Laporan
Pendahuluan
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Carsinoma
prostat atau kanker prostat adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya sel
pada jaringan prostat yang tidak
normal/abnormal yang merupakan kelainan
atau suatu keganasan pada saluran perkemihan khususnya prostat pada
bagian lobus perifer sehingga timbul nodul-nodul yang dapat diraba
- Anatomi fisiologi
Kelenjar prostat
Prostat
adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular.
Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari
horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari
jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus
terbalik yang terjepit (kemiri ). ( 7 )
Letak
kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus
uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. ( 1 )
Pada
tahun 1972 Mc. NEAL, mengemukakan konsep
tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari
prostat sebagian besar
terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral
yang terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang
lain ( 5% ) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar
uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi
ini. Sebagian besar proses keganasan
(60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona transisi
dan zona sentral. (7)
Prostat
menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Cairan ini merupakan 25 %
dari volume ejakulat. ( 1 )
Jika
kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih. ( 1 )
- Etiologi
Hingga
sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya ca prostat ;
tetapi beberapa hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya ca mammmae
adalah: ( 1 )
a.
Adanya perubahan keseimbangan antara
hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b.
Peranan dari growth factor ( faktor
pertumbuhan ) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c.
Meningkatnya lama hidup sel-sel
prostat karena berkurangnya sel yang mati
d.
Teori sel stem menerangkan bahwa
terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan se epitel kelenjar
prostat menjadi berlebihan.
- Patofisiologi ( 6 )
d.
Gejala
Klinik
Gangguan
pola perkemihan baik frekuensi, adanya desakan, nokturia akibat membesarnya
ukuran kelenjar yang mendesak urethra. Terjadinya obstruksi urethra mengganggu
perkemihan, lama-kelamaan berkembang terjadinya anemi
e.
Pemeriksaan
Diagnostik ( 1,2,3,4,6,13 )
1. a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan
perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong )
b.
Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik
menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan
“Ballottement”.
c.
Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi
urin memberi suara redup.
2 . Colok dubur.
Pemeriksaan
colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum,
kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan
melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran
prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas
dapat diraba .
Dengan
colok dubur besarnya prostat dibedakan :
- Grade
1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
- Grade
2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
- Grade
3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3.
Laboratorium.
- Darah lengkap sebagai data dasar keadaan
umum penderita .
- Gula darah dimak sudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
- Faal ginjal (BUN, kreatinin serum)
diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas .
- Analisis urine diperiksa untuk melihat
adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .
- Pemeriksaan kultur urine berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
4.
Flowmetri :
Flowmetri
adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik.
Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum
dan sesudah terapi.
Penilaian :
Fmak <10ml/detik
--------àobstruktif
Fmak 10-15
ml/detik-----àborderline
Fmak >15 ml/detik-------ànonobstruktif
5.
Radiologi.
- Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau
kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
- Pielografi intra vena, dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook
appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar
buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
- Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan
secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain
untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan
volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti
divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk
menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula
dilakukan dengan USG suprapubik.
- Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan
dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi
gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas
bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika.
Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur
panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.
6.
Kateterisasi: Mengukur “rest urine “
Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara
kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .
4.
Penatalaksanaan
Hanya
dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang
memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi
urinaria akut, ada beberapa alternatif pembedahan meliputi :
a.
Transsurethral resection of prostate
(TURP)
Dimanan jaringan
prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan
sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra
b.
Suprapubic /open prostatektomi
Dengan diindikasikan
untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat diangkat melalui
insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih,pendekatan ini lebih
ditujukan bila ada batu kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila ada
batu kandung kemih.
c.
Retropubic prostatektomi
d.
Perineal prosteatektomi
B. Asuhan
Keperawatan
Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai
latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan
klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan
rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. pengumpulan data yang
akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola
pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien, serta
merumuskan diagnosis keperawatan.
Pengkajian
dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi prostektomi dan penkajian
post operasi prostatektomi
a)
Pengkajian pre operasi prostatektomi
Pengkajian
ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :
1
Identitas klien
Meliputi
nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
2
Riwayat penyakit sekarang
Pada
klien ca prostat keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi,
disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi,
intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
3
Riwayat penyakit dahulu .
Adanya
penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan, misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang
berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita. Operasi yang pernah di jalani kecelakaan yang pernah dialami adanya riwayat penyakit DM dan hipertensi .
