Selasa, 02 Juli 2013

ASKEP NEFROTIK SYNDROM



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Sistem perkemihan terdiri dari organ ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih) dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra ( Smeltzer, 2001 ).
Namun, fungsi masing-masing organ dari sistem perkemihan tersebut tidak luput dari suatu masalah atau abnormal. Sehingga hal ini dapat menimbulkan beberapa penyakit atau gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik.
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2011).
Penyebab yang pasti belum diketahui, umumnya dibagi menjadi; sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dan lain-lain; sindrom nefrotik idopatik.(Arif mansjoer, 2001).
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk Sindrom nefrotik di Indonesia (Negara tropis) dan Negara maju. Di Negara maju umumnya sindroma nefrotik jenis kelainan minimal; pada Sindrom nefrotik terletak pada tubulus dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi. Di Indonesia (RSCM) umumnya jenis Sindrom nefrotik bukan kelainan minimal yang menurut dugaan penelitian disebabkan karena berbagai infeksi yang pernah diderita pasien atau gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu lampau, kekurangan gizi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari Sindrom nefrotik bukan kelainan minimal tersebut (Cecily L.Betz dan Linda A, Sowden,  2002).
Dari data studi dan epidemiologis  tentang Sindrom nefrotik di Indonesia belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika serikat Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronik dan merupakan masalah kesehatan yang utama dengan jumlah penderita mencapai 225 orang pertahun (11,86 %), dari 2150 orang orang yang  berobat kerumah sakit (www.compas.com). Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari register di Ruang Penyakit Dalam Wanita Badan Pelayan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan seluruh pasien yang dirawat inap dari bulan Mei 2005 sampai dengan Desember 2005 berjumlah 332 orang dan yang menderita Sindrom nefrotik 2 orang atau (0,6 %).
Maka dari kasus yang muncul tersebut, disini peran perawat dibutuhkan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom nefrotik, dimana berperan secara mandiri dan kolaboratif dalam melaksanakan asuhan keperawatan, misalnya dengan mendorong dan memberi support pada anggota keluarga untuk ikut serta merawat penderita baik di Rumah Sakit maupun setelah pasien pulang dari Rumah Sakit, dan mendeteksi secara dini tentang keluhan-keluhan penderita, yang tidak lepas dari usaha promotif dan preventif serta usaha kuratif, rehabilitatif yaitu setelah pasien pulang dari Rumah Sakit.
Dari uraian di atas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas lebih lanjut mengenai Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Perkemihan Dengan Sindrom Nefrotik
1.2.   Tujuan
1.2.1.      Tujuan Umum
Agar Mahasiswa mengetahui, mengerti, dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada gangguan sistem perkemihan dengan sindrom nefrotik.
1.2.2.      Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu:
1.      Memahami dan mengerti konsep penyakit pada pasien dengan sindrom nefrotik baik secara medik maupun  keperawatan.
2.      Melakukan pengkajian
3.      Mengelompokan data
4.      Menganalisa data
5.      Menegakkan dan merumuskan diagnose keperawatan
6.      Menyusun rencana tindakan keperawatan yang telah disusun
7.      Menerapkan rencana tindakan keperawatan yang telah tersusun dalam bentuk pelaksanaan tindakan (implementasi)
8.      Melakukan evaluasi tindakan keperawatan
1.3.   Manfaat
1.3.1.      Bagi Mahasiswa
1.      Mahasiswa dapat mengembangkan pola pikir ilmiah  dalam menyelesaikan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan yaitu sindrom nefrotik secara teoritis, juga penerapannya dan sesuai dengan konsep teori yang telah dipelajari.
2.      Mahasiswa memahami dan mengerti konsep daripada sindrom nefrotik secara medik maupun secara keperawatan.
3.      Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, menegakkan dan merumuskan diagnosa keperawatan, mampu menyusun rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan mampu menerapkan rencana yang telah tersusun dalam bentuk pelaksanaan tindakan, serta mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan tersebut.
1.3.2.      Bagi Perawat
1.      Memberikan masukan bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat untuk melakukan pembaharuan kurikulum pendidikan agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
2.      Memudahkan perawat dalam menentukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan yaitu sindrom nefrotik.
3.      Menambah referensi perawat dalam penanganan pasien dengan sindrom nefrotik
4.      Agar dapat memberi penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya sindrom nefrotik
1.3.3.      Bagi Masyarakat
1.      Masyarakat dapat mengetahui bahaya sindrom nefrotik
2.      Masyarakat dapat mengetahui penyebab serta tanda dan gejala sindrom nefrotik







