Selasa, 02 Juli 2013

MATERI SISTEM REPRODUKSI ”BERPIKIR KRITIS DALAM PROSES KEPERAWATAN”



BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang 
Berpikir kritis sangatlah diperlukan saat ini, terutama dalam keperawatan karena kita dituntut untuk tegas dan tanggap kepada pasien atau klien bahkan disaat gawat darurat sekalipun. Berpikir kritis merupakan suatu hal yang penting yang harus dimiliki seorang perawat, agar menjadi seorang perawat yang profesional, sehingga mampu menyelesaikan masalah.
Sikap bepikir kritis mampu memberikan pelajaran banyak kepada kita salah satunya adalah fokus kepada pikiran dan tindakan yang baik sekalipun kita dituntun untuk berpikir kritis dalam proses apa yang kita lakukan itu semua dilakukan dalam kebaikan bersama sebab manfaat dari berpikir kritis tidak hanya menguntungkan seorang perawat, tapi juga kepada seorang klien atau pasien.
Dalam makalah ini, kita akan membahas cara berpikir krisis dalam proses keperawatan. Bagaimanapun juga semua tindakan keperawatan yang perawat lakukan membutuhkan tingkat pemikiran yang tinggi, tidak ada tindakan yang dilakukan tanpa berpikir kritis. Berpikir bukan proses yang statis tetapi dapat berubah setiap hari bahkan setiap jam. Karena berpikir merupakan sesuatu yang dinamis dan karena tindakan keperawatan selalu membutuhkan berpikir, hal ini sangat penting untuk memahami berpikir secara umum. Dan sangat diperlukan pula untuk menghadapi klien dengan gaya yang unik dan untuk mengidentifikasi apa yang bisa membuat mereka lebih baik.
1.2    Tujuan
1.2.1   Tujuan Umum
Adapun tujuan umumnya adalah agar pembaca mengetahui, mengerti dan mampu mengaplikasikan materi sistem reproduksi dalam tindakan keperawatan maupun dalam masyarakat yang berkaitan dengan bagaimana seorang tenaga kesehatan Berpikir Kritis Dalam Proses Keperawatan                    
1.2.2   Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya adalah agar pembaca mengetahui, mengerti dan mampu mengaplikasikan tindakan-tindakan yang bersifat kritis dalam keperawatan, yang meliputi:
a.       Cara berpikir kritis
b.      Cara memecahkan masalah
c.       Proses keperawatan
                   


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Berpikir Kritis
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Pemikir kritis keperawatan menunjukkan kebiasaan mereka dalam berpikir, kepercayaan diri, kreativitas, fleksibiltas, pemeriksaan penyebab (anamnesa), integritas intelektual, intuisi, pola piker terbuka, pemeliharaan dan refleksi. Pemikir kritis keperawatan mempraktekkan keterampilan kognitif meliputi analisa, menerapkan standar, prioritas, penggalian data, rasional tindakan, prediksi, dan sesuai dengan ilmu pengetahuan.
Menurut para ahli (Pery dan Potter, 2005), berpikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk mengintervensikan atau mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilain atau keputusan berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Bandman (1988), berpikir kritis  adalah pengujian secara rasional terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,masalah, kepercayaan, dan tindakan.
Menutut Strader  (1992), berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan  pendapat atau fakta yang mutahir dan mengintervensikan serta mengevaluasikan pendapat-pendapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif pandangan baru.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses berpikir dan belajar.

2.1.1   Karakteristik Berpikir Kritis
Krakteristik Berpikir Kritis adalah:
a.       Konseptualisasi
Konsep tualisasi artinya : proses intelektual membentuk suatu konsep.  Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental  tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran abstrak yang digenerilisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol dan disimpan dalam otak.
b.      Rasional dan Beralasan
Rasional dan Beralasan artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis dan mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
c.       Reflektif
Reflektif artinya bahwa seseorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau presepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu. Fakta dan kejadian.
d.      Bagian dari suatu sikap
Bagian daro suatu sikap yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir kritis akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
e.       Kemandirian berpikir
Seorang berpikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu, memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
f.       Berpikir adil dan terbuka
Berfikir adil dan terbuka yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan kurang menguntungkan menjadi benar dan lebih baik. 