4
Riwayat penyakit keluarga .
adanya
riwayat keturunan dari salah satu
anggota keluarga yang menderita penyakit ca prostat Anggota keluargayang
menderita DM, asma, atau hipertensi.
5
Riwayat psikososial
a. Intra
personal
Kebanyakan
klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Kecemasan ini muncul
karena ketidaktahuan tentang prosedur pembedahan. Tingkat kecemasan dapat
dilihat dari perilaku klien, tanggapan klien tentang sakitnya.
b.
Inter personal
Meliputi
peran klien dalam keluarga dan peran klien dalam masyarakat.
6
Pola fungsi kesehatan
c.
Pola persepsi dan tatalaksana hidup
sehat
Klien
ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan tembakau, penggunaan obat-obatan,
penggunaan alkhohol dan upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan
kesehatan diri (pemeriksaan kesehatan berkala, gizi makanan yang adekuat )
d.
Pola nutrisi dan metabolisme
Klien
ditanya frekuensi makan, jenis makanan, makanan pantangan, jumlah minum tiap
hari, jenis minuman, kesulitan menelan atau
keadaan yang mengganggu nutrisi seperti
nause, stomatitis, anoreksia dan vomiting. Pada pola ini umumnya tidak
mengalami gangguan atau masalah.
e.
Pola eliminasi
Klien
ditanya tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu ragu, menetes - netes, jumlah klien
harus bangun pada malam hari untuk berkemih, kekuatan system perkemihan. Klien
juga ditanya apakah mengedan untuk mulai
atau mempertahankan aliran kemih. Klien ditanya tentang defikasi, apakah ada
kesulitan seperti konstipasi akibat dari prostrusi prostat kedalam rectum.
f.
Pola tidur dan istirahat .
Klien
ditanya lamanya tidur, adanya waktu tidur yang berkurang karena frekuensi miksi
yang sering pada malam hari ( nokturia ). Kebiasaan tidur memekai bantal atau
situasi lingkungan waktu tidur juga perlu ditanyakan. Upaya mengatasi kesulitan
tidur.
g.
Pola aktifitas .
Klien
ditanya aktifitasnya sehari – hari, aktifitas penggunaan waktu senggang,
kebiasaan berolah raga. Apakah ada perubahan sebelum sakit dan selama sakit.
Pada umumnya aktifitas sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana klien masih mampu memenuhi
kebutuhan sehari – hari sendiri.
h.
Pola hubungan dan peran
Klien
ditanya bagaimana hubungannya dengan anggota keluarga, pasien lain, perawat
atau dokter. Bagai mana peran klien dalam keluarga. Apakah klien dapat berperan
sebagai mana seharusnya.
i.
Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi
informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan klien sebelum
pembedahan . Biasanya muncul kecemasan dalam menunggu acara operasinya.
Tanggapan klien tentang sakitnya dan dampaknya pada dirinya. Koping klien dalam
menghadapi sakitnya, apakah ada perasaan malu dan merasa tidak berdaya.
j.
Pola sensori dan kognitif
Pola
sensori meliputi daya penciuman, rasa, raba, lihat dan pendengaran dari klien.
Pola kognitif berisi tentang proses berpikir, isi pikiran, daya ingat dan
waham. Pada klien biasanya tidak terdapat gangguan atau masalah pada pola ini.
k.
Pola reproduksi seksual
Klien
ditanya jumlah anak, hubungannya dengan pasangannya, pengetahuannya tantangsek
sualitas. Perlu dikaji pula keadaan seksual yang terjadi sekarang, masalah
seksual yang dialami sekarang ( masalah kepuasan, ejakulasi dan ereksi ) dan
pola perilaku seksual.
l.
Pola penanggulangan stress
Menanyakan
apa klien merasakan stress, apa penyebab stress, mekanisme penanggulangan
terhadap stress yang dialami. Pemecahan masalah biasanya dilakukan klien
bersama siapa. Apakah mekanisme penanggulangan stressor positif atau negatif.
m.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien
menganut agama apa, bagaimana dengan aktifitas keagamaannya. Kebiasaan klien
dalam menjalankan ibadah.
7
Pemeriksaan fisik
a.
Status kesehatan umum
Keadaan
penyakit, kesadaran, suara bicara, status/ habitus, pernafasan, tekanan darah,
suhu tubuh, nadi.
n.
