Jumat, 05 Juli 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THYPOID FEVER


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN THYPOID FEVER


I.       Pengertian
Thypoid fever/demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

II.    Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thposa/Eberthela Thyposa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik. Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

III. Penatalaksanaan.
1.      Tirah baring atau bed rest.
2.      Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
3.      Obat-obat :
a.       Antimikroba :
-          Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
-          Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
-          Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
-          Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b.      Antipiretik seperlunya
c.       Vitamin B kompleks dan vitamin C
4.      Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

IV. Asuhan Keperawatan.
A.    Pengkajian.
  1. Identitas.
Menurut T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz diperkirakan insiden demam tifoid pada tahun 1985 di Indonesia adalah sebagai berikut umur 0-4 tahun 25,32 %, umur 5-9 tahun 35,59 % dan umur 10-14 tahun 39,09%. Namun menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak merupakan hal yang tidak mudah mengingat tanda dan gejala klinis yang tidak khas terutama pada penderita di bawah usia 5 tahun. Insiden penyakit ini tidak berbeda antara anak laki dan anak perempuan, tergantung pada status gizi dan status imunologis penderita.
  1. Riwayat Keperawatan.
a.       Keluhan utama.
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen, dan gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan, mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi dengan minuman.
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid dan menularkan kepada  janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari kepustakaan barat dilaporkan terutama pada musim panas.
f.       Imunisasi.
Pada tifoid kongenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan gejala tidak khas serta menyerupai sepsis neonatorium.
g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h.      Nutrisi.
Gizi buruk atau meteorismus
  1. Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, hipotensi dan shock jika perdarahan, infeksi sekunder atau septikemia.
b.      Sistem pernapasan.
Batuk nonproduktif, sesak napas.
c.       Sistem pencernaan.
Umumnya konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa dan hati, nyeri perut pada perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah, lidah tifoid dengan ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering dan pecah-pecah.
d.      Sistem genitourinarius.
Distensi kandung kemih, retensi urine.
e.       Sistem saraf.
Demam, nyeri kepala, kesadaran menurun : delirium hingga stupor, gangguan kepribadian, katatonia, aphasia, kejang.
f.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Nyeri sendi
g.      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h.      Sistem integumen.
Rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan perut, turgor kulit menurun, membran mukosa kering.
i.        Sistem pendengaran.
Tuli ringan atau otitis media.
j.        Sistem penciuman.
  1. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a.       Jumlah leukosit normal/leukopenia/leukositosis.
b.      Anemia ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT dan fosfat alkali meningkat.
c.       Minggu pertama biakan darah S. Typhi positif, dalam minggu berikutnya menurun.
d.      Biakan tinja positif dalam minggu kedua dan ketiga.
e.       Kenaikan titer reaksi widal 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang memastikan diagnosis. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua. Titer reaksi widal diatas 1 : 200 menyokong diagnosis.
B.     Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).


 


 



















C.     Diagnosa Keperawatan
1.      Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.
2.      Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal
3.      Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.      Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.
5.      Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.


D.    Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi
Rasional
Hipertermi berhubungan dengan gangguan hipothalamus oleh pirogen endogen.

Suhu tubuh akan kembali normal, keamanan dan kenyaman pasien dipertahankan selama pengalaman demam dengan kriteria suhu antara 366-373 0C, RR dan Nadi dalam batas normal, pakaian dan tempat tidru pasien kering, tidak ada reye syndrom, kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebihan.
1.      Monitor tanda-tanda infeksi

2.      Monitor tanda vital tiap 2 jam



3.      Kompres dingin pada daerah yang tinggi aliran darahnya
4.      Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.
5.      Monitor komplikasi neurologis akibat demam
6.      Atur cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.
7.      Atur antipiretik, jangan berikan aspirin
Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh
Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun idhubungkan denga resolusi infeksi
Memfasilitasi kehilangan panas lewat konveksi dan konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi

Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.
Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat

Aspirin beresiko terjadi perdarahan GI yang menetap.
Diare berhubungan dengan infeksi pada saluran intestinal

Pasien akan kembali normal pola eliminasinya dengan kriteria makan tanpa muntah, mual, tidak distensi perut, feses lunak, coklat dan berbentuk, tidak nyeri atau kram perut.
1.      Ukur output
2.      Kompres hangat pada abodmen
3.      Kumpulkan tinja untuk pemeriksaan kultur.
4.      Cuci dan bersihkan kulit di sekitar daerah anal yang terbuka sesering mungkin
Menggantikan cairan yang hilang agar seimbang
Mengurangi kram perut (hindari antispasmodik)
Mendeteksi adanya kuman patogen

Mencegah iritasi dan kerusakan kulit
Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan adanya salmonella pada tinja dan urine.