g.      Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis dingunakan untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.
h.      Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,resespek tehadap  kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang diangapnya baik.
i.        Kriteria (criteria)
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai kearah mana maka harus menemukan sesuatu untuk  diputuskan atau dipercayai.meskipun sebuah argumen dapat disusun dari berapa sumber pembelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarlisasi maka haruslah berdasarkan relenfansi, keakuratan fakta-fakta, berdasarkan sumber yang kredibel, teliti tidak benas dari logika yang keliru, logika yang konsisten dan pertimbangan yang matang.
j.        Sudut pandang
Sudut pandang yaitu cara memandang atau menafkirkan dunia ini, yang akan menentukan kontruksi makna.seseorang yang berfikir dengan kritis akan memandang sebuah penomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
2.1.2   Sikap dan Keterampilan
1.      Sikap untuk Berpikir Kritis
Menurut Facionate (2006), individu menunjukkan kritisnya dikombinasikan dengan kemampuan kognitif dan kecendrungan ()disposition) afektif untuk berpikir kritis. Kecendrungan afektif pada seorang pemikir kritis meliputi rasa ingin tahu, sistematis, bijaksana, mencari kebenaran, analitis, berpikiran terbuka, percaya diri dalam menyampaikan alsan dan penilaian (scheffer & Rubenfeld, 2000). Berpikir kritis terjadi ketika individu dengan kecendrungannya diperhadapkan dengan masalah yang sangat terjadi dengan data yang tidak memadai dan mengembangkan suatu strategi untuk mencari solusinya (Rogal & Young, 2008). Seseorang yang berpikir kritis akan memiliki sikap-sikap berikut ini (Paul 1998 dalam Christensen & Kenney, 2009):
1)      Intellectual Humanity
Suatu kesadaran terhadap keterbatasan pengetahuan diri dan kepekaan diri terhadap kemungkinan bias dan prasnagka. Perawata dan tenaga kesehatan sebaiknya tidak mengklaim bahwa mereka mengetahui lebih banyak dari apa yang sebenarnya mereka ketahui.
2)      Intelectual Courage
Keinginan dan keterbukaan untuk mendengar dan secara jujur mengkaji ide-ide orang lain, meskipun perawat sangat berlawanan dengan ide-ide tersebut.Membutuhkan keberanian untuk mempertimbangkan dan mengkaji sudut pandang orang lain dan jujur menimbang kekuatan dan kelemahan pendapat diri.
3)      Intelectual Emphaty
Kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di posisi orang lain sehingga dapat memahami pandangan dan jalur penalaran orang tersebut.
4)      Intellectual Integrity
Keinginan untuk menerapkan standar bukti intelektual yang baku dan sama terhadap pengetahuan yang kita miliki yang kita terpakan terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh orang lain. Hal ini membutuhkan kejujuran untuk menelaah dan mengakui kesalahan atau ketidakkonsistenan pikiran, penilaian dan tindakan diri.
5)      Intellectual Perseverence
Keinginan untuk mencari wawasan dan kebenaran lebih jauh meskipun sulit dan frustasi. Banyak waktu dan energi mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan dan mempertimbagkan informasi baru dan membentuk wawasan baru.
6)      Faith in Reason
Percaya pada diri sendiri dan keinginan untuk mencari pemikiran rasional dan percaya bahwa orang lain juga mampu melakukan hal serupa
7)      Intellectual Sense of Justice
Keinginan untuk menelaah sudut pandang orang lain dengan standar intelektual yang sama, dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan atau keuntungan diri sendiri atau orang lain.
2.      Keterampilan dalam berpikir kritis
Teori belajar berpikir harus memberatkan pada usaha perawat untuk aktif menganalisis dan memecahakan berbagai masalah yang ada di sekitar mereka termasuk dalam proses belajar mereka, namun teori tersebut memerlukan keterampilan khusus untuk dapat berpikir kritis, di bawah ini tahap dan keterampilan yang harus dikuasai perawat agar dapat berpikir kritis.