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.   Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
2.1.1.      Definisi









Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh.
2.1.2.      Fungsi
1.      Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta melepaskan renin
2.      Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan mengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta menjaga bats ion kalsium dengan menyintesis kalsitrol
3.      Mengontribusi stabiliasasi PH darah dengan mengontrol jumlah keluarnya ion hidrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine
4.      Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa, terutama pada saat pembuangan nitrogen seperti urea dan asam urat
5.      Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan.
2.1.3.      Susunan Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan terdiri atas:
1.      Ginjal
glomerulus
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
A.    Fungsi utama ginjal
1)      Mempertahankan air dan osmolalitas normal cairan yang terdapat dalam tubuh.
2)      Mempertahankan elektrolit utama dari cairan tubuh terutama ion Natrium, Kalium, Bikarbonat, Chlorida dan Hidrogen.
3)      Mengeluarkan kelebihan air dan elektrolit (terutama hydrogen)
4)      Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh ( Produk racun )
B.     Bagian-bagian ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
1)      Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi.
Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
2)      Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.
3)      Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).




2.      Ureter
http://4.bp.blogspot.com/-Gx0-UnRIc08/Tt3JaShNiNI/AAAAAAAAAE0/H8aco2RjyjU/s320/ureter.jpg
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari :
1)        Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2)        Lapisan tengah otot polos
3)        Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
3.      Vesika urinaria (kandung kemih)
http://2.bp.blogspot.com/-1kYJgGQfXP8/Tt3Jgw7KITI/AAAAAAAAAE8/BWaxYTTBnMA/s1600/kandung+kemih.jpg
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang sebagian besar dindingnya terdiri dari otot polos disebut muskulus detrusor yang dapat mengempis, terletak dibelakang simfisis pubis. Kontraksi otot ini terutama berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat BAK. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urin dan mendorong kemih keluar tubuh dibantu oleh uretra.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1)        Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.
2)        Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3)        Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
4.      Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Pada laki- laki uretra berjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.
http://4.bp.blogspot.com/-yI9gsEvlzGo/Tt3Lfa_HsjI/AAAAAAAAAFU/gpn9QSq5YNE/s320/Urethra_Male.jpg
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1)        Uretra Prostaria
2)        Uretra membranosa
3)        Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.
http://media.summitmedicalgroup.com/media/db/relayhealth-images/urinary_2.jpg
Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
http://4.bp.blogspot.com/-dKqZZBNniBc/Tt3LRn8kP_I/AAAAAAAAAFM/Md_AqujHouQ/s1600/urethra-wanita.jpg
2.2.   Konsep Penyakit Sindrom Nefrotik
2.2.1.      Definisi
Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Muttaqin, 2011).
Sindrom nefrotik terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada dwasa terlihat adalah edema pada kaki dan genitalia (Mansjoer, 2001).
2.2.2.      Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik  dibagi menjadi 2 adalah:
1.      Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:
a.       Glomerulonefritis
b.      Nefrotik sindrom perubahan minimal
2.      Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain, seperti:
a.       Diabetes mellitus
b.      Sistema lupus eritematosus
c.       Amyloidosis

2.2.3.      Manifestasi Klinis
Gejala utama yang ditemukan adalah:
1.      Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
2.      Hipoalbuminemia < 30 gr/l
3.      Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema muka, asites, dan efusi pleura
4.      Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
5.      Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan arteri
2.2.4.      Patofisiologi
Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir  setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk  lansia. Penyebab sindrom nefrotik mencakup glomerulonefritis kronis, diabetes melitus disertai glomerulosklerosis interkapiler, amiloidosis ginjal, penyakit lupus erythematosus sistemik, dan trombosis vena renal.
Respon perubahan patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif cepat (Muttaqin, 2011).
