Pasien akan bebas infeksi dan komplikasi dari infeksi salmonella dengan kriteria tanda vital dalam batas normal, kultur darah, urine dan feses negatif, hitung jenis darah dalam bataas normal, tidak ada perdarahan.
1.     Kumpulkan darah, urine dan feses untuk pemeriksaan sesuai aturan.

2.     Atur pemberian agen antiinfeksi sesuai order.

3.     Pertahankan enteric precaution sampai 3 kali pemeriksaan feses negatif terhadap S. Thypi
4.     Cegah pasien terpapar dengan pengunjung yang terinfeksi atau petugas, batasi pengunjung
5.          Terlibat dalam perawatan lanjutan pasien
6.          Ajarkan pasien mencuci tangan, kebersihan diri, kebutuhan makanan dan minuman, mencuci tangan setelah BAB atau memegang feses.
Pengumpulan yang salah bisa merusak kuman patogen sehingga mempengaruhi diagnosis dan pengobatan
Anti infeksi harus segera diberikan untuk mencegah penyebaran ke pekerja, pasien lain dan kontak pasien.
Mencegah transmisi kuman patogen


Membatasi terpaparnya pasien pada kuman patogen lainnya.

Meyakinkan bahwa pasien diperiksa dan diobati.

Mencegah infeksi berulang
Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria turgor kulit normal, membran mukosa lembab, urine output normal, kadar darah sodium, kalium, magnesium dna kalsium dalam batas normal.
1.          Kaji tanda-tanda dehidrasi
2.          Berikan minuman per oral sesuai toleransi
3.          Atur pemberian cairan per infus sesuai order.
4.          Ukur semua cairan output (muntah, diare, urine. Ukur semua intake cairan.
Intervensi lebih dini
Mempertahankan intake yang adekuat

Melakukan rehidrasi

Meyakinkan keseimbangan antara intake dan ouput
Konstipasi berhubungan dengan invasi salmonella pada mukosa intestinal.

Pasien bebas dari konstipasi dengan kriteria feses lunak dan keluar dengan mudah, BAB tidak lebih dari 3 hari.
1.          Observasi feses
2.          Monitor tanda-tanda perforasi dan perdarahan
3.          Cek dan cegah terjadinya distensi abdominal
4.          Atur pemberian enema rendah atau glliserin sesuai order, jangan beri laksatif.
Mendeteksi adanya darah dalam feses
Untuk intervensi medis segera

Distensi yang tidak membaik akan memperburuk perforasi pada intestinal
Untuk menghilangkan distensi

Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Laporan Kasus
Asuhan Keperawatan Pada  Anak R. Dengan Demam Tifoid
Di Ruang Menular Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya


A.    Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal
  1. Identitas.
Nama : An. R (no.reg.                         )
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
MRS : 12 Januari 2002
Diagnosa medis : Demam tifoid
Nama ayah : Tn. D (SMA)
Nama ibu : Ny. S (SMA)
Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Lebak Timur I/4 Surabaya