Kulit
Apakah
tampak pucat, bagaimana permukaannya, adakah kelainan pigmentasi, bagaimana
keadaan rambut dan kuku klien ,
o.
Kepala
Bentuk
bagaimana, simetris atau tidak, adakah penonjolan, nyeri kepala atau trauma
pada kepala.
p.
Muka
Bentuk
simetris atau tidak adakah odema, otot rahang bagaimana keadaannya, begitu pula
bagaimana otot mukanya.
q.
Mata
Bagainama
keadaan alis mata, kelopak mata odema atau tidak. Pada konjungtiva terdapat atau tidak hiperemi
dan perdarahan. Slera tampak ikterus atau tidak.
r.
Telinga
s.
Hidung
Bentuknya
bagaimana, adakah pengeluaran secret, apa ada obstruksi atau polip, apakah
hidung berbau dan adakah pernafasan cuping hidung.
t.
Mulut dan faring
Adakah
caries gigi, bagaimana keadaan gusi apakah ada perdarahan atau ulkus. Lidah
tremor ,parese atau tidak. Adakah
pembesaran tonsil.
u.
Leher
Bentuknya
bagaimana, adakah kaku kuduk, pembesaran kelenjar limphe.
v.
Thoraks
Betuknya bagaimana,
adakah gynecomasti.
w.
Paru
Bentuk bagaimana,
apakah ada pencembungan atau penarikan. Pergerakan bagaimana, suara nafasnya.
Apakah ada suara nafas tambahan seperti ronchi , wheezing atau egofoni.
x.
Jantung
Bagaimana pulsasi
jantung (tampak atau tidak).Bagaimana dengan iktus atau getarannya.
y.
Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen. Pada klien dengan keluhan
retensi umumnya ada penonjolan kandung
kemih pada supra pubik. Apakah ada nyeri tekan, turgornya bagaimana. Pada klien
biasanya terdapat hernia atau hemoroid. Hepar, lien, ginjal teraba atau tidak.
Peristaklit usus menurun atau meningkat.
z.
Genitalia dan anus
Pada klien biasanya
terdapat hernia. Pembesaran prostat dapat teraba pada saat rectal touché. Pada
klien yang terjadi retensi urine, apakah trpasang kateter, Bagaimana bentuk
scrotum dan testisnya. Pada anus biasanya ada haemorhoid.
aa.
Ekstrimitas dan tulang belakang
Apakah ada
pembengkakan pada sendi. Jari – jari tremor apa tidak. Apakah ada infus pada
tangan. Pada sekitar pemasangan infus ada tanda – tanda infeksi seperti merah
atau bengkak atau nyeri tekan. Bentuk tulang belakang bagaimana.
8
Pemeriksaan diagnostik
Untuk pemeriksaan
diagnostik sudah dijabarkan penulis pada konsep dasar.
b)
Pengkajian post operasi prostatektomi
Pengkajian ini
dilakukan setelah klien menjalani
operasi, yang meliputi:
1.
Keluhan utama
Keluhan pada klien
berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan
yang bisa timbul pada klien post operasi prostektomi adalah keluhan rasa tidak
nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada
waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari
klien sendiri.
2.
Keadaan umum
Kesadaran, GCS,
ekspresi wajah klien, suara bicara.
3.
Sistem respirasi
Bagaimana pernafasan
klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah perlu dipasang O2.
Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan ronchi atau tidak. Gerakan
otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan dada dan perut. Tanda –
tanda cyanosis ada atau tidak.
4.
Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi (
takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG
).
5.
Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji:
Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana
dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.
6.
Sistem neurology
Hal yang dikaji:
keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
7.
Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas
klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah
terpasang infus dan dibagian mana
dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan
ekstrimitas.
8.
Sistem eliminasi
Apa ada
ketidaknyamanan pada supra pubik,
kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji
apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa.
Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari.
Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
9.
Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang,
obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.
c.
Analisa data
Data yang telah
dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa
merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi,
mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan
informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya
membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum
operasi dan analisa setelah operasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari
pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau
kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data
diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan
diagnosa setelah operasi.
1.
Diagnosa sebelum operasi
a.
Perubahan eliminasi urine: frekuensi,
urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas
setelah miksi sehubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat. ( 5,8 )
b.
Nyeri sehubungan dengan penyumbatan
saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat. ( 5,9 )
c.