2.2.5.      Pathway




















2.2.6.      Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia
2.      Diperiksa fungsi ginjal dan hematuria. Biasanya ditemukan penurunan kalsium plasma.
3.      Biopsi ginjal dilakukan untuk pemeriksaan histologi terhadap jaringan renal untuk memperkuat diagnosis.
2.2.7.      Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi:
1.      Tentukan penyebabnya (biopsi ginjal pada seluruh orang dewasa)
2.      Tirah baring
Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
3.      Diuretik
Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat
4.      Adenokortikosteroid, golongan prednison.
Digunakan untuk mengurangi proteinuria.
5.      Diet rendah natrium tinggi protein
Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium.
6.      Terapi cairan
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.


2.2.8.      Komplikasi
1.      Gagal ginjal akut
2.      Tromboembolisme (terutama vena renal)
3.      Emboli pulmoner
4.      Peningkatan terjadinya aterosklerosis
5.      Infeksi (akibat defisiensi respon imun)
6.      Malnutrisi
2.3.   Konsep Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik
2.3.1.      Pengkajian
1.      Identitas
1)   Identitas klien:
-        Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
-        Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
-        Agama
-        Suku/bangsa
-        Status
-        Pendidikan
-        Pekerjaan
2)   Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya dengan klien.
2.      Riwayat Kesehatan
1)   Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar (adanya acites).
2)   Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan hal berikut:
a.       Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
b.      Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
c.       Kaji adanya anoreksia pada klien
d.      Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
3)   Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
a.       Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
b.      Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakt hipertensi pada masa sebelumnya?
c.       Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
4)   Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik


3.      Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1)      Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
2)      Pola eliminasi: diare, oliguria.
3)      Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
4)      Pola istirahat tidur: susah tidur
5)      Pola mekanisme koping :  cemas, maladaptif
6)      Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
4.      Pemeriksaan Fisik
1)      Status kesehatan umum
-   Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
-   Kesadaran: biasanya compos mentis
-   TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
2)      Pemeriksaan sistem tubuh
a.       B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b.      B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban volume .
c.       B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
d.      B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e.       B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f.       B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.
5.      Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
2.3.2.      Pengelompokan Data
Data Subjektif
Data Objektif
-        melaporkan sesak saat bernafas
-        melaporkan saat BAK volume urinnya sedikit dan berwarna gelap dan berbau buah
-        melaporkan BB meningkat dalam periode singkat
-        Melaporkan mual, muntah, anoreksia
-        melaporkan diare
-        melaporkan cepat merasa letih saat beraktivitas,
-        badan terasa lemah, lesu
-        melaporkan ketidaknyamanan atau kesulitan beraktivitas akibat adanya edema
-   Melaporkan cemas, khawatir, takut terhadap kondisinya
-   Melaporkan tidak bisa tidur
-        auskultasi bunyi nafas tidak normal (dispnea/dangkal)
-        tampak adanya edema (ekstremitas/periorbital/abdomen)
-        pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia < 30 gr/I
-        timbang BB didapatkan BB meningkat di atas normal
-        tampak lemah
-        timbang BB didapatkan BB dibawah normal
-        tampak kelemahan fisik
-        saat pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema (periorbital/ekstremitas/abdomen)
-        Tampak gelisah, berkeringat

2.3.3.      Analisa Data
Problem
Etiologi
Symptom
DS:
-        melaporkan sesak saat bernafas
-        melaporkan saat BAK volume urinnya sedikit dan berwarna gelap dan berbau buah
-        melaporkan BB meningkat dalam periode singkat
DO:
-        auskultasi bunyi nafas tidak normal (dispnea/dangkal)
-        tampak adanya edema (ekstremitas/periorbital/abdomen)
-        pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia < 30 gr/I
-        timbang BB didapatkan BB meningkat di atas normal
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus


 
Produksi albumin dalam darah tidak seimbang dg kehilangan albumin yg keluar dari glomerulus

