Jumat, 30 Agustus 2013

ASKEP BPH

BPH

a. Pengertian BPH
      Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.
      Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.

b.Patofisiologi
      Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
c. Etiologi
      Penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Anonim,FK UI,1995). Pada umur diatas 50 tahun, pada orang laki-laki akan timbul mikronodule dari kelenjar prostatnya.
d. Gambaran klinis
      Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:
1). Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2). Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow. (Anonim,FK UI,1995).
e. Pemeriksaan penunjang
1).Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin. Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
2).Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen, USG, BNO-IVP, Systocopy, dan Cystografi.
f. Penatalaksanaan
1)      Terapi medikamentosa
a)      Penghambat andrenergik a, misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau a 1a (tamsulosin).
b)      Penghambat enzim 5-a-reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
c)      Fitoterapi, misalnya eviprostat
2)      Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :
a)      Retensio urin berulang
b)     Hematuria
c)      Tanda penurunan fungsi ginjal
d)     Infeksi saluran kencing berulang
e)      Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.
f)      Ada batu saluran kemih.

1. Prostatektomi
   Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a.  Prostatektomi Supra pubis.
      Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
     b.    Prostatektomi  Perineal.
                    Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi  dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta  bidang operatif terbatas.
      c.   Prostatektomi retropubik.
              Adalah suatu teknik yang lebih  umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis  dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.  
2.   Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
            Yaitu suatu prosedur  menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan  di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )

        TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
         TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika  (Anonim,FK UI,1995).
         Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
             TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
g.   Komplikasi
       Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, pembentukan bekuan, obstruksi kateter serta disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis.
        Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker )  hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.

B. ASUHAN KEPERAWATAN.
Diagnosa keperawatan
   Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien BPH dengan menggunakan diagnosa NANDA antara lain adalah:
1)       Nyeri akut  berhubungan dengan agen injury fisik
2)       Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat.
3)       Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4)       Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pemahaman tentang proses penyakit.  
5)       PK Perdarahan











Rencana Keperawatan
no
Diagnosa
Tujuan/KH
Intervensi
Rasional
1.
Nyeri b.d agen injury
Rasa nyeri berkurang
KH:
-Menunjukkan rasa nyaman
-TTV dalam rentang normal
-Klien mengatakan nyeri terkontrol
1.     Kaji  keluhan nyeri

2.     Pantau tanda-tanda vital



3.     Berikan tindakan kenyamanan

4.     Anjurkan teknik non farmakologik pengurang nyeri

5.     Beri analgetik sesuai indikasi
Respon autonomis meliputi perubahan TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri

Memberikan dukungan mengurangi ketegangan otot, Relaksasi, memfokus ulang perhatian,  rasa control & kemampuan koping

Titik managemen nyeri
2.
Resiko infeksi b.d prosedur invasif
Pasien tidak mengalami infeksi
KH:
-Klien bebas dari  tanda-tanda infeksi
-Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi
1.     Mengobservasi&melaporkan tanda & gejala infeksi, spt kemerahan, hangat, rabas dan peningkatan suhu badan
2.     Mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature lebih dari 380C





3.     Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu


4.     Catat7laporkan nilai laboratorium





5.     kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap perubahan


6.     Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system imun
1.     Onset infeksi dengan system imun diaktivasi&tanda infeksi muncul

2.     Klien dengan netropeni tidak memproduksi cukup respon inflamasi karena itu panas biasanya tanda&sering merupakan satu-satunya tanda

3.     Nilai suhu memiliki konsekuensi yang penting terhadap pengobatan yang tepat

4.     Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien&pemeriksaan fisik utk memberikan pandangan menyeluruh

5.     Dapat mencegah kerusakan kulit, kulit yang utuh merupakan pertahanan pertama terhadap mikroorganisme

6.     Fungsi imun dipengaruhi oleh intake protein
3
Cemas b.d statua kesehatan
Kontrol kecemasan dan coping
Indikator:
Ps mampu:
§  Mengungkapkan cara mengatasi cemas
§  Mampu menggunakan coping
§  Dapat tidur
§  Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkn cemas



1.   Bina Hub. Saling percaya

2.   Libatkan keluarga

3.   Jelaskan semua Prosedur





4.   Hargai pengetahuan ps tentang penyakitnya
5.   Bantu ps untuk mengefektifkan sumber support






6.   Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif




1.   Mempermudah intervensi
2.   Mengurangi kecemasan
3.   Membantu ps dlam meningkatkan pengetahuan tentang status kes dan meningkatkan kontrol kecemasan
4.   Merasa dihargai

5.   Dukungan akan memberikan keyakinan thdp peryataan harapan untuk sembuh/masa depan

6.   Penggunaan Strategi adaptasi secara bertahap ( dari mekanisme pertahan, coping, samapi strategi penguasaan) membantu ps cepat mengadaptasi kecemsan

4.
Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan
Pengetahuan klien meningkat
KH:
-Klien & keluarga memahami tentang penyakit BPH, perawatan dan pengobatan
1.     Mengkaji kesiapan&kemampuan klien untuk belajar



2.     Mengkaji pengetahuan & ketrampilan klien sebelumnya tentang penyakit&pengaruhnya terhadap keinginan belajar



3.     Berikan materi yang paling penting pada klien




4.     Mengidentifikasi sumber dukungan utama&perhatikan kemampuan klien untuk belajar & mendukung perubahan perilaku yang diperlukan
5.     Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung perubahan perilaku klien
6.     Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi&menyebautkan kembali materi yang diajarkan
1.     Proses belajar tergantung pada situasi tertentu, interaksi social, nilai budaya dan lingkungan
2.     Informasi baru diserap meallui asumsi dan fakta sebelumnya dan bias mempengaruhi proses transformasi
3.     Informasi akan lebih mengena apabila dijelaskan dari konsep yang sederhana ke yang komplek
4.     Dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung perubahan perilaku
5.
PK: Perdarahan
Tidak terjadi perdarahan
KH:
-Tidak ada tanda-tanda perdarahan pada haluran urin
-Urin output ± 30 ml/jam

1.     Pantau:Tanda-tanda vital/4   jam







2.     Masukan dan haluran urin/8 jam warna urin








3.     Beritahu dokter bila urin berwarna merah terang/gelap










4.     Ketika menarik kateter foley, instruksikan pasien untuk menekuk kaki dimana kateter dipasang, lepaskan jika ada instruksi dokter

5.     Sediakan makanan tinggi serat dan memberikan obat untuk memudahkan defikasi, apabila ada riwayat konstipasi rigasi kateter jika terdeteksi gumpalan pada saluran kateter


1.     Deteksi awal terhadap komplikasi dgn intervensi awal yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan yang permanent
2.     Normalnya haluran urin dalam 24 jam pertama berwarna merah ceri terang secara bertahap menjadi merah terang dan jernih dalam beberapa hari
3.     Penarikan dilakukan setelah TURP untuk memungkinkan hemostatis. Dalam menggunakan kateter urolog akan menempatkan kateter dan melekatkan pada abdomen bawah
4.     Dgn peningkatan pada fosa prostatika ayang akan mengendapkan perdarahan
5.     Gumpalan dapat menyumbat kateter dan mengakibatkan peregangan dan perdarahan kateter



0 komentar:

Posting Komentar

 
;