Cemas sehubungan dengan hospitalisasi,
prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas
post operasi. ( 5,8,10 )
d.
Gangguan tidur dan istirahat
sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi:
retensi disuria, frekuensi, nokturia. (
11 )
2.
Diagnosa setelah operasi
a.
Nyeri sehubungan dengan spasme kandung
kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi ( 2 ,8,9,10 )
b.
Perubahan eliminasi urine
sehubungandengan obstruksi sekunder dari prostatektomi bekuan darah odema ( 2 ,
5 )
c.
Potensial infeksi sehubungan dengan
prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
sering ( 2 , 5,8,10 )
d.
Potensial untuk menderita cedera:
perdarahan sehubungan dengan tindakan pembedahan ( 2 , 9 , 10 )
e.
Potensial disfungsi seksual sehubungan
dengan ketakutan akan impoten akibat dari prostatektomi ( 2, 8,10 )
f.
Kurang pengetahuan: tentang
prostatektomi sehubungan dengan kurang informasi . ( 2,8,9 )
g.
Gangguan tidur dan istirahat
sehubungan dengan nyeri. (11)
3. PERENCANAAN .
Setelah
merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan
perlu di tetapkan untuk untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini
disebut sebagai perencanaan keperawatan
yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan
sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi,
merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. (5) Selanjutnya dibuat perencanaan dari masing – masing
diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.
Sebelum operasi
a
. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, resistancy, inkontinensi,
retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi sehubungan dengan
obtruksi mekanik: pembesaran prostat.
Tujuan: Pola
eliminasi normal .
Kriteria hasil :
-
Klien dapat berkemih dalam jumlah
normal, tidak teraba distensi kandung kemih
-
Residu pasca berkemih kurang dari 50
ml
-
Klien dapat berkemih volunter
-
Urinalisa dan kultur hasilnya negatif
-
Hasil laboratorium fungsi ginjal
normal
Rencana tindakan :
1.
Jelaskan pada klien tentang perubahan
dari pola eliminasi .
2.
Dorong klien untuk berkemih tiap 2 – 4
jam dan bila dirasakan .
3.
Anjurkan klien minum sampai 3000 ml
sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan
4.
Perkusi /
palpasi area supra pubik
5.
Observasi aliran dan kekuatan urine,
ukur residu urine pasca berkemih. Jika volume residu urine lebih besar dari 100
cc maka jadwalkan program kateterisasi intermiten.
6.
monitor laboratorium: urinalisa dan
kultur, BUN, kreatinin.
7.
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat: antagonis Alfa - adrenergik (prazosin)
Rasional :
1
. Meningkatkan pengetahuan klien
sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2
. Meminimalkan retensi urine, distensi yang berlebihan pada kandung kemih
3
. Peningkatan aliran cairan, mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan
ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
4.
Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area supra pubik.
5.
- Observasi aliran dan kekuatan urine untuk mengevaluasi adanya obstruksi
- Mengukur residu
urine untuk mencegah urine statis karena dapat beresiko infeksi
6.
Statis urinarias potensial untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko ISK.
Pembesaran prostat dapat menyebabkan dilatasi saluran kemih atas (ureter dan ginjal), potensial merusak fungsi
ginjal dan menimbulkan uremia.
7.
Mengurangi obstruksi pada buli-buli, relaksasi didaerah prostat sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
b.
Nyeri sehubungan dengan penyumbatan
saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat.
Tujuan : Klien
menunjukan bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
- Ekspresi wajah klien rileks
- Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
2.
Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
3.
Beri tindakan kenyamanan, contoh:
membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi /
latihan nafas dalam.
4.
Beri kateter jika diinstruksikan untuk
retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
5.
Observasi tanda – tanda vital.
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi
obat sesuai indikasi, contoh: eperidin ( Dumerol )
Rasional :
1.
Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan Intervensi
2. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3 Retensi urine menyebabkan infeksi saluran
kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis
4. Mengetahui perkembangan lebih lanjut
5. Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat,
memberikan relaksasi mental dan fisik.
c.
cemas sehubungan dengan hospitalisasi,
prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tentang aktifitas rutin dan aktifitas
post operasi.
Tujuan:
Cemas berkurang / hilang sehingga klien
mau kooperatif dalam tindakan perawatan.
Kriteria hasil :
-
Klien melaporkan cemas menurun /
berkurang.