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik
 

Aktivasi SRAA (system renin angiotensin aldosteron)
 

Perpindahan cairan dari sist. vaskular ke ruangan cairan ekstraseluler
 

Edema

Kelebihan volume cairan
DS:
-        Melaporkan mual, muntah, anoreksia
-        melaporkan diare
DO:
-        tampak lemah
-        timbang BB didapatkan BB dibawah normal
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus
 

Protein dan albumin bocor melalui glomerulus


 
Proteinuria


 
Sindrom nefrotik
 

Respon sistemik
 

Mual


 
Muntah
 

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
DS:
-        melaporkan cepat merasa letih saat beraktivitas,
-        badan terasa lemah, lesu
-        melaporkan ketidaknyamanan atau kesulitan beraktivitas akibat adanya edema
DO:
-        tampak kelemahan fisik
-        saat pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema (periorbital/ekstremitas/abdomen)
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus








 
Produksi albumin dalam darah tidak seimbang dg kehilangan albumin yg keluar dari glomerulus

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik
 

Aktivasi SRAA (system renin angiotensin aldosteron)
 

Perpindahan cairan dari sist. vaskular ke ruangan cairan ekstraseluler
 

Edema


 
Respon sistemik


 
Keletihan umum

Gangguan ADL
DS:
-   Melaporkan cemas, khawatir, takut terhadap kondisinya
-   Melaporkan tidak bisa tidur

DO:
-   Tampak gelisah, berkeringat
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus

Produksi albumin dalam darah tidak seimbang dg kehilangan albumin yg keluar dari glomerulus
 

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik
 

Aktivasi SRAA (system renin angiotensin aldosteron)
 

