Selasa, 02 Juli 2013

PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN (KATETERISASI)



PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERKEMIHAN


Untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan urologi, seseorang dituntut untuk dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dasar urologi dengan seksama dan sistematik mulai dari:
  1. Pemeriksaan subyektif untuk mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien yang digali melalui anamnesis yang sistematik,
  2. Pemeriksaan obyektif yaitu melakukan pemeriksaan fisis terhadap pasien untuk mencari data-data objektif mengenai keadaan pasien,
  3. Pemeriksaan penunjuang yaitu melalui pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium:
a.    Radiologi atau imaging
b.    Uroflowmetri
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
c.     Urodinamika
Merupakan suatu perangkat pemeriksaan obyektif untuk mengetahui fungsi kandungan kemih dan merupakan pemeriksaan penunjang yang cukup akurat untuk menentukkan jenis dan penyebab gangguan pada saluran kemih bagiian bawah, seperti inkontinensia (beser kemih) atau retensio urin ( kesulitan berkemih ).
Dengan memasukan kateter berisi transduser untuk mengukur tekanan ke dalam kandung kemih dan rektum. Kateter tersebut dihubungkan dengan komputer. Kemudian memasukan cairan steril ke dalam kandungan kemih. Selama fase pengisian tersebut komputer akan memberikan informasi mengenai tekanan kandung kemih, dan rektum, refleks kandungan kemih dan kapasitas kandung kemih.
d.     Elektromiografi
Merupakan tehnik untuk mengevaluasi rekaman aktivitas listrik dari kontraksi yang dihasilkan oleh otot .
e.    Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi laser.
f.     Laparoskopi
Suatu tindakan mini invasive untuk melihat rongga peritoneum. Kondisi seperti miomauteri, endometriosis, infeksi panggul dan nyeri haid melalui laparoskopi akan mendapatkan keuntungan yang banyak. Masa pemulihan umumnya hanya berlangsung 2 hari dengan kosmetik luka yang hanya memerlukan sayatan sekitar 5mm.

A.   Anamnesis dan Riwayat Penyakit
Anamnesis yang sistematik mencakup:
(1)  Keluhan utama pasien
(2) Riwayat penyakit lain yang pernah dideritanya maupun pernah diderita keluarganya
(3) Riwayat penyakit yang diderita saat ini. Pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan:
a.         sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, seperti malaise, pucat, uremia yang merupakan gejala gagal ginjal, atau demam akibat infeksi
b.         lokal, seperti nyeri, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas.

B.   Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal (nyeri yang dirasakan di sekitar organ tersebut) atau berupa referred pain (nyari yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit). Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan sangat nyeri, hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang melingkupi organ tersebut. Maka dari itu, pielonefritis, prostatitis, maupun epididimitis akut dirasakan sangat nyeri, berbeda dengan organ berongga sperti buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai kurang nyaman/discomfort.
1.    Nyeri Ginjal
Nyeri ginjal terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul ini dapat terjadi pada pielonefritis akut yang menumbulkan edema, pada obstruksi saluran kemih yang menjadi penyebab hidronefritis, atau pada tumor ginjal.
2.    Nyeri Kolik
Nyeri kolik terjadi pada spasmus otot polos ureter karena gerakan peristaltik  yang terhambat oleh batu, bekuan darah atau corpus alienum lain. Nyeri ini sangat sakit, namun hilang timbul  bergantung dari gerakan perilstaltik ureter. Nyeri tersebut dapat dirasakan pertama tama di daerah sudut kosto-vertebra, kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal hingga ke daerah kemalian. Sering nyeri ini diikuti keluhan pada sistem pencernaan, seperti mual dan muntah.
3.    Nyeri Vesika
Nyeri vesika dirasakan pada daerah suprasimfisis. Nyeri terjadi akibat overdistensi vesika urinaria yang mengalami retensi urin atau terdapatnya inflamasi pada buli buli. Nyeri muncul apabila buli-buli terisi penuh dan nyeri akan berkurang pada saat selesai miksi. Stranguria adalah keadaan dimana pasien merasakan nyeri sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang disertai hematuria.
4.    Nyeri Prostat
Nyeri prostat disebabkan karena inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar postat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri sulit ditentukan, namun umunya diaraskan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral atau nyeri rektum. Nyeri prostat ini sering diikuti keluhan miksi seperti frekuensi, disuria dan bahkan retensi urine.
5.    Nyeri testis/epididimis
Nyeri dirasakan pada kantong skrotum dapat berupa nyeri primer (yakni berasal dari kelainan organ di kantong skrotum) atau refered pain (berasal dari organ di luar skrotum). Nyeri akut primer dapat disebabkan oleh toriso testis atau torsio apendiks testis, epididimitis/orkitis akut, atau trauma pada testis. Inflamasi akut pada testis atau epididimis menyebabkan pergangan pada kapsulnya dan sangat nyeri. Nyeri testis sering dirasakan pada daerah abdomen, sehingga sering dianggap disebabkan kelainan organ abdominal. Blunt pain disekitar testis dapat disebabkan varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
6.    Nyeri penis
Nyeri yang dirasakan pada penis yang sedang flaccid (tidak ereksi) biasanya merupakan refered pain dari inflamasi pada mukosa buli buli atau ueretra, terutama pada meatus uretra eksternum. Nyeri pada ujung penis dapat disebabkan parafimosis atau keradangan pada prepusium atau glans penis. Sedangkan nyeri yang terasa pada saat ereksi mungkin disebabkan oleh penyakit Peyronie atau priapismus (ereksi terus menerus tanpa diikuti ereksi glans).