-
Klien memahami dan mau mendiskusikan
rasa cemas.
-
Klien dapat menunjukan dan mengidentifikasi
cara yang sehat dalam menghadapi cemas.
-
Klien tampak rileks dan dapat
beristirahat yang cukup.
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
1.
Bina hubungan saling percaya dengan
klien atau keluarga.
2.
Dorong klien atau keluarga untuk
menyatakan perasaan / masalah.
3.
Beri informasi tentang prosedur /
tindakan yang akan dilakukan, contoh: kateter, urine berdarah, iritasi kandung
kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan klien.
4. Jelaskan pentingnya peningkatan asupan
cairan.
5. Jelaskan pembatasan aktifitas yang diharapkan
:
a. tirah baring untuk
hari pertama post operasi
b.ambulasi progresif yang dimulai hari pertama
post operasi
c.hindari aktifitas yang mengencangkan
daerah kandung kemih
6. Observasi tanda - tanda vital.
Rasional
:
1.
Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu. Membantu dalam mendiskusikan
tentang subyek sensitif.
2. Mengidentifikasi masalah, memberikan
kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi
pemecahan masalah.
3. Membantu klien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi
masalah karena ketidaktahuan.
4. Urine yang encer dapat menghambat
pembentukkan klot.
5.
Pemahaman klien dapat membantu mengurangi cemas yang berhubungan dengan
kecemasan akibat ketidaktahuan.
7.
Perubahan tanda – tanda vital mungkin menunjukkan tingkat kecemasan yang dialami klien.
d.
Gangguan tidur dan istirahat
sehubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi:
retensi, disuria, frekuensi, nokturia.
Tujuan: Kebutuhan
tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
-
Klien mampu istirahat / tidur dengan
waktu yang cukup.
-
Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.
-
Klien mampu menjelaskan faktor
penghambat tidur.
Rencana tindakan:
1.
Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur / istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.
2. Ciptakan suasana yang mendukung dengan
mengurangi kebisingan.
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
penyebab gangguan tidur.
4. Batasi
masukan cairan waktu malam hari dan berkemihsebelum tidur.
5. Batasi masukan minuman yang mengandung
kafein.
Rasional :
1.
Meningkatkan pengetahuan klien
sehingga klien mau kooperatif terhadap tindakan
keperawatan.
2.
Suasana yang tenang akan mendukung
istirahat klien.
3. Menentukan rencana untuk mengatasi
gangguan.
4. Mengurangi
frekuensi berkemih malam hari.
5. Kafein
dapat merangsang untuk sering berkemih.
2.
Sesudah operasi
a.
Nyeri sehubungan dengan spasmus
kandung kemih dan insisi sekunder pada prostatektomi
Tujuan: Nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
-
Klien mengatakan nyeri berkurang /
hilang.
-
Ekspresi wajah klien tenang.
-
Klien akan menunjukkan
ketrampilan relaksasi.
-
Klien akan tidur / istirahat dengan
tepat.
-
Tanda – tanda vital dalam batas
normal.
-
Keluarnya urine melalui sekitar
kateter sedikit.
Rencana tindakan :
1.
Jelaskan pada klien tentang gejala
dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan
klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala
dini dari spasmus kandung kemih.
3. Jelaskan
pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48
jam.
4. Beri
penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
5. Anjurkan
pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
6. Ajarkan
penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
7. Jagalah
selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada
kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
8.
Observasi tanda – tanda vital
9.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi
obat – obatan ( analgesik atau anti spasmodik )
Rasional :
1.
Kien dapat mendeteksi gajala dini
spasmus kandung kemih.
2.
Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan.
3.
Meberitahu klien bahwa ketidaknyamanan
hanya temporer.
4.
Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Menurunkan
tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
7. Sumbatan
pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih
dengan peningkatan spasme.
8. Mengetahui
perkembangan lebih lanjut.
9. Menghilangkan
nyeri dan mencegah spasmus kandung
kemih.
b.
Perubahan pola eliminasi urine
sehubungan dengan obstruksi sekunder dari prostatektomi bekuan darah, edema.
Tujuan: Eliminasi
urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil:
-
Klien akan berkemih dalam jumlah
normal tanpa retensi.
-
Klien akan menunjukan perilaku yang
meningkatkan kontrol kandung kemih.
-
Tidak terdapat bekuan darah sehingga
urine lancar lewat kateter.