Adapun keterampilan yang harus dikuasai dalam penggunaan metode berpikir kritis:
1)      Keterampilan menganalisa
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).  Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
2)      Keterampilan mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).
3)      Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15)
4)      Keterampilan menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
5)      Keterampilan mengevaluasi dan menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44). Menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: "Sejauh manakah perawat mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.
2.1.3   Kognitif
Secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Sedangkan menurut Drever (2000) dalam bukunya yang berjudul Dictionary of psychology, Kognitif adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yaitu persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran”. Dan menurut Chaplin (2002) dalam bukunya yang berjudul Dictionary of psychology, kognitif adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai.
Di dalam ranah berpikir kritis pada proses keperawatan, kognitif diperlukan sebagai kemampuan untuk mencerna, memahami, menguraikan, menerapkan, mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini dapat dimisalkan dalam memaksimalkan potensi yang ada pada saat menghadapi permasalahan yang timbul khususnya dalam ranah proses keperawatan.
2.1.4   Kaitan Berpikir Kritis Dengan Penilaian Klinis
Perawat harus menggunakan keterampilan berpikir kritisnya pada seluruh lahan praktik walaupun pada setiap lahan praktik, memiliki karakteristik pasien yang juga berbeda, unik dan dinamis. Faktor-faktor keunikan yang dibawa oleh pasien dan perawat ke dalam situasi perawatan harus dipertimbangkan, dikaji, dianalisa dan diinterpretasi. Intrepretasi informasi memungkinkan perawat berfokus pada faktor-faktor yang paling relevan dan signifikan pada situasi klinis. Keputusan mengenai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, dikembangkan dalam suatu rencana tindakan. Keterampilan ini meliputi pengkajian sistematik dan komprehensif, pengenalan asumsi dan inkonsistensi, verifikasi reabilitas dan akurasi, identifkasi informasi yang kurang, pembedaan antar informasi yang relevan dan tidak relevan, mendukung bukti dengan fakta dan kesimpulan, penyusunan prioritas dengan penentuan pengmbilan keputusan secara berkala pada kriteria hasil pencapaian pasien dan pengkajian ulang respon dan outcomes (Alfaro-LeFavre, 2003).
Sebagai contoh kaitan berpikir kritis dalam penilaian klinis pada lahan praktek keperawatan yaitu ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Untuk memahami perbedaan budaya yang ada maka perawat perlu berpikir secara kritis. Dalam berpikir kritis seorang perawat harus bisa menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan kesehatan atau yang tidak menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami perbedaan budaya maka akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
2.2    Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan, yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya ada”.  Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.
2.2.1   Langkah
Adapun langkah-langkah pemecahan masalah, sebagai berikut:
a.       Mengetahui hakikat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi.
b.      Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.
c.       Mengolah fakta dan data.
d.      Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
e.       Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.
f.       Memutuskan tindakan yang akan diambil.
g.      Evaluasi.
2.2.2   Metode
Dalam menyelesaikan masalah yang terjadi banyak sekali cara ataupun metode yang digunakan semua ini tergantung dari pengetahuan, pengalaman dan tingkat pendidikan seseorang.
Metode pemecahan masalah (Strader, 2000),  antara lain :
a.       Trial & error : Coba dan salah. Cara ini merupakan metode yang paling rendah tingkatannya, dilakukan oleh orang yang belum pernah mengalami/ mengenal dan belum tahu sama sekali. Dalam keperawatan ini sangat berbahaya dan tidak boleh dilakukan.