C.   Keluhan Miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi keluhan iritasi, obstruksi, inkontinensia dan enuresis. Keluhan iritasi meliputi urgensi, polakisuria, nokturia dan disuria; sedangkan keluhan obstruksi meluiputi hesitansi, harus mengejan saat miksi, pancaran urine melemah, intermitensi dan menetes serta masih terasa ada sisa urine sehabis miksi. Keluhan iritasi dan obstruksi dikenal sebagai lower urinary tract syndrome.


1.      Gejala Iritasi
Urgensi adalah rasa sangat ingin kencing hingga terasa sakit, akibat hiperiritabilitas dan hiperaktivitas buli-buli sehingga inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli-buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli-buli nerogen.
Frekuensi, atau polaksuria, adalah frekuensi berkemih yang lebih dari normal (keluhan ini paling sering ditemukan pada pasien urologi). Hal ini dapat disebabkan karena produksi urine yang berlebihan atau karena kapasitas buli buli yang menurun.
Nokturia adalah polaksuria yang terjadi pada malam hari. Pada malam hari, produksi urin meningkat pada pasien-pasien gagal jantung kongestif dan edema perifer karena berada pada posisi supinasi. Pada pasien usia tua juga dapat ditemukan produksi urine pada malam hari meningkat karena kegagalan ginjal melakukan konsenstrasi  urine.
2.      Gejala Obstruksi
Normalnya, relaksasi sfingter uretra eksterna akan diikuti pengeluaran urin. Apabila terdapat obstruksi intravesika, awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan sering pasien harus mengejan untuk memulai miksi. Setelah  urine keluar, seringkali pancarannya lemah dan tidak jauh, bahkan urine jatuh dekat kaki pasien. Di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti dan kemudian memancar lagi (disebut dengan intermiten), dan miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli buli dengan masih keluar tetesan urine (terminal dribbling). Apabila buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya, akan terasa nyeri pada daerah suprapubik dan diikuti dengan keinginan miksi yang sakit (urgensi). Lama kelamaan, buli-buli isinya makin penuh hingga keluar urin yang menetes tanpa disadari yang dikenal sebagai inkontinensia paradoksa. Obstruksi uretra karena striktura uretra anterior biasanya ditandai dengan pancaran kecil, deras, bercabang dan kadang berputar putar.
3.      Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk menahan urine yang keluar dari buli buli, baik disadari ataupun tidak disadari. Terdapat beberapa macam inkontinensia urine, yaitu inkontinensia true atau continuous (urine selalu keluar), inkontinensia stress (Tekanan abdomen meningkat), inkontinensia urge (ada keinginan untuk kencing) dan inkontinensia paradoksa (Buli-buli penuh).
4.      Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge, yaitu adanya perdarahan per uretram yang keluar tanpa proses miksi. Porsi hematuria perlu diperhatikan apakah terjadi pada awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih, mulai dari infeksi hingga keganasan.
5.      Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih yang tercampur dengan udara, dapat terjadi karena adanya fistula antara buli-buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas karbondioksida di dalam urine, seperti pada pasien diabetes mellitus.
6.      Hematospermia
Hematospermia atau hemospermia adalah adanya darah di dalam ejakulat, biasa ditemukan pada pasien usia 30-40 tahun. Kurang lebih 85-90% mengeluhkan hematospermia berulang. Hematospermia paling sering disebabkan oleh kelainan pada prostat dan vesikula seminalis. Paling banyak hematospermia tidak diketahui penyebabnya dan dapat sembuh sendiri. Hematospermia sekunder dapat disebabkan oleh paska biopsi prostat, adanya infeksi vesikula seminalis atau prostat, atau oleh karsinoma prostat.
7.      Cloudy Urine
Cloudy urine adalah urine bewarna keruh dan berbau busuk akibat adanya infeksi saluran kemih.

D.   Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Kalainan-kelainan pada sistem urogenitalia dapat memberikan manifestasi sistemik, atau tidak jarang pasien-pasien dengan kelainan di bidang urogenitalia kebetulan menderita penyakit lain. Hipertensi, edema tungkai, dan ginekomastia merupakan tanda dari kelainan sistem urogenitalia.

1.      Pemeriksaan Ginjal
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomean sebelah atas harus diperhatikan saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran ini dapat disebabkan oleh hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitonial. Palpasi dilakukan secara bimanual (dengan dua tangan). Tangan kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas, sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Perkusi, yaitu dengan pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra.

2.      Pemeriksaan Buli-buli
Pemeriksaan buli buli harus memperhatikan adanya benjolan atau jaringan parut bekas irisan/operasi di suprasiimfisis. Masa di daerah tersebut dapat merupakan tumor ganas buli buli atau adanya buli buli yang terisi penuh oleh adanya retensi urine. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli buli.
3.      Pemeriksaan genetalia eksterna
Pada inspeksi genetalia eksterna diperhatikan ada kelainan penis seperti mikropenis, makropensi, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis, fistel uretro kutan, dan tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat dapat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah ventral penis, berupa jaringan keras yang dikenal sebagai spongiofibrosis.
4.      Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan adanya pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri saat diraba, atau adanya hipoplasia pada kulit skrotum (penurunan jumlah sel yang nyata dalam jaringan yang mengakibatkan penurunan jaringan atau organ, akibatnya organ tersebut menjadi kerdil) yang sering dijumpai pada kriptorkismus. Untuk membedakan antara massa padat dengan massa kistus pada isi skrotum dapat dilakukan pemeriksaan transiluminasi pada isi skrotum.
5.      Colok dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk (yang sudah diberikan pelicin) ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan ini, dinilai (1) tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernous (BCR), (2) adanya massa di lumen rektum, dan (3) menilai keadaan prostat. Penilaian refleks bulbo-kavernosus dinilai dengan merasakan adanya reflek jepitan ani pada jari akibat rangsangan sakit yang diberikan pada glans penis. Pada wanita yang sudah berkeluarga dapat dilakukan pula colok vagina untuk menilai kemungkinan adanya kelainan pada alat kelamin wanita, seperti massa di serviks, darah di vagina, dan massa di buli-buli.
6.      Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang berakibat kelainan pada sistem urogenitalia, seperti lesi  motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab dari buli buli neurogen.