Perpindahan cairan dari sist. vaskular ke ruangan cairan ekstraseluler
 

Edema


 
Respon sistemik

Respon psikologis

Kecemasan

2.3.4.      Diagnosa Keperawatan
1.      Aktual/risiko kelebihanvolume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tdiak adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
3.      Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.
4.      Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
2.3.5.      Intervensi Keperawatan
1.      Aktual/risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik
Kriteria hasil:
-   Penurunan keluhan sesak nafas, edema ekstremitas berkurang
-   Produksi urine > 600 ml/hr
Intervensi:
1)      Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional: kecurigaan gagal kongesti/ kelebihan volume cairan.
2)      Istirahatkan/tirah baring klien pada saat edema masih terjadi
Rasional: menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi edema.
3)      Kaji tekanan darah
Rasional: sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
4)      Ukur intake dan output
Rasional: penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.
5)      Timbang berat badan
Rasional: perubahan tiba-tiba dari BB menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
6)      Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi
Rasional: meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia iskemia.
7)      Kolaborasi
a.       Berikan diet tanpa garam
Rasional: natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma
b.      Berikan diet tinggi protein tinggi kalori
Rasional: diet rendah protein untuk menurunkan insufiensi renal dan retensi nitrogen yang akan meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan energi dan mengurangi katabolisme protein.
c.       Berikan diuretik, contoh: furosemide, sprinolakton, hidronolaktonntuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru
Rasional: diuretik bertujuan
d.      Adenokortikosteroid, golongan prednison
Rasional: adenokortikosteroid, golongan prednison digunakan utnuk menurunkan proteinuria
e.       Pantau data laboratorium elektrolit kalium
Rasional: pasien yang mendapat terapi diuretik mempunyai risiko terjadi hipokalemiasehingga perlu dipantau
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat efek sekunder dari anoreksia, mual, muntah.
Tujuan: dapat mempertahankan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil:
-   Membuat pilihan diet utnuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu, menunjukkan peningkatan BB
Intervensi:
1)      Kaji pengetahuan pasien tentang asupan nutrisi
Rasional: denga mengetahui tingkat pengetahuan pasien, perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.
2)      Mulai dengan makanan kecil dan tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat tanda kepenuhan gaster, regurgitasi, dan diare.
Rasional: kandungan makanan dapat mengakibatkan ketdaktoleransian GI, memerlukan perubahan pada kecepatan atau tipe formula.
3)      Fasilitasi pasien memperoleh diet sesuai indikasi dan anjurkan menghindari asupan dari agen iritan.
Rasional: masukan minuman mengandung kafein dihindari karena kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin. Penggunaan alkohol juga dihindari, demikian juga merokok karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum dan juga meningkatkan stimulais parasimpatis yang meningkatkan aktivitas otot dalam usus dan dapat menimbulkan mual dan muntah.
4)      Berikan diet secara rutin.
Rasional: pemberian diet makanan secara rutin juga akan memebrikan kondisi normal terhadap fungsi gastrointestinal dalam melakukan aktivitas rutin selama dirawat dan setelah pasien pulang ke rumah.
5)      Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecilserta diet TKTPRG (tinggi kalori tinggi protein rendah gula).
Rasional: untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja jantung.
6)      Berikan nutrisi secara parenteral
Rasional: nutrisi secara intravena dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh pasien untuk mempertahankan kebutuhan nutrisi harian.
3.      Gangguan Activity Daily Living (ADL) berhubungan dengan edema ekstremitas, kelemahan fisik secara umum.
Tujuan: aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil:
-   menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi:
1)      Tingkatkan istirahat, batasi kativitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
2)      Anjurkan menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya mengejan saat defekasi.
Rasional:
3)      Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi, bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional: aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
4)      Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
Rasional: meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return
5)      Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
Rasional: untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.
6)      Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.
Rasional: untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
7)      Pertahankan penambahan O2 sesuai pesanan
Rasional: untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
8)      Monitor adanya dispneu, sianosis, peningkatan frekuensi napas, serta keluhan subjektif pada saat melakukan aktivitas.
Rasional: melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
9)      Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan air dan natrium)
Rasional: utnuk mencegah retensi cairan dan edema pada ekstravaskular.
4.      Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan.
Tujuan: kecemasan berkurang
Kriteria hasil:
-   menyatakan kecemasan berkurang,
-   mengenal perasaannya,
-   dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang memengaruhinya,
-   kooperatif terhadap tindakan
-   wajah tampak rileks
Intervensi:
1)      kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi pasien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.
Rasional: reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah
2)      Hindari konfrontasi
Rasional: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan
3)      Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
Rasional: mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu
4)      Tingkatkan kontrol sensasi pasien
Rasional: kontrol sensasi pasien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta meberikan respons balik yang positif.
5)      Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
Rasional: orientasi dapat menurunkan kecemasan
6)      Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya
Rasional: dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
7)      Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
Rasional: memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien untuk melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya: membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi
8)      Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam
Rasional: meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan

2.3.6.      Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi, meliputi:
1.      Kelebihan volume cairan dapat teratasi
2.      Meningkatnya asupan nutrisi
3.      Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari
4.      Penurunan tingkat kecemasan























BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Sistem perkemihan terdiri atas: ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra. Keempat organ tersebut memiliki fungsi masing-masing dalam proses ekskresi dan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh.
Tetapi tidak terlepas dalam menjalankan fungsinya secara normal, sistem perkemihan juga dapat terjadi suatu gangguan salah satunya berupa sindrom nefrotik. Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi proteinuria masif > 3,5 gr/hr, hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.
3.2.   Saran
3.2.1.      Bagi Mahasiswa
Untuk mempelajari dengan baik dan benar mengenai konsep baik secara medik maupun secara keperawatan yang berkenaan masalah sistem perkemihan yaitu sindrom nefrotik.
3.2.2.      Bagi Perawat
Perawat bertanggung jawab dalam merancang dan melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik serta tepat. Untuk mencapai hal tersebut dapat dilakukan dengan memahami keadaan pasien dan struktur proses keperawatan serta referensi yang tidak hanya mengacu pada satu literature.
3.2.3.      Bagi Masyarakat
Membaca merupakan kunci dari sumber ilmu pengetahuan, jadi membaca literatur lain sangat diperlukan guna penyempurnaan pengetahuan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;