Contohnya : ada klien panas, dicoba diurut, dicoba diberi makan, dicoba ditiup, tdk berhasil dicoba diberi minum, dibuka baju, diberi kompres sampai berhasil panasnya turun, dll.
b.      Intuisi : penyelesaian masalah dengan intuisi atau naluri/ bisikan hati. Penyelesaian dengan cara ini kurang dianjurkan dalam metode ilmiah, karena tidak mempunyai dasar ilmiah.   Kadang-kadang metode ini juga dapat memberikan jalan keluar bila intuisi ini berdasarkan analisis atau pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki.
c.       Nursing process : Proses keperawatan merupakan suatu langkah penyelesaian masalah yang sistematis dan didukung oleh rasionalisasi secara ilmiah meliputi : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang merupakan suatu siklus untuk mengatasi masalah yang terjadi pada klien.
d.      Scientifik methode/Research Process  : Proses riset/ penelitian merupakan suatu penyelesaian masalah berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan logika, dengan pendekatan yang sistematis.Langkah-langkah riset dimulai dari :
1)      Adanya pertanyaan penelitian/ problem.
2)      Menentukan tujuan, mengapa penelitian ini penting.
3)      Menelusuri/ mempelajari literatur.
4)      Menentukan hipotesa dan variabel-variabel yang terkait.
5)      Memilih metode yang digunakan untuk penelitian.
6)      Memilih populasi yang akan diteliti dan siapa, dan berapa  sample yang diteliti.
7)      Menentukan instrument/ alat untuk penelitian.
8)      Analisis dan pengolahan data.
9)      Komunikasikan kesimpulan hasil penelitian.
e.       Modifikasi Pengetahuan
Tenaga kesehatan profesional sering menggali dan menggunakan modifikasi ilmu pengetahuan dan hasil riset untuk penyelesaian masalah hal ini sama baiknya dengan proses keperawatan.
Tujuh langkah modifikasi pengetahuan dalam problem solving            (Strader, 2000), yaitu:
1)      Menentukan masalah
2)      Mengumpulkan informasi yang lebih spesifik misalnya lokasi nyeri, jenis/ macamnya nyeri, berapa lama nyeri dirasakan, kapan nyeri ini dirasakan apakah pada saat istirahat, latihan, apakah karena pembedahan, luka dan lain-lain.
3)      Menganalisis  informasi : mengkategorikan data, memilih informasi yang penting dan yang tidak penting, mengorganisasikan dan menghubungkan rasa nyeri, penyebab dan faktor yang mendukung terjadinya nyeri.
4)      Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
5)      Mengambil keputusan.
6)      Implementasi dari pengambilan keputusan yang telah ditentukan.
7)      Mengevaluasi solusi yang telah dilakukan.
f.       Curah gagasan/ pendapat (brainstorming) dimana menerima semua gagasan sebagai gagasan yang baik terlepas seberapa jauh hubungannya. Ini merupakan latihan yang baik dan dapat membantu untuk memikirkan solusi yang tak pernah terpikirkan oleh orang lain sebelumnya.
2.2.3   Pengambilan Keputusan
Keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan dan kebidanan. Tidak hanya berpengaruh pada proses pengelolaan asuhan  keperawatan dan kebidanan, tetapi penting untuk meningkatkan kemampuan merencanakan perubahan. Perawat dan bidan pada semua tingkatan posisi klinis harus memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dan mengambil keputusan yang efektif, baik sebagai pelaksana/staf maupun sebagai pemimpin.
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan bukan merupakan bentuk sinonim. Pemecahan masalah  dan proses pengambilan keputusan membutuhkan pemikiran kritis dan analisis yang dapat ditingkatkan dalam praktek. Pengambilan keputusan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan menggunakan proses yang sistematis dalam memilih alternatif. Tidak semua pengambilan keputusan dimulai dengan situasi masalah.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan, antara lain :
a.         Dalam proses pengambilan keputusan tidak terjadi secara kebetulan.
b.         Pengambilan keputusan tidak dilakukan secara sembrono tapi harus berdasarkan pada sistematika tertentu, yaitu:
1)   Tersedianya sumber-sumber untuk melaksanakan keputusan yang akan diambil.
2)   Kualifikasi tenaga kerja yang tersedia
3)   Falsafah yang dianut organisasi.