KATETERISI

A.   Pengertian kateterisasi 
1.    Kateter adalah peralatan bedah yang berbentuk tubuler dan lentur yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh untuk mengeluarkan atau memasukan cairan.
2.    Chateterization adalah pemasangan kateter ke dalam saluran atau rongga tubuh.
3.    Kateterisasi kandung kemih adalah: memasukan selang plastic atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji haluaran urine per jam pada klien yang hemodinamiknya  tidak stabil.

B.   Tipe Kateterisasi
1.      Kateter inweling atau intermiten untuk retensi merupakan dua bentuk insersi kateter. Pada teknik intermiten, kateter lurus yang sekali pakai dimasukkan cukup panjang untuk mengeluarkan urine dari kandung kemih (5-10 menit).
2.      Kateter menetap atau Foley tetap ditempat untuk periode waktu yang lebih lama sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan spontan atau selama pengukuran akurat per jam dibutuhkan. Kateter foley menetap memiliki balon kecil yang dapat digembungkan, yang melingkari kateter tepat dibawah ujung kateter. Kateter menetap untuk retensi memiliki dua atau tiga lumen di dalam badan kateter. Satu lumen mengeluarkan urine melalui kateter ke kantung pengumpul. Lumen kedua membawa air steril ke dan dari dalam balon saat lumen digembungkan atau dikempeskan. Lumen ketiga dapat digunakan untuk memasukan cairan atau obat-obatan kedalam kandung kemih. Menentukan jumlah lumen adalah dengan menghitung jumlah drainase dan tempat injeksi pada ujung kateter.
3.      Kateter  coude digunakan pada klien pria, yang mungkin mengalami pembesaran prostat, yang mengobstruksi sebagian ureter. Kateter ini lebih kaku dan lebih midah terkontrol daripada kateter yang ujungnya lurus.

C.     Indikasi kateterisasi
1.    Kateterisasi Intermiten
§  Meredakan rasa tidak nyaman akibat distensi kandung kemih, ketentuan untuk menurunkan distensi.
§  Mengambil spesimen urine yang steril.
§  Mengkaji residu urine setelah pengosongan kandung kemih.
§  Penatalaksanaan jangaka panjang klien yang mengalami cidera medula spinal, degenerasi neuromuskular, atau kandung kemih yang tidak kompeten.
2.    Kateterisasi Menetap Jangka Pendek
§  Obstruksi pada aliran urine (mis, pembesaran prostata).
§  Perbaikan kandung kemih, uretra dan struktur disekelilingnya melalui pembedahan.
§  Mencegah obstruksi  uretra  akibat adanya bekuan darah.
§  Mengukur haluaran ureine padaklien yang menderita penyakit kritis.
§   Irigasi kandung kemih secara intermiten.
3.    Kateterisasi Menetap Jangka Panjang
§  Retensi urine yang berat disertai ISK yang berulang.
§  Ruam kulit, atau luka iritasi akibat kontak dengan uriene.
§  Penderita penyakit terminal yang merasa nyeri ketika linen tepat tidur diganti.

D. Pemasangan Kateter
1.      Pengertian
Memasukan selang karet atau plastic ke dalam vesika urinaria (kandung kemih) melalui uretra.
2.      Tujuan
a.    Menghilangkan distensi kandung kemih.
b.    Sebagai penatalaksanaan kandung kemih yang inkompeten.
c.    Mendapatkan spesimen urine steril.
d.    Mengkaji jumlah residu urine, jika kandung kemih tidak mampu sepenuhnya dikosongkan.
3.       Indikasi
a.    Diagnostik (secepatnya dilepas)
1.      Mengambil sample urin untuk kultur urin
2.      Mengukur residu urine
3.      Memasukan bahan kontras untuk pemeriksaan radiology
4.      Urodinamik
5.      Monitor produksi urine atau balance cairan
b.     Terapi (dilepas setelah tujuan dicapai)
1.    Retensi urine
2.     Self interniten kateterisasi (CIC)
3.    Memasukan obat-obatan
4.    Viversi urine
5.     Sebagai splin
4.      Persiapan
a.   Alat