  1. Riwayat Keperawatan
a.       Keluhan utama.
Mengeluh napsu makan tidak ada, kadang mual, dan badan terasa lemah.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Sejak tanggal 1-1-2002, panas tinggi, mencret 3 kali/hari, muntah 2 kali/hari, mual, nyeri otot dan sendi. Diberi obat turun panas tetapi tidak membaik, dan tanggal 12-1-2002 oleh orang tua dibawa ke IRD dan selanjutnya dianjurkan untuk MRS. Pasien dan keluarga (ibu) belum mengerti tentang penyebab, proses dan penanganan anak dengan demam tifoid.
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Tidak pernah menderita penyakit infeksi.
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Selama hamil ibu tidak menderita sakit dan persalinan sesuai dengan waktu yang normal, orang tua dan adik pasien tidak menderita sakit seperti yang dialami pasien saat ini.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut orang tua kesehatan lingkungan rumah dan sekitarnya memenuhi syarat kesehatan. Sakit yang diderita mungkin karena anak jajan di sekolah.
f.       Imunisasi.
Pasien belum mendapat imunisasi tifoid tetapi imunisasi yang lainnya sudah didapat sejak bayi.
g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Anak mengatakan sudah rindu bermain dengan teman-temannya di sekolah.  Demikian juga dengan di rumah, ingin segera kembali karena adiknya di rumah hanya ditunggu oleh bapaknya.
h.      Nutrisi.
Sejak tanggal 1-1-2002, anak muntah dan tidak ada napsu makan. Merasa berat badannya turun, dimana merasa baju atau celananya semakin longgar.

  1. Pemeriksaan fisik.
a.       Sistem kardiovaskuler.
Mengeluh pusing, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 100 X/menit, konjungtiva anemia/pucat.
b.      Sistem pernapasan.
Kadang-kadang batuk, tidak sesak napas, frekuensi pernapasan 16 X/menit.
c.       Sistem pencernaan.
Tidak konstipasi atau diare, perut supel,  tidak ada pembesaran limpa dan hati, nyeri perut pada perabaan, bising usus melemah 10 X/menit, lidah tifoid dengan ujung dan tepi agak kemerahan di tengah nampak kotor, tidak tremor, bibir kering dan pecah-pecah. Berat badan 18 kg sebelumnya 22 kg, mengeluh tidak ada napsu makan, menghabiskan 2-3 sendok dari porsi yang disediakan
d.      Sistem genitourinarius.
Mengeluh nyeri saat BAK, distensi kandung kemih.
e.       Sistem saraf.
Kadang-kadang nyeri kepala, tidak mengalami kejang.
f.       Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tidak ada nyeri sendi, mengatakan lemah dan cepat lelah, akral hangat.
g.      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h.      Sistem integumen.
Membran mukosa kering, akral hangat.
i.        Sistem sensori.
Tidak ada kelainan.
  1. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a.       Tanggal 14-1-2002
WBC 5,1 K/uL ; Lymfosit 1,5 % ; Granulosit 3,6 % G ; RBC 4,49 m/uL ; Hb 12,3 g/dl ; Hct 36,4 % ; MCV 1,0 fL ; MCH 27,4 pg ; MCHC 33,9 g/dl ; Plt 162,0 k/uL.
Bilirubin : direk 0,4 mg% (0-0,25 mg%), indirek 0,6 mg% (0-90,75 mg%), bilirubin total 1,0 mg% (0-1,0 mg%).
SGOT 28 Iu (0-19 Iu), SGPT 50 Iu (0-17 Iu).
Serum protein : total protein 7,4 gr % (6,2-8 gr %), albumin 3,3 gr % (3,6-5 gr %), globulin 4,1 gr % (2,6-3 gr %).
BUN 9 mg % (5-10 mg %) dan creatinin 0,6 mg % (0,75-1,25 mg %).
b.      Tanggal 15-1-2002.
Uji Widal O = 1/800 dan H = 1/800

  1. Pengobatan/therapi : tgl. 15 – 1- 2002.
Dekstrosa 5 % ½ NaCl 1500 cc/24 jam
Diit tifoid TKTP : 1600 kkal + 50 gram protein
Chloramfenikol 3 X 500 mg per oral
Vit BC/C 3 X 1