Rencana tindakan:
1. Kaji output urine dan karakteristiknya
3. Pertahankan
irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam pertama
4. Pertahankan
posisi dower kateter dan irigasi kateter.
5. Anjurkan
intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
6. Setalah
kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan
keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala
– gejala retensi.
Rasional:
1.
Mencegah retensi pada saat dini.
2.
Mencegah bekuan darah karena dapat
menghambat aliran urine.
3.
Mencegah bekuan darah menyumbat aliran
urine.
4.
Melancarkan aliran urine.
5.
Mendeteksi dini gangguan miksi.
c.
Potensial infeksi sehubungan dengan
prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak
menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
-
Klien tidak mengalami infeksi.
-
Dapat mencapai waktu penyembuhan.
-
Tanda – tanda vital dalam batas normal
dan tidak ada tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1.
Pertahankan sistem kateter steril,
berikan perawatan kateter dengan steril.
2.
Anjurkan intake cairan yang cukup (
2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
3.
Pertahankan posisi urobag dibawah.
4.
Observasi tanda – tanda vital,
laporkan tanda – tanda shock dan demam.
5.
Observasi urine: warna, jumlah, bau.
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi
obat antibiotik.
Rasional:
1.
Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
.
2.
Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.
3. Menghindari refleks balik urine yang dapat
memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4.
Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Mengidentifikasi adanya infeksi.
6.
Untuk mencegah infeksi dan membantu
proses penyembuhan.
e.
Potensial disfungsi seksual sehubungan dengan ketakutan akan impoten akibat
dari prostatektomi
Tujuan: Fungsi
seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
-
Klien tampak rileks dan melaporkan
kecemasan menurun .
-
Klien menyatakan pemahaman situasi
individual .
-
Klien menunjukkan keterampilan
pemecahan masalah .
-
Klien mengerti tentang pengaruh
prostatektomi pada seksual.
Rencana tindakan :
1
. Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh
prostatektomi terhadap seksual .
2
. Jelaskan tentang :
a
. Kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula .
b
. Kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
3
. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
4
. Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan
kunjungan lanjutan .
Rasional :
1 . Untuk mengetahui
masalah klien .
2
. Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi
seksual.
3 . Bisa terjadi
perdarahan dan ketidaknyamanan
4
. Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan
memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.
f
. Kurang pengetahuan: tentang prostatektomi sehubungan dengan kurang
informasi
Tujuan:
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil:
-
Klien akan melakukan perubahan
perilaku.
-
Klien berpartisipasi dalam program
pengobatan.
-
Klien akan mengatakan pemahaman pada
pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas
berat selama 3-4 minggu .
2.
Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan
memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000
ml/hari.
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada
dokter.
5.
Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
Rasional:
1.
Dapat menimbulkan perdarahan .
2.
Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan
mengedan pada waktu BAB .
3. Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan
darah .
4.
Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5.
Untuk membantu proses penyembuhan .
g
. Gangguan tidur sehubungan dengan nyeri
Tujuan: Kebutuhan
tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria
hasil:
-
Klien mampu beristirahat / tidur dalam
waktu yang cukup.
-
Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
-
Klien mampu menjelaskan faktor
penghambat tidur .
Rencana
tindakan:
1.
Jelaskan pada klien dan keluarga
penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
2.
Ciptakan suasana yang mendukung,
suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
3.
Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
4.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
Rasional:
1.
meningkatkan pengetahuan klien
sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2.
Suasana tenang akan mendukung
istirahat .
3.
Menentukan rencana mengatasi gangguan
.
4.
Mengurangi nyeri sehingga klien bisa
istirahat dengan cukup .
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar – dasar urologi. Malang :
CV Infomedika.
2.
Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan
proses keperawatan. Bandung :
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
3.
Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta : Penerbit buku kedokteran, EGC.
4.
Lap / UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Surabaya : Fakultas
Kedokteran Airlangga.
5.
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran, EGC.
6.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid
kedua. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI.
7.
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah,volume 3. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran, EGC.
8.
Carpenito, Lynda
Juall. 1998. Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2.
Jakarta :
Penerbit buku kedokteran, EGC.
9.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6.
Jakarta :
Penerbit buku kedokteran, EGC.
1 komentar:
terimakasih informasinya, lengkap dan membantu sekali
http://acemaxsshop.com/obat-tradisional-kanker-prostat/
Posting Komentar