·      Troli kateterisasi steril
·      Sarung tangan steril
·      Sarung tangan bersih
·       Duk steril
·      Pelumas / lubricant
·      Larutan pembersih antiseptic
·      Bola kapas
·      Forsep
·      Kateter straight atau inwelling
·      Spuit yang sudah terisi dengan larutan untuk menggembungkan balon pada kateter inwelling
·      Wadah atau baskom (biasanya bagian dasar dari troli)
·      Lampu senter
·      Selang drainase steril dan urine bag
·      Plester
·      Selimut
·      Kantung sampah
·      Handuk mandi


b.      Pasien
1.      Mengucapkan salam terapeutik
2.      Memperkenalkan diri
3.      Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan
4.      Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5.      Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
6.      Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7.      Privasi klien selama komunikasi dihargai
8.      Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9.      Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
c.       Prosedur
Pemasangan kateter menetap atau kateter lurus
1)   Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian yang nyaman untuk melakukan pekerjaan
2)   Cuci tangan
3)     Tutup gorden atau bilik ruangan (untuk menjaga privasi klien)
4)   Posisi perawat menghadap klien, berdiri di sebelah kiri tempat tidur, jika anda akan menggunakan tangan kanan (berdiri di sebelah kanan tempat tidur jika anda akan menggunakan tangan kiri).
5)   Atur posisi klien
a.       Wanita
Bantu untuk mengambil posisi dorsal rekumben (telentang dengan lutut ditekuk). Minta klien untuk merelaksasi paha sehingga paha dapat dirotasi ke arah luar (tungkai dapat ditopang dengan bantal), atau posisikan klien dalam posisi berbaring miring (sim) dengan menekuk lututnya, apabila klien tidak mampu mengambil posisi telentang
b.      Pria
Bantu untuk mengambil posisi dengan paha sedikit diabduksi
6)   Beri alas pada bokong
7)   Kenakan sarung tangan sekali pakai. Bersihkan daerah perineum dengan air dan sabun, sesuai kebutuhan, keringkan
8)   Lepas dan buang sarung tangan yang telah dipakai. Cuci tangan
9)   Posisikan lampu untuk menyinari daerah perineum (apabila menggunakan senter, minta seorang asisten untuk memegangnya)
10)    Buka peralatan kateterisasi dan kateter (apabila dikemas terpisah) sesuai dengan petunjuk penggunaannya
11)    Kenakan sarung tangan steril
12)    Gunakan tangan nondominan untuk mengekspos meatus uretra
13)    Lakukan desinfektan menggunakan kapas betadin/iodin dengan pinset secara asepsis
14)    Gunakan gerakan sirkuler untuk laki-laki dan vulva hygyene untuk wanita
15)    Jauhkan kapas bekas ke dalam bengkok dari area steril
16)    Pasang duk steril
a.   Wanita
Tempatkan duk pada perineum sehingga labia terlihat dan pastikan untuk tidak menyentuh permukaan yang terkontaminasi
b.   Pria
Tempatkan duk di atas paha tepat di bawah penis. Angkat duk bolong. Buka lipatan duk dan pasang di atas penis dengan celah yang bolong ditempatkan di atas penis.
17)    Tangan nondominan memegang penis/ membuka vulva
18)    Oleskan jelly/lubricant  disepanjang sisi ujung kateter
a.      Wanita : 2,5 sampai 5 cm
b.      Pria : 7,5 sampai 12,5 cm
19)    Ambil kateter dengan tangan dominan yang telah mengenakan sarung tangan sekitar 5 cm dari ujung keteter. Pegang ujung kateter dan lekuk dengan longgar di telapak tangan yang tidak dominan. Letakan ujung distal kateter di wadah penampang urine (jika kateter belum dipasang ke saluran atau urine bag)
20)    Insersi kateter
a.      Wanita
Pegang kateter di tangan yang dominan dan tangan yang tidak dominan melanjutkan tindakan meretraksi labia. Anjurkan klien untuk nafas dalam, insersi kateter melalui meatus secara perlahan. (apabila tidak ada urine yang muncul setelah selang diinsersi beberapa sentimeter, kateter mungkin masuk ke dalam vagina, biarkan di tempat, kemudian ambil dan insersi kateter lain kemudian lepaskan kateter yang pertama.
Masukkan kateter sekitar 5 sampai 7,5 cm pada orang dewasa, 2,5 cm pada anak, atau sampai urine keluar. Apabila menginsersi kateter menetap, masukkan lagi 5 cm setelah urine keluar. Apabila ada tahanan, jangan memaksa kateter untuk masuk.
b.      Pria
Tinggikan penis ke posisi perpendicular terhadap tubuh klien dan berikan sinar ke arah atas penis yang telah ditarik.
Anjurkan klien untuk mengedan ke bawah seperti pada saat berkemih, insersi kateter melalui meatus secara perlahan.
Masukkan kateter 17,5 sampai 22,5 cm pada orang dewasa, 5 sampai 7,5 cm pada anak kecil, atau sampai urine keluar. Apabila ada tahanan, tarik kateter dan jangan memaksanya masuk ke uretra. Apabila menginsersi kateter menetap, masukan lagi sepanjang 5 cm setelah urine keluar
21)    Isi balon dengan air steril sejumlah yang tertera pada kateter
22)    Tarik kateter sampai ada tahanan
23)    Buka sarung tangan
24)    Fiksasi kateter kebawah abdomen untuk pria atau paha depan wanita
25)    Menempatkan urine bag dengan dengar
26)    Bantu klien pada posisi yang nyaman
27)    Kumpulkan alat-alat disposibel kemudian cuci tangan
28)    Evaluasi: tanggal, jam, ukuran,tipe kateter, jumlah dan deskripsi urin

























IRIGASI KATETER

A.   Pengertian
Ø Pencucian kateter urine untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya.
Ø Memasukan larutan kedalam kandung kemih untuk membersihkan atau memasukan obat. Tujuan: memberikan larutan kedalam kandung kemih; membersihkan atau memasukan obat kedalam kandung kemih. kebijakan : dilakukan pada pasien

B.   Tujuan
1.    Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine
2.    Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
3.    Untuk membersihkan kandung kemih
4.    Untuk mengobati infeksi lokal