B.     Diagnosa Keperawatan dan Data Penunjang.
1.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Data subyektif : Mengeluh napsu makan tidak ada, kadang mual, dan badan terasa lemah, mengeluh pusing, cepat lelah, merasa berat badannya turun, dimana merasa baju atau celananya semakin longgar.
Data obyektif : nyeri perut pada perabaan, bising usus melemah 10 X/menit, lidah tifoid dengan ujung dan tepi agak kemerahan di tengah nampak kotor, bibir kering dan pecah-pecah. Berat badan 18 kg sebelumnya 22 kg, menghabiskan 2-3 sendok dari porsi yang disediakan.
2.      Retensi urine berhubungan dengan adanya salmonela pada urine/kandung kemih.
Data subyektif : Mengeluh BAK sakit.
Data obyektif : distensi kandung kemih,  Uji Widal O = 1/800 dan H = 1/800, creatinin 0,6 mg %
3.      Kurang pengetahuan tentang penyebab, proses dan penanganan demam tifoid berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi.
Data subyektif : Pasien dan keluarga (ibu) mengatakan belum mengerti tentang penyebab, proses dan penanganan anak dengan demam tifoid.
Data obyektif : tidak bisa menjawab penyebab, proses dan penanganan anak dengan demam tifoid, pendidikan orang tua SMA.

C.    Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.

Kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria BB bertambah 1 kg/minggu, tidak pucat, anoreksia hilang, bibir lembab dan tidak pecah-pecah, anak mengkonsumsi diet tinggi kalori, lidah bersih
1.       Timbang BB tiap hari

2.       Monitor intake dan output tiap 8 jam dan turgor kulit.
3.       Berikan diit tifoid TKTP : 1600 kkal + 50 gram protein
4.       Anjurkan untuk oral care sebelum makan

5.       Auskultasi bunyi usus/bising usus
6.       Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
Memonitor kurangnya BB dan efektfitas intervensi nutrisi yang diberikan
Memonitor intake kalori dan insufisiensi kwalitas makanan
Meningkatkan tumbuh kembang scara adekuat

Mengurangi rasa tidak enak di mulut yang bisa menyebabkan hilangnya napsu makan
Mendokumentasikan peristaltik gastrointestinal
Ada pasien yang tidak bisa menghabiskan porsi yang  disiapkan sekaligus.
Resiko retensi urine berhubungan dengan adanya salmonela pada urine/kandung kemih.

Tidak terjadi retensi urine selama perawatan dengan kriteria tidak mengeluh disuria, uji Widal negatif
1.       Anjurkan untuk minum 6-8 gelas/hari
2.       Dekstrosa 5 % ½ NaCl 1500 cc/24 jam
3.       Berikan Chloramfenikol 3 X 500 mg per oral
4.       Monitor tanda-tanda ISK

Kuman patogen dapat keluar bersama dengan urine
Mengurangi kram perut (hindari antispasmodik)
Mendeteksi adanya kuman patogen
Mencegah infeksi tifoid
Komplikasi dari tifoid adalah ISK
Kurang pengetahuan tentang penyebab, proses dan penanganan demam tifoid berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi.

Pengetahuan pasien dan keluarga bertambah dengan kriteria evaluasi pasien dan keluarga menunjukkan pengetahuannya tentang proses, penyebab dan penanganan demam tifoid setelah dua kali pertemuan.
1.       Kaji tingkat pengetahuan orang tua pasien dan pengalamannya tentang demam tifoid.
2.       Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab demam tifoid.
3.       Berikan penjelasan tentang proses terjadinya demam tifoid sampai menimbulkan tanda dan gejala
4.       Jelaskan tentang penanganan yang bisa dilakukan oleh keluarga bila anak menderita demam tifoid.
5.       Evaluasi kembali penjelasan yang telah diberikan.
Metode pendidikan kesehatan disesuakan dengan pemahaman dan pengalaman orang tua tentang penyakit.
Membantu keluarga identifikasi penyebab yang bisa dihindari setelah pulang nanti.
Mengenal tanda dan gejala dini akan membantu dalam pengambilan keputusan mengunjungi petugas kesehatan
Keluarga bisa mampu merawat anggota keluarga yang sakit bila terkemal tifoid sebelum ke pelayanan kesehatan
Reinforcement atas penjelasan yang telah diberikan.
D.    Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan
Diagnosa kep.
Hari/tanggal
(jam)
Tindakan keperawatan
Evaluasi keperawatan