4)   Situasi lingkungan internal dan eksternal yang akan mempengaruhi administrasi dan manajemen di dalam organisasi.
c.         Masalah harus diketahui dengan jelas.
d.        Pemecahan masalah harus didasarkan pada fakta-fakta yang terkumpul dengan sistematis.
e.         Keputusan yang baik adalah keputusan yang telah dipilih dari berbagai alternatif yang telah dianalisa secara matang.
2.3    Proses Keperawatan
2.3.1   Komponen Proses Keperawatan
Adapun penerapan proses keperawatan dalam berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan, antara lain:
a.       Pengkajian
Perawat dituntut untuk dapat mengumpulkan data dan memvalidasinya dengan hasil observasi. Perawat harus melaksanakan observasi yang dapat dipercaya dan membedakannya dari data yang tidak sesuai. Hal ini merupakan keterampilan dasar berfikir kritis. Lebih jauh perawat diharapakan dapat mengelola dan mengkategorikan data yang sesuai dan diperlukan. Untuk memiliki keterampilan ini, perawat harus memiliki kemampuan dalam mensintesa dan menggunakan ilmu-ilmu seperti biomedik, ilmu dasar keperawatan, ilmu perilaku, dan ilmu sosialPada proses pengkajian ini perawat juga bertugas mengumpulkan data dengan kritis, mengelola dan mengkatagorikan data menggunakan ilmu-ilmu lain.
b.      Perumusan diagnosa keperawatan
Tahap ini adalah tahap pengambilan keputusan yang paling kritikal. Dimana perawat dapat menentukan masalah yang benar-benar dirasakan klien, berikut argumentasinya secara rasional. Semakin perawat terlatih untuk berfikir kritis, maka ia akan semakin tajam dalam menentukan masalah atau diagnose keperawatan klien, baik diagnose keperawatan yang sifatnya possible, resiko, ataupun actual. Berfikir kritis memerlukan konseptualisasi dan ketrampilan ini sangat penting dalam perumusan diagnose, karena taksonomi diagnose keperawatan pada dasarnya adalah suatu konsep (NANDA, 1998).
c.       Perencanaan keperawatan
Pada saat merumuskan rencana keperawatan, perawat menggunakan pengetahuan dan alas an untuk mengembangkan hasil yang diharapkan untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini merupakan keterampilan lain dalam berfikir kritis, pemecahan masalah atau pengambilan keputusan. Untuk hal ini dibutuhkan kemampuan perawat dalam mensintesa ilmu-ilmu yang dimiliki baik psikologi, fisiologi, dan sosiologi, untuk dapat memilih tindakan keperawatan yang tepat berikut alasannya. Kemudian diperlukan pula keterampilan dalam membuat hipotesa bahwa tindakan keperawatan yang dipilih akan memecahkan masalah klien dan dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan
d.      Pelaksanaan keperawatan
Pada tahap ini  perawat menerapkan ilmu yang dimiliki terhadap situasi nyata yang dialami klien. Dalam metode berfikir ilmiah, pelaksanaan tindakan keperawatan adalah keterampilan dalam menguji hipotesa. Oleh karena itu pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan suatu tindakan nyata yang dapat menentukan apakah perawat dapat berhasil mencapai tujuan atau tidak
e.       Evaluasi keperawatan
Pada tahap ini perawat mengkaji sejauh mana efektifitas tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat mencapai tujuan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar kien. Pada proses evaluasi, standar dan prosedur berfikir kritis sangat memegang peranan penting karena pada fase ini perawat harus dapat mengambil keputusan apakah semua kebutuhan dasar klien terpenuhi, apakah diperlukan tindakan modifikasi untuk memecahkan masalah klien, atau bahkan harus mengulang penilaian terhadap tahap perumusan diagnose keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
2.3.2   Pengetahuan dan Keterampilan yang Diperlukan Dalam Mengimplementasikan Proses Keperawatan
Perawat membutuhkan tiap jenis keterampilan untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung.
