. Ini sudah 4 bulan tidak cuci darah semenjak di katakan dokter hermawan kalau ginjal suami saya sudah baikan dan tak perlu cuci darah lagi.
Ini saya bicara apa ada nya sesuai pengalaman pribadi dengan tujuan memberi semangat buat yang lain kalau gagal ginjal akut itu bisa di sembuhkan bukti nya suami saya sekarang sembuh.
Jadi saran saya yang sakit gagal ginjal akut dan ingin sembuh sebelum tr jadi keparahan bahkan bisa menjadi gagal ginjal kronis segeralah brobat rutin dan jaga makanan nya semoga bisa sembuh juga seperti suami saya yang secara rutin selama 6 bulan brobat dengan pengobatam ikhwan 9779 yang ada di aceh. Kalau bisa datang langsung kalau tidak bisa datang karna jauh bisa pesan obat saja dan rajin konsultasi dengan beliau, dan ini nomor beliau semoga beliau bisa membantu dan saudara bisa sembuh amin...
( PENGOBATAN IKHWAN 9779 NOMOR WA 0822-9423-8289)

Posting Komentar

 
;