1.
Selasa, 15 – 01- 2002
08.30

09.00
11.30

Menimbang BB pasien
Menyiapkan diit tifoid TKTP : 1600 kkal + 50 gram protein
Menganjurkan untuk oral care sebelum makan
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering
Jam 13.00
S : mengatakan anak menghabiskan 4 sendok makan
O: BB 18 Kg, lidah tifoid, lemah, bedrest total, bibir kering, anoreksia
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
2.
10.00

12.00
Menganjurkan untuk minum 6-8 gelas/hari
Memonitor tetesan infus Dekstrosa 5 % ½ NaCl 1500 cc/24 jam
Memberikan Chloramfenikol 500 mg per oral
Memonitor tanda-tanda infeksi saluran kemih
Jam 13.00
S : anak mengatakan BAK terasa sakit
O: tanda vital T 110/80 mmHg, RR 14 X/menit,  nadi 80 X/menit
A : masalah tidak terjadi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
3.
08.30

10.00





Mengkaji tingkat pengetahuan orang tua pasien dan pengalamannya tentang demam tifoid.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab demam tifoid.
Menjelaskan tentang proses terjadinya demam tifoid sampai menimbulkan tanda dan gejala
Menjeelaskan tentang penanganan yang bisa dilakukan oleh keluarga bila anak menderita demam tifoid.

Jam 13.00
S : mengatakan mengerti tentang penyebab dan tanda dan gejala demam tifoid
O: Mampu menjelaskan penyebab, tanda dan gejala tifoid, menjelaskan penanganan yang dilakukan.
A : pengeetahuan tentang penyebab dan tanda meningkat
P: tindakan keperawatan dipertahankan
1.
Rabu, 16 -01 -2002
08.30
10.00

Mengauskultasi bunyi/bising usus
Menyiapkan diit tifoid TKTP : 1600 kkal + 50 gram protein
Menganjurkan untuk oral care sebelum makan

Jam 13.30
 S : mengatakan anak menghabiskan ½ porsi yang disiapkan
O: BB 18 Kg, lidah tifoid, lemah, bedrest total, bibir kering, anoreksia berkurang
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan


2.
08.00
09.00
09.30
Menganjurkan untuk minum 6-8 gelas/hari
Memberikan Chloramfenikol 500 mg per oral
Memberi minum vit. B/BC 1 tablet
Memonitor tetesan infus Dekstrosa 5 % ½ NaCl 1500 cc/24 jam

Jam 13.00
 S : anak mengatakan BAK terasa sakit
O: tanda vital T 110/80 mmHg, RR 14 X/menit,  nadi 80 X/menit, infus diaff.
A : masalah tidak terjadi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
3.
08.00



11.00
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab demam tifoid.
Menjelaskan tentang proses terjadinya demam tifoid sampai menimbulkan tanda dan gejala
Menjelaskan tentang penanganan yang bisa dilakukan oleh keluarga bila anak menderita demam tifoid.

Jam 13.30
 S : mengatakan mengerti tentang penyebab dan tanda dan gejala demam tifoid
O: Mampu menjelaskan penyebab, tanda dan gejala tifoid, menjelaskan penanganan yang dilakukan.
A : masalah teratasi
P: tindakan keperawatan dihentikan
1.
Kamis, 17 – 01 -2002
09.00

12.00


Mengauskultasi bunyi/bising usus
Menimbang BB anak
Menganjurkan untuk oral care sebelum makan
(Pasien direncanakan pulang sambil menunggu hasil lab).

Jam 13.30
 S : mengatakan anak menghabiskan ½ porsi yang disiapkan, napsu makan meningkat
O: BB 18,7 Kg, lidah tifoid, lemah, bedrest total, bibir kering, anoreksia berkurang, makan makanan biasa
A : ada peningkatan berat badan, napsu makan meningkat
P: tindakan keperawatan dipertahankan
2.

10.00
Menganjurkan untuk minum 6-8 gelas/hari
Memberikan Chloramfenikol 500 mg per oral
Memberi minum vit. B/BC 1 tablet

Jam 13.00
 S : anak mengatakan BAK tidak terasa sakit
O: tanda vital T 110/80 mmHg, RR 12 X/menit,  nadi 82 X/menit, infus diaff.
A : masalah tidak terjadi
P: tindakan keperawatan dipertahankan



0 komentar:

Posting Komentar

 
;