C.   Persiapan
Alat :
·      Latutan irigasi steril (sesuai yang diresepkan dokter)
·      Selang irigasi (dengan atau tanpa konektor- Y)
·      Pole IV
·      Kapas antiseptic
·      Wadah metric
·      Konektor Y
·       Selimut mandi (tidak harus)
·      Sarung tangan
Prosedur :
1.    Kaji program dokter untuk tipe irigasi dan larutan irigasi yang digunakan
2.    Kaji warna urine dan adanya lendir atau sedimen
3.    Tentukan tipe kateter yang akan dipasang
a.      Tiga lumen (satu lumen untuk menggembungkan balon, satu lumen untuk memasukkan larutan irigasi, dan satu lumen untuk aliran keluar urine)
b.      Dua lumen (satu lumen untuk menggembungkan balon, satu lumen untuk aliran keluar urine)
4.    Menentukan kepatenan selang drainase. Dipastikan bahwa selang drainase tidak tergulung, diklem dengan cara yang tidak tepat, atau tertekuk di bawah ketinggian kandung kemih
5.    Mengkaji jumlah urine didalam kantung drainase
6.    Mengumpulkan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan
a.  Metode intermitten tertutup
(1)   Larutan irigasi steril pada suhu ruangan
(2)   Wadah yang memiliki ukuran
(3)   Spuit steril dengan berkapasitas 30 sampai 50 ml
(4)   Jarum steril dengan ukuran 19 sampai 22,1 inci
(5)   Swab antiseptik
(6)   Klem untuk kateter atau selang
(7)   Selimut mandi
b.   Metode kontinu tertutup
(1)  Larutan irigasi steril , sesuaikan suhu dalam kantung dengan suhu ruangan
(2)   Selang irigasi dan klem (dengan atau tanpa penghubung Y)
(3)   Tiang IV
(4)   Swab antiseptik
(5)   Penghubung Y (pilihan)
(6)   Selimut mandi
c.    Metode terbuka
(1)   Set irigasi steril disertai troli/ penampangnya
(2)   Bulb spuit atau spiut tipe piston berkapasitas 60 ml
(3)   Basin penampung yang steril
(4)   Duk kedap air
(5)   Wadah larutan yang steril
(6)   Swab antiseptik
(7)   Sarung tangan steril
(8)   Sesuaikan larutan irigasi pada suhu ruangan
(9)   Plester atau pita elastis untuk memfiksasi kembali kateter
(10)    Selimut mandi
7.    Jelaskan prosedur dan tujuan kepada klien
8.    Cuci tangan dan kenakan sarung tangan untuk metode tertutup
9.    Berikan klien privasi dengan menarik gorden tempat tidur. Lipat kain yang menutupi kateter sehingga kateter terpapar. Tutupi bagian atas pinggang klien dengan selimut mandi.
10.    Kaji abdomen bagian bawah untuk melihat adanya distensi kandung kemih
11.    Posisikan klien pada posisi dorsal rekumben atau telentang
12.    Irigasi intermitten tertutup
a.    Siapkan larutan irigasi steril sesuai program di dalam gelas ukur
b.    Masukkan larutan steril ke dalam spuit dengan menggunakan teknik aseptik
c.    Injeksikan cairan secara perlahan ke dalam kateter dan ke dalam kandung kemih
d.    Lepaskan spuit, klem, dan biarkan larutan mengalir ke dalam kantung drainase urine.
13.    Irigasi kontinu tertutup
a.      Dengan menggunakan teknik aseptik, masukkan ujung selang irigasi steril ke dalam kantung larutan irigasi
b.      Tutup klem pada selang dan gantung kantung larutan irigasi pada tiang  IV
c.       Buka klem dan biarkan larutan mengalir melalui selang, pertahankan ujung selang tetap steril. Tutup klem.
d.      Bersihkan porta irigasi pada kateter berlumen tiga atau sambungkan penghubung-Y yang steril ke kateter berlumen dua dan kemudian sambungkan ke selang irigasi
e.      Pastikan bahwa kantung drainase dan selang terhubung dengan kuat ke pintu masuk darinase pada keteter berlumen tiga atau ke sambungan lain pada penghubung-Y
f.        Untuk aliran yang intermitten, klem selang sistem drainase, buka klem selang irigasi dan biarkan cairan yang diprogramkan mengalir memasuki kandung kemih (100 ml adalah jumlah yang normal pada orang dewasa). Tutup klem selang irigasi dan kemudian buka klem selang drainase
g.      Untuk irigasi  kontinu, hitung kecepatan tetesan larutan irigasi dan kemudian kemudian atur klem pada selang sistem irigasi dengan tepat. Pastikan bahwa klem pada selang darinase terbuka dan periksa volume drainase di dalam kantung drainase. Pastikan bahwa selang drainase paten dan hindari melekuknya selang.
14.    Irigasi terbuka
a.   Buka penampang irigasi yang steril, bentangkan area yang steril, tuangkan larutan steril yang dibutuhkan ke dalam wadah steril dan letakkan kembali tutup wadah larutan yang besar
b.    Kenakan sarung tangan steril
c.    Letakkan duk kedap air steril di bawah kateter
d.   Aspirasi 30 ml larutan ke dalam spuit irigasi steril
e.    Pindahkan baskom pengumpul steril ke dekat paha klien
f.   Lepaskan kateter dari selang drainase sehingga urine dapat mengalir ke dalam baskom pengumpul steril. Tutup ujung selang drainase dengan tutup pelindung yang steril. Letakkan selang ini di tempat yang aman
g.    Insersi ujung spuit ke dalam lumen kateter dan masukkan larutan secara perlahan
h.    Lepaskan spuit, rendahkan kateter, dan biarkan larutan mengalir keluar ke dalam baskom. Ulangi memasukkan larutan dan keluarkan lagi beberapa kali sampai cairan drainase menjadi jernih.
i.      Apabila larutan tidak kembali, minta klien untuk berbaring miring dengan posisi tubuh menghadap Anda. Apabila upaya mengubah posisi tidak juga membantu, masukkan kembali spuit dan aspirasi larutan dengan perlahan
j.    Setelah irigasi selesai dilakukan, lepaskan penutup pelindung  dari selang, bersihkan ujungnya dengan swab alkohol ( atau larutan yang direkomendasikan lembaga), dan pasang kembali sistem drainase
15. Letakkan kembali kateter ke tubuh klien dengan menggunakan plester atau pita elastic
16. Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
17. Rendahkan tempat tidur sampai posisi terendah
18. Kumpulkan perlengkapan yang terkontaminasi, lepas sarung tangan, kemudian cuci
tangan.
19. Hitung cairan yang digunakan untuk mengirigasi kandung kemih dan kateter dan kurangi dari volume total drainase yang dialirkan keluar
20. Evaluasi: Kaji karakteristik haluaran urine: viskositas, warna dan adanya materi (mis., sedimen, bekuan darah)
21. Catat tipe dan jumlah larutan yang digunakan sebagai bahan irigasi, jumlah bahan yang kembali sebagai  darinase, dan karakteristik drainase tersebut

