1.      Keterampilan Kognitif
Keterampilan kognitif meliputi aplikasi pemikiran kritis pada proses keperawatan. Untuk melaksanakan intervensi dibutuhkan pertimbangan yang baik dan keputusan klinis yang jelas. Perawat harus berfikir dan mengantisipasi secara kontinu sehingga dapat menyesuaikan perawatan berbagai konsep dan menghubungkannya sambil mengingat kembali fakta, situasi, dan klien yang pernah anda temui sebelumnya (Di Vito-Thomas, 2005).
2.      Keterampilan Interpersonal
Keterampilan ini dibutuhkan untuk terwujudnya tindakan keperawatan yang efektif. Perawat membangun hubungan kepercayaan, menunjukkan perhatian dan berkomunikasi dengan jelas. Komunikasi interpersonal yang baik sangat penting untuk memberikan informasi, pengajaran, dan dukungan pada klien dengan kebutuhan emosional.
3.      Keterampilan Psikomotor                                            
Keterampilan psikomotor membutuhkan integritas antara aktivitas kognitif dan motorik. Sebagai contoh, saat melakukan penyuntikan, perawat harus memahami anatomi dan farmakologi (kognitif), serta menggunakan koordinasi dan presisi untuk melakukan penyuntikan dengan tepat (motorik). Keterampilan ini sangat penting untuk membangun kepercayaan klien.
2.3.3   Proses Penelitian
Adapun tahap-tahapan dalam proses penelitian, yaitu:
a.       Mengidentifikasi Masalah
Yang dimaksud dengan mengidentifikasi masalah ialah peneliti melakukan tahap pertama dalam melakukan penelitian, yaitu merumuskan masalah yang akan diteliti. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian.
b.      Membuat Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara dari persoalan yang kita teliti. Perumusan hipotesa biasanya dibagai menjadi tiga tahapan: pertama, tentukan hipotesa penelitian yang didasari oleh asumsi penulis terhadap hubungan variable yang sedang diteliti. Kedua, tentukan hipotesa operasional yang terdiri dari Hipotesa 0 (H0) dan Hipotesa 1 (H1). H0 bersifat netral dan H1 bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesa, seperti misalnya penelitian deskriptif. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai masalah ini akan dibahas pada BAB V.
c.       Studi Literature
Pada tahapan ini peneliti melakukan apa yang disebut dengan kajian pustaka, yaitu mempelajari buku-buku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan diteliti. Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.
d.      Mengidentifikasi dan Menamai Variabel
Melakukan identifikasi dan menamai variable merupakan salah satu tahapan yang penting karena hanya dengan mengenal variabel yang sedang diteliti seorang peneliti dapat memahami hubungan dan makna variable-variabel yang sedang diteliti.
e.       Membuat Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variable-variabel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variable-variabel tersebut. Definisi operasional memungkinan sebuah konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan pengukuran.
f.       Memanipulasi dan Mengontrol Variabel
Yang dimaksud dengan memanipulasi variable ialah memberikan suatu perlakuan pada variable bebas dengan tujuan peneliti dapat melihat efeknya bagi variable tergantung atau variable yang dipengaruhinya. Sedang yang dimaksud dengan mengontrol variable ialah melakukan kontrol terhadap variable tertentu dalam penelitian agar variable tersebut tidak mengganggu hubungan antara variable bebas dan variable tergantung.
g.      Menyusun Desain Penelitian
Apa yang dimaksud dengan menyusun desain penelitian? Desain penelitian khususnya dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif merupakan alat dalam penelitian dimana seorang peneliti tergantung dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian yang sedang dilakukan. Desain penelitian bagaikan alat penuntun bagi peneliti dalam melakukan proses penentuan instrumen pengambilan data, penentuan sample, koleksi data dan analisanya. Tanpa desain yang baik maka penelitian yang dilakukan akan tidak mempunyai validitas yang tinggi.
h.      Mengidentifikasi dan Menyusun Alat Observasi dan Pengukuran
Yang dimaksud pada bagian ini ialah tahap dimana seorang peneliti harus melakukan identifikasi alat apa yang sesuai untuk mengambil data dalam hubungannya dengan tujuan penelitannya. Pada penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif biasanya peneliti menggunakan kuesioner, khususnya dalam penelitian-penelitian jenis Ex Post Facto.