PERAWATAN NEFROSTOMI
A. Pengertian
Nefrostomi merupakan suatu tindakan diversi urine menggunakan tube, stent, atau kateter melalui insisi kulit, masuk ke parenkim ginjal dan berakhir di bagian pelvis renalis atau kaliks. Nefrostomi biasanya dilakukan pada keadaan obstruksi urine akut yang terjadi pada sistem saluran kemih bagian atas, yaitu ketika terjadi obstruksi ureter atau ginjal.

B. Fungsi
Beberapa fungsi nefrostomi, sebagai berikut :
1. Melarutkan dan mengeluarkan batu ginjal
2. Membantu prosedur endourologi, yaitu pemeriksaan saluran kemih atas.
3. Membantu penegakkan diagnosa obstruksi ureter, filling defects, dan kelainan lainnya melalui radigrafi antegrad.
4. Memasukkan obat-obatan kemoterapi ke dalam sistem pengumpul ginjal.
5. Memberikan terapi profilaksis kemoterapi setelah reseksi pada tumor ginjal.

C. Jenis Nefrostomi
Nefrostomi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Nefrostomi terbuka
Cara ini merupakan cara klasik, terdapat dua macam teknik, yaitu bila korteks masih tebal dan korteks sudah tipis. Bila kortek masih tebal ginjal dibebaskan sampai terlihat pelvis dan Folley kateter no 20 dimasukkan kedalam pyelum melalui pelvis renalis.
Bila kortek sudah tipis Folley kateter lanngsung dimasukkan melalui sayatan pada kortek.
2. Nefrostomi perkutan
Nefrostomi perkutan adalah pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal dengan bantuan fluoroskopi. Syarat dilakukannya nefrostomi perkutan sebagai berikut, ginjal teraba dari luar, kortek tipis dan tidak gemuk.

D. Indikasi Dan Kontraindikasi
Indikasi dilakukannya nefrostomi:
1.    Pengalihan urine sementara yang berhubungan dengan adanya obstruksi urin sekunder terhadap kalkuli
2.    Pengalihan urine dari sistem pengumpul ginjal sebagai upaya penyembuhan fistula atau kebocoran akibat cedera traumatik atau iatrogenik, fistula ganas atau inflamasi, atau sistitis hemoragik
3.    Pengobatan uropathy obstruktif nondilated
4.    Pengobatan komplikasi yang berhubungan dengan transplantasi ginjal
5.    Pengobatan obstruksi saluran kemih yang berhubungan dengan kehamilan
6.    Memberikan akses untuk intervensi seperti pemberian substansi melalui infus secara langsung untuk melarutkan batu, kemoterapi, dan terapi antibiotik atau antifungi
7.    Memberikan akses untuk prosedur lain (misalnya penempatan stent ureter antegrade, pengambilan batu, pyeloureteroscopy, atau endopyelotomy)
8.    Dekompresi kumpulan cairan nephric atau perinephric (misalnya abses atau urinomas)

Kontraindikasi dilakukannya nefrostomi:
1.    Penggunaan antikoagulan (aspirin, heparin, warfarin)
2.    Gangguan pembekuan darah (hemofilia, trombositopeni) dan hipertensi tidak terkontrol (dapat menyebabkan terjadinya hematom perirenal dan perdarahan berat renal)
3.    Terdapat nyeri yang tidak dapat diatasi pada saat tindakan nefrostomi
4.    Terjadi asidosis metabolik berat
5.    Penyakit yang progresif meskipun sedag dalam terapi
6.    Memiliki masalah/komorbiditas yang potensial membahayakan jiwa
7.    Status performance dengan scoring ecog/zubord >2, atau karlnofsky <60
8.    Terdapat tanda overload, seperti oedema paru dan sesak nafas
9.    Terdapat asidosis metabolic yang berat
10.     Terdapat hiperkalemia
11.     Keadaan-keadaan lain yang menyebabkan pasien tidak bias diposisikan tengkurap

E.Tehnik Operasi Nefrostomy
1.    Nefrostomi Terbuka
·      Dengan pembiusan umum, regional atau lokal.
·      Posisi lumbotomi.
·      Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
·      Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
·      Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang 10-15 cm, diperdalam  lapis  demi  lapis  dengan memotong fascia eksterna, muskulus interkostalis di belakang  dan muskulus oblikus abdominis  di depan sampai didapatkan fascia abdominis internus. Fasia abdominis internus dibuka, kemudian peritoneum disisihkan dari fascia.
·      Fascia gerota dibuka sepanjang tepi ginjal.
·      Bila korteks masih tebal: ginjal harus dibebaskan sampai terlihat pelvis renalis. Pelvis renalis dibuka dengan sayatan kecil 1-1,5 cm. Klem bengkok dimasukkan melalui sayatan tersebut ke arah kaliks inferior atau medius menembus korteks sampai keluar ginjal, kemudian dimasukkan kateter Foley Ch 20 ke dalam pelvis dengan cara dijepitkan pada klem tersebut. Isi balon kateter dengan air 3-5 cc.
·      Jahit pelvis renalis dengan jahitan satu-satu dengan benang yang dapat diserap.
·      Bila korteks sudah sangat tipis: korteks langsung dibuka dengan sayatan 1-1,5 cm dan langsung dimasukkan kateter Foley Ch 20 atau 22. Sedapat mungkin ujung kateter berada di dalam pyelum. Isi balon kateter dengan air 3-5 cc.
·      Buat jahitan fiksasi matras atau kantong tembakau pada tempat keluar kateter (pada dinding ginjal) dengan benang yang dapat diserap.
·      Keluarkan pangkal kateter melalui insisi pada kulit, terpisah dari luka operasi, dan difiksasi.
·      Pasang drain vakum perirenal.
·      Tutup  lapangan operasi lapis demi lapis dengan jahitan situasi.
2.    Nefrostomi Perkutan
·      Dilakukan dengan alat fluoroskopi.
·      Dengan pembiusan umum, regional atau lokal.
·      Posisi pronasi, perut sisi yang sakit diganjal bantal tipis.
·      Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
·      Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
·      Dilakukan pungsi ke arah ginjal, bila yang keluar urin, masukkan kontras secukupnya sehingga tampak gambaran sistem kolekting di monitor. Bila perlu lakukan pungsi kedua ke arah yang lebih tepat (biasanya kaliks inferior atau medius).
·      Mandrin (isi jarum pungsi bagian dalam) dikeluarkan, masukkan kawat penuntun (guide wire) ke dalam bungkus (sheath) jarum pungsi.
·      Lakukan dilatasi dengan dilator khusus, masukkan kateter Foley Ch 20 dengan tuntunan kanula khusus. Kembangkan balon kateter dengan air 5-10 cc.
·      Fiksasi kateter dengan kulit.

F. Komplikasi
1.    Perforasi sistem pengumpul terjadi biasanya selama 48 jam setelah pemasangan tube nefrostomi
2.    Efusi pleura, hidrothorax, pneumothorax
3.    Perdarahan akut
4.    Ekstravasasi
5.    Trauma periorgan, seperti perforasi usus besar, trauma hepar, limpa
6.    Perdarahan masiv yang memburukkan transfusi, operasi, atau embolisasi
7.    Hematuria mikroskopis (umum)
8.    Nyeri (umum)

G. PROSEDUR PERAWATAN NEFROSTOMI
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan
I. Untuk petugas
- Pakai baju khusus (lood jas/apron)
- Bila tidak perlu jangan berada dalam kamar operasi
- Pakai dosimeter (bila tersedia)
2. Untuk penderita
-Patasi ekspos dengan sinar rontgen seminimal mungkin
-Gunakan C-arm dengan memori

II. Indikasi
a.      Obstruksi akut atau kronik pada upper urinary tract
b.      Peningkatan kreatinin yang tinggi dan urine tidak dapat  keluar dari melalui ureter
c.       Gangguan pada pelvis renalis

III. Perawatan Nefrostomi
a.    Monitor tanda vital secara berkala untuk mengevaluasi terjadinya kehilangan  darah yang terus berlangsung atau untuk menilai timbulnya komplikasi sepsis pada pasien beresiko
b.    Untuk nefrostomi dengan indikasi pionefrosis, abses (infeksi), maka pemberian antibiotika sejak sebelum tindakan , diteruskan dengan pedoman:
1.      Jenis antibiotika berdasarkan hasil kultur dan antibiogram
2.      Bila belum ada kultur dan antibiogram :
I.   Kombinasi ampisilin atau derivatnya dan aminoglikosida
II. Cefalosforin generasi III untuk kasus gagal ginjal Bila tidak ada infeksi, cukup diberikan obat golongan nitrofurantoin atau asam nalidisat perioperatif
c.    Observasi tanda-tanda infeksi
d.    Perhatikan selang neprostomi jangan sampai tersumbat
e.    Spool neprostomi dengan cairan (Aqua steril,NACL, Revanol, betadin 1 %), cairan maksimal 20 cc. Spool dilakukan secara pelan-pelan- Bila lancar urin akan menetes secara terus-menerus/konstan
f.     Perhatikan kateter / pipa drainage, jangan sampai buntu karena terlipat, dll.
g.    Perhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari nefrostomi.
h.    Usahakan diuresis yang cukup.
i.      Periksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala.
j.      Hematuria, yang umumnya terjadi pada pasien ynag dilakukan nefrostomi, harus berkurang secara bertahap setelah 24jam
k.    Bila ada boleh spoelling dengan larutan asam asetat 1% seminggu 2x
l.      Kateter diganti setiap lebih kurang 2 minggu. Bila nefrostomi untuk jangka lama pertimbangkan memakai kateter silikon.
m. Pelepasan kateter sesuai indikasi.
n.    Pelepasan drain bila dalam 2 hari berturut-turut setelah pelepasan kateter produksinya < 20 cc/24 jam.
o.     Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi.