i.        Membuat Kuesioner dan Jadwal Interview
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, kuesioner merupakan salah satu alat yang penting untuk pengambilan data; oleh karena itu, peneliti harus dapat membuat kuesioner dengan baik. Cara membuat kuesioner dapat dibagi dua, yaitu dari sisi format pertanyaan dan model jawaban. Disamping kuesioner, alat pengambilan data juga dapat dilakukan dengan interview. Cara-cara melakukan interview diatur secara sistematis agar dapat memperoleh informasi dan/atau data yang berkualitas dan sesuai dengan yang diinginkan oleh peneliti.
j.        Melakukan Analisa Statistik
Salah satu cirri yang menonjol dalam penelitian yang menggunanakan pendekatan kuantitatif ialah adanya analisa statistik. Analisa statistik digunakan untuk membantu peneliti mengetahui makna hubungan antar variable. Sampai saat ini, analisa statistik merupakan satu-satunya alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk menghitung besarnya hubungan antar variable, untuk memprediksi pengaruh variable bebas terhadap variable tergantung, untuk melihat besarnya pesentase atau rata-rata besarnya suatu variable yang kita ukur.
k.      Menggunakan Komputer untuk Analisa Data
Dengan berkembangnya teknologi komputer yang semakin canggih dan dituntutnya melakukan penelitian secara lebih cepat serta kemungkinan besarnya jumlah data, maka seorang peneliti memerlukan bantuan komputer untuk melakukan analisa data. Banyak perangkat lunak yang telah dikembangkan untuk membantu peneliti dalam melakukan analisa data, baik yang bersifat pengelohan data maupun analisanya. Salah satu program yang popular ialah program SPSS.
l.        Menulis Laporan Hasil Penelitian
Tahap terakhir dalam penelitian ialah membuat laporan mengenai hasil penelitian secara tertulis. Laporan secara tertulis perlu dibuat agar peneliti dapat mengkomunkasikan hasil penelitiannya kepada para pembaca atau penyandang dana.



BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Berpikir kritis dalam keperawatan merupakan komponen dasar dalam mempertanggungjawabkan profesi dan kualitas perawatan. Dalam berpikir kritis adapun karakteristik yang harus dimiliki meliputi: Konseptualisasi, Rasional dan Beralasan, Reflektif, kemandirian berpikir, berpikir adil dan terbuka, pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan, watak, kriteria, sudut pandang. Selain itu dalam berpikir kritis juga harus memiliki sikap dan keterampilan. Adapun sikap dalam berpikir kritis seperti intelectual humanity, intelectual courage, intelectual emphaty, intelectual integrity, intelectual perseverence, faith in reason, intelectual sense of justice. Sedangkan keterampilan dalam berpikir kritis meliputi keterampilan menganalisa, keterampilan mensintesis, keterampilan mengenal dan memecahkan masalah, keterampilan menyimpulkan, dan keterampilan mengevaluasi dan menilai. Di dalam ranah berpikir kritis pada proses keperawatan, kognitif juga diperlukan sebagai kemampuan untuk mencerna, memahami, menguraikan, menerapkan, mensintesis, dan mengevaluasi. Hal ini dapat dimisalkan dalam memaksimalkan potensi yang ada pada saat menghadapi permasalahan yang timbul khususnya dalam ranah proses keperawatan.
Berpikir kritis juga dapat digunakan dalam pemecahan masalah terutama yang berkaitan dalam masalah proses keperawatan yang mencakup lima komponen meliputi pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.2    Saran      
Untuk mahasiswa khususnya sebagai calon perawat perlu memahami secara keseluruhan berpikir kritis dalam keperawatan, yang mana hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan pikiran secara rasional dan cermat, agar dalam berpikir kita dapat mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan. Serta menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi, penyebab, tujuan, dan tingkat hubungan dalam keperawatan. Sehingga saat berpikir kritis dalam keperawatan pasien akan merasa lebih nyaman dan tidak merasa terganggu dengan tindakan yang kita berikan.



0 komentar:

Posting Komentar

 
;