H. MONITORING DAN FOLLOW UP PENDERITA
Managemen postprosedural dan tinjak lanjut yang bisa dilakukan:
Ø  Bed rest selama 4 jam
Ø  Melanjutkan diet yang disarankan untuk postprosedural
Ø  Pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 30 menit selama 4 jam pertama postrosedural dan kemudian dilakukan setiap shift
Ø  Terapi antibiotik jika diidentifikasi ataupun diduga terjadi infeksi
Ø  Pembilasan kateter dengan 5 ml larutan NaCl isotonik bakteriostatik kemudian diaspirasi setiap 6-12 jam
Ø  Pantau output urine




















PERAWATAN SISTOSTOMY

A.   Pengertian
sistostomi adalah tindakan operasi untuk membuka dinding vesica urinaria. sistostomi berarti penyayatan pada dinding vesica urinaria yang berfungsi untuk mengetahui bagian dalam vesica urinaria. Operasi sistostomy dilakukan dengan membuka abdomen dibagian ventral kemudian membuka vesica urinaria (kandung kemih).
B.   Indikasi
1.    Kegawatan Urologi, mis : fraktur pelvis
2.    Disfungsi bladder pada multiple sklerosis
3.    Memperbaiki kerusakan pada saluran urine
4.    Mendiagnosa tumor vesica urinaria
5.    Memperbaiki ureter ektopik dan rupture kandung kemih
6.    Untuk membantu diagnosis sulit-untuk-mengobati infeksi saluran kemih

C.   Tehnik Operasi sistostomi
1.      Sistostomi Trokar
a)   Posisi terlentang
b)   Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
c)    Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
d)   Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang akan di insisi.
e)   Insisi  kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 1 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai linea alba.
f)     Trokar set, dimana kanula dalam keadaan terkunci pada “Sheath” ditusukkan melalui insisi tadi ke arah  buli-buli  dengan posisi telentang miring ke bawah. Sebagai  pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-30%.
g)   Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli ditandai dengan
1)   Hilangnya hambatan  pada trokar
2)   Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
3)   Trokar  terus dimasukkan sedikit lagi.
4)   Secepatnya canulla dilepaskan dari  “Sheath”nya dan secepatnya pula kateter Foley, maksimal Ch 20, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari  “sheath” yang masih terpasang.
5)   Segera hubungkan pangkal kateter dengan kantong urin dan balon kateter dikembangkan dengan air sebanyak kurang lebih 10 cc.
6)   Lepas “sheath” dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding buli-buli.
7)   Insisi ditutup dengan kasa steril, kateter difiksasi ke kulit dengan plester.
2.      Sistostomi Terbuka
a)   Posisi terlentang
b)   Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
c)    Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
d)   Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di daerah yang akan di insisi.
e)   Insisi  kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 10 cm. Disamping itu dikenal  beberapa  macam irisan yaitu transversal menurut Cherney. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai fascia anterior muskulus rektus abdominis. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea alba.
f)     Sisihkan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas, selanjutnya pasang retraktor.
g)   Buat jahitan penyangga di sisi kanan dan kiri dinding buli.
h)   Lakukan tes aspirasi buli dengan spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat irisan di tempat titik aspirasi tadi lalu perlebar dengan klem.
i)     Setelah dilakukan eksplorasi dari buli, masukkan kateter Foley Ch 20-24.
j)     Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chromic catgut.
k)    Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot rektus  kanan  dan kiri.
l)     Jahit luka operasi lapis demi lapis.
m) Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.
n)    
D.   Komplikasi
1.      Perdarahan
2.      Infeksi post-opersai
3.      Haluaran urine yang tidak terkontrol
4.      Dehisensi (terbukanya luka kembali)












LATIHAN PENGEMBALIAN FUNGSI OTOT KEMIH (kegel exercise)
A.   Pengertian
Ø Kegel exercise merupakan suatu bentuk kegiatan fisik yang memberikan pengaruh baik terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Intensitas latihan yang dilakukan dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih  dan bermanfaat untuk menurunkan gangguan pemenuhan  kebutuhan eliminasi urin.

B.   Tujuan kegel exercise
v Untuk meningkatkan tonus otot kandung kemih dan kekuatan otot dasar panggul serta sfingter uretra agar dapat tertutup dengan baik
v Untuk meningkatkan efisiensi serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
v Untuk meningkatkan aliran darah ke ginjal
v Untuk memperpanjang interval waktu berkemih sehingga lansia dapat menahan untuk berkemih sebelum waktunya
v Untuk wanita dapat mencegah prolaps uteri (turunnya rahim)
v Untuk pria berguna untuk mengatasi urge incontinence yaitu keinginan berkemih yang sangat kuat sehingga tidak dapat mencapai toilet tepat pada waktunya.

C.   Metode kegel exercise
Ø Berdiri atau duduk dengan kaki terbuka.
Ø Kontraksikan atau pejamkan rektum, uretra dan vagina lalu tahan dengan hitungan detik (3-5dtk).
Ø Lakukan setia kontrasi 10 kali dengan frekuensi 5 kali sehari.
Ø Anjurkan klien untuk mencoba memulai dengan membuang air senidan menghentikan  laju urine pada pertengahan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;